Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Taktik Mempertahankan Bisnis Rilisan Fisik Film ala Criterion

koleksi DVD Criterion (x.com/Criterion)
koleksi DVD Criterion (x.com/Criterion)
Intinya sih...
  • Criterion tetap relevan meski digempur banyak streaming streaming.
  • Kemampuan kurasi film, restorasi, dan desain DVD mereka menarik.
  • Mereka pun berhasil mempertahankan relevansi dengan kehadiran di media sosial dan layanan OTT.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Buat pencinta film, Criterion adalah salah satu nama yang gak asing. Ia adalah perusahaan distribusi film yang awalnya fokus pada sirkulasi rilisan fisik, khususnya DVD. Seiring berjalannya waktu, muncul layanan over-the-top (OTT) alias streaming platform. Mereka menawarkan alternatif nonton yang jauh lebih praktis. Cukup buka situs mereka, buat akun, bayar biaya langganan, dan nikmati koleksi film sepuasmu. 

Gak perlu ruang untuk menyimpan fail di perangkat elektronik, apalagi rilisan fisik di rak. Kamu cuma butuh koneksi internet stabil untuk bisa nonton. Ini benar-benar sebuah pengalaman yang mengubah hidup, bukan? 

Namun, siapa sangka, Criterion ternyata tak kehilangan relevansinya. Mereka justru terus dibicarakan, bahkan jadi semacam kultus bagi para pencinta film akut. Para sineas bahkan berlomba-lomba untuk menggaet Criterion sebagai distributor mereka. Apa, sih, yang bikin Criterion begitu fenomenal? Bukannya rilisan fisik itu sudah ketinggalan zaman?

1. Kurasi mereka dianggap berkualitas tinggi

koleksi DVD Criterion (instagram.com/criterioncollection)
koleksi DVD Criterion (instagram.com/criterioncollection)

Salah satu keunggulan Criterion ialah kemampuan kurasi mereka. Mereka mengisi celah dan kekurangan layanan OTT populer saat ini, macam Netflix dan Prime Video, yang lebih banyak menayangkan film-film mainstream yang sudah terbukti sukses secara komersial. Dua layanan itu juga kini makin rajin memproduksi dan mempromosikan film/serial orisinal mereka sendiri. 

Criterion menjawab itu dengan memberikan ruang dan kesempatan untuk sinema yang belum punya kanal distribusi. Film-film garapan sutradara auteur (bergaya khas), jebolan festival, dan yang dikategorikan independen pun mereka wadahi. Ini jelas menarik kritikus, pegiat film, dan sinefili. 

Kalau menurut Jonathan Charles Hyatt dari Chapman University dalam tesisnya yang berjudul "The Criterion of Quality: A Paratextual Analysis of the Criterion Collection in the Age of Digital Distribution", Criterion berhasil mencapai status prestisius layaknya beberapa jenama besar yang disegani. Film-film yang masuk kurasi mereka secara otomatis akan dapat label "prominen" dan "hebat". Ini tentu dibangun lewat perjalanan puluhan tahun dan kurasi yang teliti serta konsisten. 

2. Criterion juga mengerjakan restorasi film lawas dan langka

isi DVD Anora versi Criterion (x.com/Criterion)
isi DVD Anora versi Criterion (x.com/Criterion)

Gak hanya melakukan kurasi, Criterion juga dapat label penting dalam industri film karena dedikasi mereka dalam proses restorasi film lawas dan langka. Film-film prominen dari berbagai penjuru dunia sudah mereka restorasi dan distribusikan. Ini termasuk film epik Taiwan A Brighter Summer Day (1991) karya Edward Yang, The Apu Trilogy miliknya Satyajit Ray, Seven Samurai (1954) garapan Akira Kurosawa, sampai Foreign Correspondent (1954) karyanya Alfred Hitchcock.

Tidak sendiri, Criterion punya rival di bidang restorasi ini. Janus Films, di sisi lain, juga dikenal sebagai distributor film yang rajin melakukan restorasi film-film dengan nilai artistik dan efek kultural tinggi. Lantas, apa yang bikin Criterion lebih sering didengungkan ketimbang rivalnya? Desain sampul DVD rilisan mereka ternyata juga sebuah komoditas.

Tak sedikit kolektor yang kepincut mengoleksi DVD milik Criterion gara-gara desain sampulnya yang menawan. Bukan poster asli film layaknya DVD kebanyakan, Criterion sengaja merilis desain baru yang lebih segar, estetik, dan punya kesan collectible (layak dikoleksi). Mereka juga melengkapi DVD dengan buklet berisi esai dan sejumlah detail menarik soal film itu. Kalau begini, kolektor dan sinefili mana yang tak kepincut?

3. Social media presence mereka gak kalah menarik

Taktik lain yang dipakai Criterion ialah memastikan kehadiran mereka di media sosial. Layaknya Letterboxd, konten mereka menarik dan segar. Selain merilis cuplikan film pilihan, Criterion kadang mengundang beberapa pesohor untuk mampir ke kloset mereka.

Kloset yang dimaksud merupakan sebuah ruang kubikal dengan rak penuh DVD rilisan mereka. Semua diurut berdasar abjad dan para pesohor tadi dipersilakan mencomot film favorit mereka. Tentunya itu dilakukan sambil memberikan penjelasan mengapa film itu dipilih. Semua tampak sederhana, tetapi insight para pegiat film (sutradara, aktor, sinematografer, dll.) ternyata jadi daya pikat tersendiri.

4. Melebarkan sayap dengan bikin layanan OTT

film The Adventures of Antoine Doinel karya François Truffaut (dok. Criterion/The Adventures of Antoine Doinel)
film The Adventures of Antoine Doinel karya François Truffaut (dok. Criterion/The Adventures of Antoine Doinel)

Taktik terakhir yang mereka pakai untuk mempertahankan relevansi tentu mengikuti teknologi. Gak bisa dimungkiri, tidak semua orang punya privilese untuk beli DVD mereka, apalagi buat para penikmat film yang berdomisili di luar Amerika Serikat. Sebagai solusinya, mereka turut meluncurkan layanan OTT bernama Criterion Channel.

Untuk saat ini, region yang mereka liputi masih terbatas. Untuk memfasilitasi penggemar film global yang tak bisa mengakses streaming platform eksklusif mereka, Criterion merilis beberapa filmnya di layanan OTT lain, macam MUBI, Tubi, Max, Kanopy, dan lain sebagainya. Ini semacam kompromi yang mereka lakukan untuk memasarkan eksistensi mereka di tengah keterbatasan.

Rasanya makin jarang, deh, melihat orang punya pemutar DVD. Bahkan, perangkat komputer masa kini sudah tak dilengkapi pemutar DVD. Namun, Criterion berhasil mempertahankan relevansi dan idealisme mereka di tengah gempuran rilisan digital. Kalau bisa dirangkum, kunci mereka: tahu cara mengisi celah pasar, mengenal betul target pasar mereka, dan membangun reputasi serta citra unik yang susah disaingi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us