Kenapa Naruto Kecil Suka Bikin Onar? Ini Penjelasannya

- Naruto mengalami kesepian dan pengucilan sejak kecil
- Terlahir tanpa orang tua yang mendidiknya, Naruto tumbuh sendirian
- Dicela lebih baik daripada diabaikan, upaya agar diakui keberadaannya
Sejak kecil, Naruto Uzumaki dikenal sebagai anak yang suka bikin onar di Konoha. Ia sering berbuat usil, mencoret-coret patung Hokage, dan melakukan berbagai keisengan yang membuat warga desa kesal. Namun, apa sebenarnya alasan di balik tingkah lakunya?
Jawabannya bukan sekadar karena ia nakal atau suka cari perhatian. Masa kecilnya penuh dengan kesepian, pengucilan, dan tanpa bimbingan dari siapa pun. Tak ada orang tua yang mendidiknya, tak ada keluarga yang melindunginya, dan tak ada teman yang benar-benar peduli. Kenakalannya bukan hanya bentuk pemberontakan, tetapi juga usaha untuk diakui keberadaannya. Inilah tiga alasan utama yang membuat Naruto kecil bertindak demikian.
1. Hidup sendiri tanpa orang tua dan figur pengasuh

Naruto terlahir sebagai putra Hokage Keempat, Minato Namikaze, dan Kushina Uzumaki. Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama. Di malam kelahirannya, kedua orang tuanya gugur demi melindungi desa dari serangan Kyuubi. Sejak saat itu, ia tumbuh sendirian tanpa keluarga yang benar-benar mendampinginya.
Meskipun Hokage Ketiga memastikan kebutuhannya terpenuhi, tak ada yang benar-benar mengasuhnya secara personal. Naruto tak pernah memiliki sosok yang mendidiknya sejak bayi hingga masuk Akademi Ninja. Tanpa orang tua, ia harus belajar banyak hal sendiri, termasuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hal ini berbeda dengan Gaara, yang meskipun mengalami nasib serupa, setidaknya masih memiliki saudara di sekitarnya. Sementara itu, Naruto benar-benar bertahan sendiri sejak kecil tanpa siapa pun di sisinya.
2. Dikucilkan dan diperlakukan seperti ancaman

Jika hidup sendiri sudah cukup berat, Naruto juga harus menghadapi kebencian penduduk desa. Bukannya diperlakukan sebagai anak biasa, ia justru dijauhi dan dipandang sebagai ancaman yang harus dihindari.
Semua berawal dari peristiwa tragis saat Kyuubi menyerang Konoha. Minato berharap orang-orang akan melihat Naruto sebagai pahlawan yang menanggung beban besar demi keselamatan desa. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Warga desa melihatnya sebagai monster, sebagai perwujudan Kyuubi yang telah menghancurkan rumah mereka dan membunuh banyak orang yang mereka sayangi.
Sejak kecil, Naruto menerima tatapan penuh kebencian, bisikan di belakang punggungnya, dan perlakuan diskriminatif. Tak ada yang mau berteman dengannya, tak ada yang mengajarinya cara mendapatkan penerimaan, dan tak ada yang mencoba memahami apa yang ia rasakan. Yang ia tahu, dunia di sekitarnya dingin dan menolaknya tanpa alasan yang bisa ia mengerti.
3. Mencari perhatian dengan menjadi pembuat onar

Tanpa orang tua yang membimbingnya dan tanpa teman yang menerimanya, Naruto harus menemukan cara sendiri agar ia diakui. Kenakalannya bukan sekadar keisengan anak kecil, melainkan upaya agar orang-orang memperhatikannya dan mengakui keberadaannya.
Bagi Naruto, dicela atau dimarahi jauh lebih baik daripada diabaikan sepenuhnya. Jika ia hanya diam dan bersikap baik, orang-orang akan tetap membencinya tanpa alasan. Tetapi jika ia membuat onar, setidaknya mereka akan melihatnya, berbicara padanya, dan menganggapnya ada, meskipun dalam bentuk kemarahan atau teguran.
Di usianya yang masih kecil, Naruto belum memahami cara mendapatkan perhatian dengan cara yang lebih baik. Baginya, selama orang-orang bereaksi terhadap apa yang ia lakukan, itu sudah cukup untuk mengurangi rasa kesepiannya.
Naruto kecil bukan anak nakal tanpa alasan. Hidup tanpa orang tua, dikucilkan oleh desa, dan tanpa bimbingan yang cukup, ia tumbuh dalam kesepian yang mendalam. Kenakalannya bukan sekadar tingkah laku anak bandel, melainkan cara untuk bertahan dan memastikan bahwa ia tetap diakui keberadaannya, meskipun dengan cara yang salah.
Meskipun akhirnya ia menemukan jalannya sendiri dan meraih pengakuan dengan cara yang lebih baik, masa kecilnya tetap menjadi pengingat tentang betapa pentingnya kasih sayang dan penerimaan dalam membentuk seseorang.