[REVIEW] A Time for Drunken Horses, Getirnya Nasib Bocah Kurdi di Iran

Dirilis 24 tahun yang lalu, A Time for Drunken Horses karya Bahman Ghobadi masih jadi salah satu film Iran yang banyak direkomendasikan untuk ditonton setidaknya sekali dalam hidup. Itu adalah film debut Bahman Ghobadi, sebelum ia dikenal luas setia menyuarakan nasib etnik Kurdi yang tinggal di perbatasan Iran—Irak.
Kali ini ia memilih lakon lima bersaudara. Semuanya di bawah umur, tetapi terpaksa dewasa sebelum waktunya setelah orangtua mereka meninggal dunia. Sekilas ini mungkin akan mengingatkanmu pada film legendaris Iran lainnya Children of Heaven (1997) yang juga berlakonkan anak-anak. Seberapa penting menonton A Time for Drunken Horses? Apa pula filosofi di balik judul tersebut? Simak ulasannya berikut ini.
1. Selain ekspos isu hak minoritas, film ini juga senggol eksistensi pekerja anak

Tanpa basa-basi, Ghobadi membuka film ini suara bocah perempuan yang mencari dua kakak laki-lakinya. Disusul dengan adegan anak-anak yang sedang bekerja di sebuah pabrik gelas. Sebuah adegan yang mengganggu mengingat tak sedikit dari mereka yang berusia cukup muda. Namun, inilah kenyataan yang dihadapi protagonis utama kita, Ayoub dan adik perempuannya, Ameneh.
Setelah bekerja keras, mereka pulang bersama pekerja anak lain dengan menumpang sebuah truk bak terbuka. Pada momen inilah, saudara Ayoub dan Ameneh lainnya, Madi diperkenalkan. Madi mengidap dwarfism dan beberapa penyakit lain yang membuat tubuhnya kecil dan lemah. Di rumah, Ayoub masih punya dua saudara lagi, Rojin yang sudah remaja dan seorang balita.
2. Bentang alam bersalju jadi pelengkap penderitaan para protagonisnya

Hidup Ayoub dan saudara-saudaranya makin sulit setelah ayah mereka meninggal dunia. Kemalangan itu ditambah ketiadaan kerabat dekat yang bersedia mengurus mereka, Ayoub terpaksa jadi pencari nafkah utama. Masalahnya, sebelum meninggal, sang ayah bekerja sebagai kurir barang dari Iran ke Irak secara ilegal.
Ditambah bentang alam yang bersalju lebat, profesi itu jelas amat berisiko. Tak hanya butuh fisik yang kuat, Ayoub dan kurir lain harus berjibaku dengan penjaga perbatasan Irak yang tak segan melontarkan peluru untuk para penerobos. Ayoub mengandalkan keledai peninggalan ayahnya untuk mengangkut barang. Namun, mengingat mereka harus melalui medan yang menantang, Ayoub mengikuti trik para kurir lain, yakni mencekoki keledai mereka dengan alkohol agar tak mudah lelah.
Pemilihan latar bersalju ini seolah memperkuat kesan getir A Time for Drunken Horses. Namun, Ghobadi tak berhenti di situ. Ia menambah kemalangan para protagonisnya lewat sosok Madi yang butuh biaya pengobatan. Untuk makan sehari-hari saja sudah kewalahan, Ayoub dan saudara-saudaranya hampir tak punya banyak opsi solusi untuk membiayai operasi Madi.
3. Dibungkus dengan akhir yang getir

Untuk membiayai operasi itu, Ayoub dan Rojin selaku anak tertua mempertimbangkan beberapa opsi. Semuanya sulit dan tak menguntungkan, tetapi demi Madi yang mereka cintai, keduanya rela berkorban. Momen Rojin dan Ayoub yang sama-sama berkorban untuk Madi bisa dibilang klimaks film ini.
Namun, bukannya memberikan kejelasan dan kelegaan, Ghobadi memilih untuk menutup filmnya dengan membuka berbagai kemungkinan. Ia membiarkan penonton menciptakan asumsi sendiri soal nasib kelima anak ini. Bisakah mereka bertahan hidup tanpa bantuan orang dewasa sama sekali? Hingga kapan dan bagaimana itu tidak pernah dijawab eksklusif oleh Ghobadi dalam filmnya.
Beberapa bilang film ini membosankan dan tak seberapa dalam. Masih ada bagian yang mengambang dan tak terjelaskan membuatnya kurang kuat bila dibanding film Ghobadi lain, Turtles Can Fly (2004) yang kegetirannya lebih terasa karena plot twist brilian serta akhir yang menusuk hati. Namun, untuk sebuah film debut, tak heran bila Ghobadi bisa mencuri perhatian. Ini film yang solid secara cerita dan representasi. A Time for Drunken Horses adalah film berbahasa Kurdi kedua yang berhasil tayang di festival internasional sekaliber Cannes Film Festival dan yang pertama meraih trofi Camera d'Or (penghargaan khusus film karya sutradara pendatang baru).