Pencahayaan Film Gowok: Kamasutra Jawa Terinspirasi dari Serial Shōgun

Surabaya, IDN Times - Lighting atau penataan cahaya menjadi salah satu aspek penting didalam menciptakan visual sebuah film. Tahu gak sih, ternyata penataan cahaya dan pemilihan warnanya di dalam sebuah film dapat mempertegas karakter hingga adegan yang ingin filmmaker sajikan, lho.
"Kita bisa melihat suatu benda itu karena ada cahaya. Itu logika dari si kamera. Apalagi kita mainnya fiksi. Filmmaking itu menciptakan yang gak ada, jadi ada," tutur Satria Kurnianto, 1st DOP (Director of Photography) film Gowok: Kamasutra Jawa (2025),
Sementara itu, Barmastya Bhumi Brawijaya, 2nd DOP di film yang sama berkata bahwa menentukan tata cahaya harus berdasarkan adegan atau lokasi, bukan angle. Ketika menentukan angle, DOP umumnya berdiskusi dengan sutradara, namun penataan cahaya bisa ditentukan secara mandiri oleh DOP.
"Diajarin sama Pak Anto sebenarnya. Kalau nge-lighting itu kamu harus ngelihat lokasinya, ngelihat scene. Jangan sampai kamu nge-lighting based on angle," jelas Bhumi menyampaikan apa yang ia pelajari dari Satria Kurnianto, sang mentor.
Lalu, bagaimana sih konsep hingga teknis penataan cahaya di film Gowok: Kamasutra Jawa (2025)? Apakah penataan cahaya tersebut berperan penting dalam menciptakan visual yang indah? Simak wawancara eksklusif IDN Times bersama dengan Satria Kurnianto dan Barmastya Bhumi Brawijaya di #COD (Cerita Orang Dalam)!
1. Konsep penataan cahaya film Gowok: Kamasutra Jawa terinspirasi dari serial Shōgun

Bagi penonton yang gemar mengamati visual saat menyaksikan sebuah film, pasti sepakat bahwa Gowok: Kamasutra Jawa (2025) menyajikan gambar yang indah dan memanjakan mata. Ternyata konsep penataan cahaya dari film arahan Hanung Bramantyo ini referensinya berasal dari serial Shōgun (2024), lho.
"Banyak referensi ngambil kita itu dari film Shōgun sebenarnya. Karena Pak Anto juga senang dengan film Shōgun, saya pun senang dengan Shōgun," ungkap Bhumi pada 20 Juni 2025 kepada IDN Times secara virtual.
Sementara itu, untuk artistiknya, film ini mengadaptasi visual dari film-film karya Wong Kar-Wai, sutradara Hong Kong peraih Best Director di Cannes Film Festival 1997 lewat film Happy Together.
"Banyak ngambil dari film-filmnya Wong Kar-Wai. Itu kan film Asia dan Chinese. Gowok: Kamasutra Jawa kan juga ngebahas tentang unsur Chinese-nya. Artistiknya juga lebih ke arah Chinese," tambahnya.
2. Color pallete dominan merah, maka penataan cahaya yang dipilih seputar warna biru, kuning, dan putih

Kamu sadar gak sih kalau color pallete di film Gowok: Kamasutra Jawa (2025) dominan berwarna merah, mulai dari tembok padepokan Gowok hingga kebaya yang biasa dipakai Nyai Ratri (Raihaanun). Maka dari itu, warna lampu yang dipilih departemen DOP cenderung ke arah biru, kuning, dan putih.
"Oh color pallete-nya merah, berarti lampunya gak boleh ada warna merah. Lampunya kalau bisa biru, kuning, sama putih," jelas Bhumi sembari mengingat konsep penataan cahaya yang disiapkan oleh Satria Kurnianto.
Selama menjelaskan tentang penataan cahaya, Bhumi berkata bahwa saat menentukan sudut pengambilan gambar, ia berusaha untuk menyesuaikan penataan cahaya yang diciptakan oleh Satria Kurnianto. Dapat disimpulkan bahwa, menentukan penataan cahaya dan pengambilan gambar sama pentingnya untuk menciptakan visual yang indah.
3. Teknis penataan cahaya di film Gowok: Kamasutra Jawa
Bhumi menceritakan sekilas proses penataan cahaya yang dilakukan Satria Kurnianto saat syuting film Gowok: Kamasutra Jawa (2025). Menentukan penataan cahaya ternyata di mulai dari atas kepala objek atau karakter.
"Kita nge-lighting dari kepala kita dulu, kita ngelihat lokasinya, ruangan Gowok itu kan indoor. Ya sudah, lighting-nya mau gak mau, satu pasang di atas kepala, satu pasang di atas kursi, satu pasang di atas tembok, satu lagi backlight ada di luar alias ruang tamu," jelas Bhumi yang menceritakan teknis penataan cahaya di film Gowok: Kamasutra Jawa (2025) dengan lantang dan bersemangat.
Fakta menarik lainnya, ternyata penataan cahaya juga harus mempertimbangkan blocking dan pergerakan aktor. Terlebih lagi, Hanung Bramantyo, sang sutradara dikenal cenderung menciptakan blocking karakter yang tidak diam di satu tempat alias berpindah-pindah.