Timo Tjahjanto Ibaratkan Adegan di Nobody 2 sebagai Home Alone Versi Dewasa

- Timo Tjahjanto menekankan pentingnya sikap percaya diri dalam menggarap film Hollywood.
- Di sisi lain, Timo juga berhati-hati dalam mengekspresikan dirinya agar tidak terlalu lepas.
- Ia menyebut Nobody 2 sebagai Home Alone versi "dewasa" dengan konsep unik yang langsung mencuri perhatian.
Jakarta, IDN Times – Sutradara kenamaan Indonesia, Timo Tjahjanto, yang dikenal lewat The Night Comes for Us (2018), May the Devil Take You (2018), The Big 4 (2022), dan The Shadow Strays (2024), kini menorehkan prestasi baru di Hollywood lewat Nobody 2 (2025). Nama Timo selama ini identik dengan koreografi laga brutal dan estetika visual memukau, sehingga debutnya di kancah internasional langsung mencuri perhatian.
Dalam wawancara daring usai special screening di CGV Grand Indonesia, Jakarta, pada Senin malam (11/8/2025), Timo mengungkap beberapa hal. Mulai dari kultur perfilman Hollywood hingga idenya untuk membuat adegan Home Alone versi "dewasa."
1. Timo sebut sikap PD jadi kunci utama untuk garap film Hollywood

Ketika ditanya bekal untuk mengarahkan Nobody 2, Timo menegaskan bahwa sikap percaya diri (pede) mutlak diperlukan. Apalagi, ia memimpin kru dan pemeran kelas dunia seperti Bob Odenkirk, Connie Nielsen, Christopher Lloyd, dan Sharon Stone.
"Attitude-nya harus PD, sih, karena di sini semua crew-nya dengerin banget ini sutradara maunya apa gitu. Dan cast-nya semua berbobot banget 'kan. Ada Sharon Stone, Connie Nielsen, Christopher Lloyd yang udah legendaris gitu. Jadi surreal ya, seorang Christopher Lloyd nunggu arahan lo yang dia sudah jadi legenda sebelum lo lahir," ucapnya.
Ia menambahkan kalau momen itu ibarat ujian yang harus dijalani dengan mantap. Menunjukkan keraguan di depan kru dan pemain hanya akan menurunkan kepercayaan mereka terhadap sutradara.
"Emang harus PD sih. Bahkan dalam kepedean lo, lo sebenernya enggak tau, 'Decision gua bener atau enggak,'" papar Timo.
2. Namun, Timo tetap hati-hati dalam mengekspresikan dirinya

Meski rasa percaya diri menjadi pondasi utama, Timo mengaku tetap menahan diri agar tidak terlalu lepas dalam berekspresi.
"Mungkin karena ini film pertama gue (di Hollywood), jadi gue lebih kayak hati-hati dalam mengekspresikan wewenang gue sebagai sutradara. Karena, of course sekali lagi gitu, lo kerja dengan orang-orang yang udah melegenda," imbuhnya
Bagi Timo, bekerja di Hollywood berbeda dengan proses syuting di Indonesia. Menurut Timo, profesionalisme di Hollywood berada pada level yang jauh lebih tinggi.
"Gue juga kadang-kadang masih ada Indonesia-nya gitu ya, jadi kayak legowo. Gue tahu bahwa perbedaannya syuting di Indonesia dengan crew gue dan cast-cast gue, kita udah seperti keluarga, kita udah seperti teman. Kalau di sini emang level profesionalismenya harus lebih tinggi aja, gitu. Tapi, sebenarnya mereka semua juga supportive, sih," tambah pria kelahiran Jerman ini.
Tak hanya itu, setiap detail juga dikerjakan dengan prosedur yang ketat, baik dari sisi kreatif maupun teknis.
"Mereka pasti bakal bilang gitu, kalau misalnya oke ini keren nih, 'Let's do this, we can do this.' Tapi kalau misalnya mereka bilang, 'We don't usually do that here,' misalnya (untuk) cara spesifik, yang unik, yang gue pake cuman di Indonesia. Sistem safety-nya mereka juga beda, sistem dari kreatif ke eksekusinya enggak langsung secepat di Indonesia," tuturnya.
3. Terang-terangan menyebut Nobody 2 sebagai Home Alone versi "dewasa"

Timo juga membawa ide unik yang langsung mencuri perhatian, yaitu menjadikan Nobody 2 seperti Home Alone versi "R-rated." Ia menyampaikan ide tersebut langsung kepada Bob Odenkirk, yang tak hanya jadi pemeran utama tetapi juga produser film ini.
"Jadi anggap aja Hutch Mansell (Bob) ini Kevin dari Home Alone, cuma dia udah gede. Dan dia punya, apa sih itu tadi, Dufan-nya sono lah, gitu. Dufan-nya mereka itu jadi kayak tempat buat bunuh-bunuhan," ungkap Timo.
Konsep ini awalnya direncanakan hanya di water park. Namun karena ruang kreatifnya terbatas mengingat lokasi itu hanya dapat memberi sedikit variasi dalam adegan pertarungan, Timo pun melebarkan idenya ke amusement park yang penuh wahana.
"Karena kita enggak mau stuck di water park doang. (Di) water park berapa teknik pembunuhan sih yang bisa lo lakukan? Kayaknya terbatas. So we expand jadi ke amusement park juga," terangnya.