Review Film Sebelum 7 Hari, Ngerinya Terus-terusan Sampai Akhir!

Film Sebelum 7 Hari resmi tayang di bioskop, mulai hari ini, 23 Januari 2025. Karya adaptasi dari film pendek populer berjudul sama ini membawa penonton untuk mengikuti teror yang menghantui Tari dan kakaknya, Kadar setelah tujuh hari meninggalnya ibu mereka, Anggun.
Ironisnya, kedua anak Tari, yaitu Hanif dan Bian juga mengalami gangguan yang mengerikan. Di samping itu, mereka juga berpacu dengan waktu, karena muncul arwah jahat yang menuntut haknya sebelum tujuh hari kepergian nenek Anggun berakhir.
Digarap oleh sutradara Awi Suryadi, berikut review film Sebelum 7 Hari. Intensitas kengeriannya terus meningkat seiring bertambahnya hari di dalam cerita.
1. Akting para aktornya totalitas

Kesuksesan sebuah karya film tentu tidak terlepas dari penampilan akting para aktornya. Agla Artalidia dan Haydar Salish memainkan karakter mereka dengan apik. Bahkan Fanny Ghassani dengan peran sebagai nenek Anggun mampu membuat penonton merinding hanya dengan tatapan dan senyum tipisnya.
Meski paling junior, Sultan Hamonangan dan Anantya Kirana sebagai pemeran anak-anak dari Tari juga memperlihatkan penampilan akting yang memukau. Mereka juga tampak profesional memerankan adegan-adegan dengan teknis yang tidak mudah, lho. Salut!
2. Intensitas ngerinya terus meningkat seiring cerita

Awi Suryadi mengeksekusi film ini dengan cara yang menarik, yaitu dengan menonjolkan intensitas kengerian yang terus meningkat seiring bertambahnya hari di dalam cerita film. Hal ini sangat kentara, karena semakin mendekati hari ketujuh, teror-teror yang dihadapi oleh para karakternya semakin tak terkendali.
Hanya saja, konsep tersebut seperti menjadi dua mata pisau. Babak awal film ini memiliki alur yang cukup lambat, sehingga tidak menutup kemungkinan penonton akan merasa bosan. Namun jika fokus mengikuti ceritanya sampai akhir, maka akan terasa kalau alurnya terus mengalami peningkatan. Dalam hal ini, teror-teror yang dihadirkan pun semakin menggoda rasa takut penonton.
Seiring dengan hal tersebut, rasa penasaran tentang teror-teror yang akan muncul di hari selanjutnya pun juga ikut terpacu.
3. Sinematografi dan jumpscare-nya bak menjadi satu kesatuan yang saling mendukung

Sinematografi khas Awi Suryadi mampu menciptakan atmosfer yang intim sekaligus dramatis. Dengan pergerakan kamera yang seringkali berputar, penonton jadi memiliki sudut pandang sendiri dan serasa diseret masuk ke dalam cerita film.
Meski dapat menimbulkan efek pusing untuk beberapa adegan, namun harus diakui, teknik tersebut juga mampu mentransfer emosi yang disampaikan oleh para karakternya.
Hingga tiba pada saatnya, permainan sinematografi yang ciamik tersebut akan menangkap setiap adegan jumpscare dan menjadikannya memiliki efek seram yang lebih kuat. Perlahan tapi pasti, penonton pun akan dibuat parno. Film Sebelum 7 Hari juga diiringi oleh music scoring yang pas serta tidak berlebihan.
Secara keseluruhan, film Sebelum 7 Hari menjadi salah satu tontonan horor yang menarik untuk disaksikan. Terutama karena ceritanya juga berpijak pada kepercayaan yang dekat dengan masyarakat, bahwa arwah seseorang akan bergentayangan selama tujuh hari setelah kematiannya.