Tren Millennials dan Gen Z soal Hiburan dan Hobi, Suka Nostalgia?

- Nostalgia menjadi tren utama dalam hiburan generasi Milenial dan Gen Z di Indonesia
- Kebangkitan teater musikal dan festival menjadi cara unik untuk menghubungkan generasi dengan pengalaman baru
- Media sosial memainkan peran penting dalam mengubah cara generasi Milenial dan Gen Z mengeksplorasi minat mereka
Setiap tahunnya, terjadi perubahan signifikan dalam tren hiburan dan hobi. Termasuk sepanjang 2024 menuju 2025. Terkadang pergeseran ini terjadi begitu halus sehingga tak disandari, namun terasa begitu nyata dampaknya.
Indonesia Millennial Gen Z Report 2025 memetakan ciri khas, mintar, dan kecenderungan generasi Millenials dan Genz dalam bidang entertainment dan hobi.
1. Kembalinya gelora semangat nostalgia dari film dan musik jadul di kalangan Millenials dan Gen Z

Nostalgia terlihat jelas memiliki pengaruh yang besar bagi generasi Milenial dan Gen Z di Indonesia tahun ini, terutama dalam bidang hiburan. Tak hanya tren sesaat, nostalgia menjadi cara bagi generasi masa kini untuk terhubung dengan media yang digemari.
Hal ini terlihat dari kesuksesan banyaknya film hingga musik yang diremake hingga dihidupan kembali di 2024.
Banyak masyarakat muda yang merasakan keterikatan nostalgia dengan film hingga musik jadul

Sekitar 70 persen dari generasi ini merasakan ikatan yang kuat dengan film jadul, 68 persen dengan musik, dan 60 persen dengan acara TV. Angka ini menunjukkan adanya ikatan emosional yang mendalam dengan media dari masa lalu mereka.
Menonton ulang film klasik atau acara TV lama memberikan kenyamanan dan mengenang masa muda mereka, terutama dengan bantuan platform streaming yang membuat karya-karya ini lebih mudah diakses dengan sentuhan modern. Salah satu franchise lawas yang menunjukkan kesuksesan di era masa kini adalah IP Keluarga Cemara.
"Cerita ini telah bertahan lintas generasi, yang sangat menginspirasi dan menunjukkan betapa berharganya keluarga dan nostalgia bagi orang Indonesia terkait acara-acara yang mereka tonton sejak kecil. Kami tidak perlu banyak menjelaskan tentang premis acara ini karena semua orang sudah mengenalnya dan bersemangat untuk melihat bagaimana kami mengadaptasi cerita ini dalam konteks masa kini. Sangat penting untuk membuat adaptasi ini relevan, sehingga audiens baru yang tidak mengenal versi aslinya tetap bisa terhubung dengan cerita ini." — ungkap Pasha Prakasa, Sutradara dan Koreografer Musikal Keluarga Cemara, salah satu adaptasi terbarunya.
Namun, konten segar atau perpaduan nostagia dan sesuatu yang fresh juga didambakan

Namun, selain nostalgia, ada pula dorongan yang semakin kuat untuk menyeimbangkannya dengan konten baru. Sekitar 58 persen dari millenials dan gen z menyukai adaptasi baru dari media lama, sementara 56 persennya menyambut kebangkitan kembali karya lama. Akan tetapi 34 persen merasa kewalahan dengan banyaknya konten nostalgia.
Hal ini menunjukkan adanya permintaan akan cerita baru yang inovatif, yang bisa memadukan kenyamanan nostalgia dengan ide-ide segar. Pembuat konten perlu berhati-hati karena terlalu banyak mengandalkan nostalgia dapat menyebabkan kejenuhan di kalangan penonton.
"Nostalgia adalah bagian besar dari alasan mengapa orang menyukai musik. Musik membawa kembali kenangan dan memungkinkan orang untuk terhubung kembali dengan masa lalu mereka. Di Pestapora, kami menciptakan ruang di mana penggemar bisa menikmati musik yang paling berarti bagi mereka." — Kiki Aulia Ucup, Co-Founder Boss Creator, promotor festival musik Pestapora yang kerap memadukan nostalgia dengan aksi-aksi fresh baru.
2. Bangkitnya Teater Musikal Indonesia: Berkat Sosmed dan Fans Setia

Panggung teater kembali menggelar pertunjukan di Jakarta sejak akhir 2022. Di tahun 2024, semakin banyak pertunjukan teater merajalela di Jakarta yang melahirkan inovasi baru.
Tak bisa dipungkiri jika media sosial berperan besar untuk memperkenalkan kembali teater musikal. Selain itu, saat ini teater musikal sudah memiliki penikmat yang loyal. Simak penjelasan selengkapnya!
Keluarga Cemara dan pertunjukan lain yang lagi hype

Teater musikal di Jakarta bangkit lewat judul Rent dan Cek Toko Sebelah pada tahun 2022. Tidak berhenti berkembang, Ken Dedes dan Chocolate Factory kembali menuai sorotan di tahun 2023.
Semakin berani, di tahun 2024, kelompok teater mulai menyajikan pertunjukan yang inovatif untuk penonton. Contohnya Musikal Keluarga Cemara yang dilahirkan oleh Visinema.
Teater musikal ini mengadaptasi cerita buatan Arswendo Atmowiloto yang dikemas ke dalam 30 pertunjukan selama 25 hari. Meski sempat khawatir, ternyata tiket pertunjukan yang digelar di Ciputra Artpreneur itu terjual habis.
"Aku sangat gugup. Minggu pertama sangat intense. Tapi setelahnya, orang-orang mulai datang. Tiket terjual habis di situs mitra kami. Di dua minggu terakhir, tiket benar-bener sold out," ungkap Pasha Prakasa, Sutradara dan Koreografer Musikal Keluarga Cemara.
Media sosial bikin teater musikal naik daun!

Tak bisa dipungkiri jika media sosial berperan penting dalam kebangkitan teater musikal saat ini. Tim produksi memanfaatkan Instagram dan YouTube untuk menjangkau penonton baru.
"Ini adalah pengingat tentang kemungkinan tak terbatas untuk berkembang dan tumbuh menggunakan berbagai platform dan menciptakan format konten beragam," jelas Aulion, konten kreator dan penginisiasi Musikal Dangdut Kukejar Kau Sayang.
Di sisi lain, dukungan pemerintah untuk menciptakan fasilitas memadai sangat penting. Terlebih karena euforia yang dirasakan penonton bisa tersampaikan dengan sempurna jika hadir secara langsung.
"Itu sebabnya kita membutuhkan lebih banyak tempat yang layak untuk meningkatkan kualitas pertunjukan teater," tutur Naya Anindita, Sutradara Serial Musikal Nurbaya dan Payung Fantasi.
Teater musikal Indonesia selalu punya fans setia

Kemajuan teknologi dan penggunaan sosial media ternyata tidak selalu memberikan dampak positif. Maraknya platform menonton online yang legal dan ilegal membuat masyarakat terbiasa menikmati konten secara gratis.
Sementara itu, untuk menyaksikan teater musikal secara langsung, penonton harus mengeluarkan uang yang beragam. Namun, Aulion menyadari jika teater musikal memiliki penonton setia yang bersedia membayar untuk menikmati pengalaman teater.
Terlebih lagi, menikmati kolaborasi musik dan akting secara langsung di depan panggung adalah pengalaman yang unik. Momen imersif ini akan berbeda jika disaksikan melalui media sosial.
Kebangkitan teater musikal sudah mendapat dukungan dari konten kreator dan filmmaker Indonesia. Saat ini, peran pemerintah tentu akan menjadi angin segar bagi kelompok teater Indonesia.
3. Alasan Konser Musik dan Lagu Viral Jadi Tren di Media Sosial

Sejak COVID-19 tak lagi membatasi ruang gerak masyarakat di tempat umum, konser-konser musik menggeliat dengan banyaknya musisi luar negeri yang konser di Indonesia, ditambah festival-festival musik berskala besar yang gak kalah ngetren.
Selain itu, perkembangan musik di media sosial juga makin pesat dengan makin digemari platform-platform seperti YouTube, Instagram, hingga TikTok dengan tren-tren baru yang muncul.
Hal ini tak terlepas dari dorongan Gen Z dan Milenial, yang menjadikan konser musik sebagai gaya hidup dan memiliki sebuah arti penting di kehidupan mereka.
Banyaknya permintaan konser live didorong oleh minat tinggi Milenial dan Gen Z

Skena musik di Indonesia terbukti banyak digerakkan oleh penonton-penonton muda. Survei membuktikan sebanyak 52 persen penonton konser berusia 17–25 tahun, sementara 32 persen berusia 26–35 tahun. Hasil ini membuktikan bahwa Gen Z dan Milenial menjadi orang-orang yang paling antusias menghadiri konser musik.
Banyaknya konser-konser musik yang digelar di Indonesia, juga mungkin dipengaruhi oleh tingginya permintaan kuat dari penonton. Sebanyak 68 persen koresponden mengaku datang ke konser musik sebanyak 1–3 kali dalam setahun terakhir. Hal ini mencerminkan pentingnya musik dan hiburan dalam kehidupan mereka.
Banyaknya konser dan keinginan kuat untuk menghadirinya, juga berpengaruh terhadap harga tiket yang mampu dibeli oleh penonton. Sebanyak 5i persen koresponden mengaku lebih suka menghabiskan kurang dari Rp1 juta untuk sebuah tiket konser. Keinginan membeli tiket konser dengan harga murah ini menunjukkan biaya tetap jadi pertimbangan utama, di balik minat besar untuk datang ke konsernya.
Menurut Riandika Winandatama, Co-Founder dan Kepala Bisnis Boss Creator, menjual tiket konser dengan harga murah merupakan salah satu strategi dan keunggulan Pestapora, dalam menyatukan orang dari berbagai kalangan di sebuah festival musik.
"Kami di Pestapora menganggap keterjangkauan lebih dari sekadar strategi, ini adalah keunggulan kami. Dengan menjaga harga tetap terjangkau, kami tidak hanya mengisi area, tetapi juga menyatukan orang dari berbagai kalangan untuk merayakan keragaman musik Indonesia," katanya.
Lagu dengan sentuhan emosi yang dekat dengan pengalaman pribadi pendengar jadi yang paling diminati

Tak bisa dipungkiri kalau media sosial memang mengubah industri musik. Saat ini, mendengarkan musik bukan hanya dijadikan sebagai kepuasan pribadi, tapi juga sebagai ungkapan identitas publik.
Bagi Milenial dan Gen Z, media sosial seperti Instagram dan TikTok bukan hanya sekadar aplikasi berbagi, tetapi juga sudah menjadi media atau panggung tempat mereka menunjukkan selera musik kepada khalayak.
Triari Senawirawan, Country Managing Director di Warner Music Group Indonesia, mengungkapkan bahwa saat ini artis bukan hanya menjadi seorang musisi, tapi juga konten kreator demi mengenalkan musik dan juga melakukan interaksi kepada penggemar mereka. Salah satu cara untuk melakukan interaksi yang unik dan menarik dalam mengenalkan musik adalah dengan live streaming.
"Media sosial penting untuk membangun koneksi lebih dalam dengan penggemar. Tidak lagi hanya tentang mempromosikan lagu, tetapi juga tentang keterlibatan penggemar. Live streaming memberikan cara real-time bagi artis untuk terhubung langsung dengan penggemar, menciptakan interaksi unik," kata Triari.
Yura Yunita saat membawakan lagu Dewa 19 berjudul "Risalah Hati" dengan penuh emosi, berhasil menciptakan salah satu tren viral yang disebut Gak Bisa Yura. Tren ini menciptakan banyak meme, remix video, hingga hashtag #GakBisaYura yang menjadi sarana bagi warganet untuk berbagi cerita perjuangan mereka.
Lagu "Gala Bunga Matahari" milik Sal Priadi yang dirilis pada Juni 2024 lalu, jadi viral karena menceritakan tentang cinta, kehilangan, dan kerinduan yang bisa turut dirasakan oleh para pendengarnya. Lagu ini dengan cepat jadi viral di TikTok, sebagai lagu untuk mengekspresikan perasaan rindu untuk orang tersayang.
Dibintangi Gempita Nora Marten, video klip lagu tersebut berhasil mencapai 1 juta penonton dalam satu hari dan menjadi trending di YouTube. Hingga Agustus 2024, lagu ini juga sudah diputar lebih dari 63 juta kali di Spotify dan digunakan dalam lebih dari 205 ribu video di TikTok.
Tren media sosial juga membuat pendengar musik bukan lagi sebagai pendengar pasif, melainkan jadi pendengar aktif. Khususnya Gen Z, mereka turut terlibat mempromosikan lagu-lagu dengan membuat remix hingga cover, yang menjadikan mereka sebagai co-creator untuk mendongkrak popularitas musik.
Dua tren dari lagu yang dibawakan musisi tersebut, menunjukkan bahwa generasi muda saat ini bukan hanya mencari konten musik yang asli, melainkan juga yang mencerminkan tentang pengalaman hidup mereka. Baik itu tentang kebahagiaan, patah hati, maupun tantangan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Musisi yang berpotensi mencuri perhatian di 2025

Pada separuh akhir tahun 2024 ini, Bernadya berhasil menjadi perhatian dunia musik Indonesia dengan album debut bertajuk Sialnya, Hidup Harus Tetap Berjalan. Lagu andalannya seperti "Satu Bulan" berhasil menceritakan emosi dari momen perpisahan, sehingga membuat banyak orang merasakan keterikatan emosi dari lagu tersebut.
Kemampuannya dalam mengekspresikan emosi dari lagu tersebut, ditambah kolaborasi dengan musisi lain seperti Petra Sihombing, membuat Bernadya mampu memecahkan rekor sebagai musisi Indonesia pertama, yang tembus 2 juta stream dalam satu hari di Spotify.
Meski begitu, Bernadnya gak mau mengikuti arus industri musik mainstream. Ia berpegang teguh pada caranya menyampaikan musik dan melakukan interaksi langsung dengan penggemar, dibanding melakukan promosi yang dipaksakan. Bagi Bernadya, media sosial bukan hanya sebagai media untuk promosi, tapi juga sarana penghubung kepada penggemarnya.
Kesuksesan Bernadya menyentuh hati para pendengar lewat sebuah musik, tak lepas dari originalitas yang ia utamakan. Ia bisa mendapat inspirasi dari mana saja, bisa dari kisah pribadi, film, buku, hingga obrolan sehari-hari. Bagaimanapun, inspirasi yang diambil ia gunakan untuk membentuk musiknya tanpa kehilangan jati diri bermusiknya.
"Bagi saya, originalitas berarti tetap setia pada diri sendiri, meskipun itu berarti tidak mengikuti struktur atau formula yang diharapkan semua orang. Lagu-lagu saya mungkin tidak selalu memiliki chorus yang mudah diingat, tetapi mereka menceritakan sebuah kisah, kisah saya, dan itulah yang paling penting bagi saya. Saya selalu mengingatkan diri bahwa meskipun angka itu penting, mereka tidak boleh menentukan arah musik saya," ujar Bernadya.
Tentunya Bernadnya merupakan salah satu musisi yang berpotensi mencuri perhatian di sisa tahun 2024 hingga 2025. Nama-nama lain seperti Sal Priadi, Mahalini, Lyodra, hingga Nadin Amizah, akan terus mempopulerkan karya mereka menjadi salah yang terbaik di masa yang akan datang.
4. Konten Kreator Pengaruhi Milenial dan Gen Z Liburan, Ini Faktanya!

Tahu gak sih, ketika memilih destinasi perjalanan, Milenial dan Gen Z di Indonesia lebih fokus sama tiga faktor ini lho! Pertama, biaya adalah pertimbangan paling penting, menunjukkan preferensi kuat terhadap opsi perjalanan yang terjangkau. Tren ini konsisten dengan perilaku pengguna TikTok global, yang sering mencari cara dan penawaran perjalanan ramah anggaran.
Kedua, mereka menunjukkan minat pada tujuan dengan keindahan alam dan kesempatan untuk kegiatan luar ruangan, mencerminkan minat yang meningkat terhadap ekowisata. Lalu ketiga, memprioritaskan kemudahan dan kenyamanan dalam mencari informasi seputar destinasi yang hendak di tuju!
Oleh karena itu, mencari inspirasi liburan kini lebih dipengaruhi oleh rekomendasi konten kreator

Berdasarkan tiga hal tersebut, diketahui ternyata Milenial dan Gen Z, terutama di Indonesia, lebih suka mencari inspirasi liburan dari konten-konten yang dibuat oleh kreator di platform seperti TikTok maupun Instagram Reels.
Tiket.com, adalah salah satu brand yang telah berhasil memanfaatkan momen ini melalui konten yang dihasilkan pengguna dan kemitraan dengan kreator konten. Sehingga, menempatkan mereka di garis depan perubahan budaya perjalanan.
"Ide tentang 'momen perjalanan viral' menjadi lebih penting sekarang, dengan destinasi-destinasi yang di-trending-kan di TikTok oleh para konten kreator. Fenomena ini sekaligus menjadi penanda bahwa konten yang dihasilkan oleh para kreator menandakan perubahan mendasar dalam cara para generasi milenial dan gen Z menentukan itinerary atau memutuskan untuk liburan ke suatu tempat. Ini menunjukkan bahwa para traveler muda saat ini memprioritaskan otentisitas dan keterhubungan, terlibat dengan konten pengalaman nyata daripada iklan komersial yang dipoles," kata Gaery Undarsa
Co-Founder & CMO of tiket.com dalam IMGR 2025.
Kreator konten memiliki peran yang semakin besar dalam keputusan liburan Milenial dan Gen Z. Pengaruh mereka signifikan, dan bekerja sama dengan kreator populer terbukti efektif untuk merek yang ingin menjangkau audiens muda.
Konten autentik dan menarik dapat dihasilkan melalui pos bersponsor, seri perjalanan kolaboratif, dan kemitraan eksklusif dengan kreator. TikTok, khususnya, telah berubah menjadi mesin pencari yang kuat untuk perjalanan, mengubah cara generasi muda menemukan dan merencanakan perjalanan.
Milenial penjelajah sejati, sedang Gen Z suka kecepatan

Hasil survei dari Indonesia Milenial and Gen Z Report 2025 pun menunjukkan bahwa responden 4,1 kali lebih mungkin mencari inspirasi perjalanan dari kreator konten selama perjalanan mereka. Milenial adalah penjelajah sejati, sementara Gen Z cenderung mencari kecepatan dan visibilitas sosial.
Mereka menginginkan pengalaman yang mendalam, membenamkan diri dalam budaya dan sejarah lokal. Milenial lebih memilih tujuan yang menawarkan peluang pertumbuhan pribadi, seringkali memilih tempat yang kurang dikenal.
Tren 'momen perjalanan viral' semakin penting, dengan destinasi yang trending di TikTok menjadi lokasi wajib dikunjungi bagi traveler muda. Pergeseran ini menuju konten yang dihasilkan pengguna menunjukkan perubahan dalam cara pilihan perjalanan dibuat, dengan fokus pada otentisitas dan keterhubungan. Para pelancong muda lebih tertarik pada konten pengalaman nyata daripada iklan komersial yang dipoles.
Perkembangan Paylater juga mengubah definisi berlibur di kalangan Milenial dan Gen Z
Teknologi keuangan juga mengubah cara Milenial dan Gen Z memandang perjalanan lho. Layanan 'Beli Sekarang, Bayar Nanti' alias Pay Later memungkinkan traveler muda memesan perjalanan tanpa beban pembayaran penuh yang segera. Ini sejalan dengan kebiasaan keuangan mereka yang mengutamakan fleksibilitas.
"Pay Later telah menjadi pengubah permainan bagi industri perjalanan, terutama bagi traveler muda yang melihat perjalanan sebagai gaya hidup dan kini semakin banyak bertualang. Meskipun ini membuat perjalanan lebih terjangkau, hal ini juga membawa tanggung jawab untuk memastikan pengeluaran yang bijaksana," kata Gaery Undarsa.
Memahami nuansa generasi ini sangat penting bagi bisnis perjalanan yang ingin menarik perhatian para milenial dan Gen Z, terutama dalam konteks pergeseran menuju pariwisata lokal dan berkelanjutan.
5. Terungkap, Ternyata Milenial dan Gen Z Bikin Itinerary Pakai TikTok!

Sadar gak sih, kalau TikTok udah ngubah cara Generasi Milenial dan Gen Z bikin itinerary traveling? Yes, TikTok kini berfungsi sebagai sumber cari inspirasi tempat-tempat mana aja yang mau dikunjungi pas liburan nanti.
Gak cuma itu, di TikTok, kini Generasi Milenial dan Gen Z pun bisa cari-cari informasi akomodasi, kayak penerbangan murah dan terjangkau yang bisa mencapai 17 juta tampilan, sewa mobil atau motor hingga hotel murah. Bahkan nih ya, atraksi-atraksi apa aja yang mau dikunjungi pas sama di tempat tujuan juga bisa dicari di platform short video ini.
Fenomena ini gak lepas dari masifnya konten soal traveling yang mudah dicari di Tiktok
Saat ini, 40% responden Gen Z bahkan lebih memilih TikTok dan Instagram untuk pencarian terkait informasi traveling dibandingkan mesin pencari tradisional. Fenomena baru ini ternyata gak lepas dari masifnya volume konten-konten di kedua platform termasuk TikTok. Dengan 64 juta video diunggah setiap hari pada tahun 2024, gak heran sih kalau banyak yang lebih milih buka TikTok buat cari inspirasi bikin itinerary.
Generasi masa kini menganggap, platform UGC based on short video kayak TikTok ini sebagai sumber yang sangat otentik dan seringkali mengandalkannya sebelum menggunakan mesin pencari lainnya. TikTok telah menjadi platform utama untuk inspirasi bikin itinerary, menawarkan berbagai visual menakjubkan dan tips praktis.
Gak cuma jadi konsumen, Milenial dan Gen Z pun terlibat aktif dalam konten traveling di TikTok

Dampak TikTok terhadap perencanaan itinerary di generasi masa kini pun tercatat sangat signifikan. Pengguna tidak hanya mengonsumsi konten secara pasif, tetapi juga aktif terlibat dengan video yang mempengaruhi pilihan mereka.
Liburan santai adalah kategori paling banyak dicari, menyumbang 66% dari semua pencarian terkait perjalanan di platform. Kategori lain seperti liburan kota dan petualangan juga menunjukkan minat tinggi, mencerminkan bagaimana generasi muda membuat keputusan konkret tentang perjalanan mereka..
TikTok memacu bagaimana Milenial dan Gen Z bikin itinerary sebelum liburan!
Selain itu, TikTok membantu mengubah mimpi perjalanan menjadi kenyataan, terutama untuk liburan luxury. Konten di platform ini memberikan inspirasi bagi pengguna untuk merencanakan pengalaman yang lebih spesifik dan mendetail. Tren ini menunjukkan bahwa pengguna semakin aktif dalam merencanakan perjalanan yang mereka inginkan. TikTok bukan hanya tempat untuk mencari inspirasi, tetapi juga untuk merencanakan detail perjalanan.
Di Indonesia, survei menunjukkan bahwa 67% Milenial dan Gen Z yang merencanakan itinerary dalam 12 bulan ke depan, menggunakan TikTok untuk berbagi pengalaman atau mencari rekomendasi. Ini menyoroti peran ganda TikTok sebagai pusat inspirasi dan platform berbagi bagi pelancong.
Brand-brand yang berkaitan dengan traveling pun memiliki kesempatan emas untuk terlibat dengan audiens ini dengan menciptakan konten yang sesuai. Sangat penting bagi pemasar untuk menyesuaikan strategi mereka dengan perilaku pengguna agar dapat menarik perhatian para pelancong yang melek digital.
Dengan semakin meningkatnya peran TikTok dalam perencanaan perjalanan, brand dan marketing harus memahami tren ini. Menyelaraskan strategi pemasaran dengan preferensi dan kebiasaan pengguna di TikTok akan sangat penting.
Menggunakan konten yang relevan dan menarik dapat membantu merek menarik perhatian dan menciptakan koneksi yang lebih kuat dengan audiens. TikTok jelas telah menjadi kekuatan utama dalam mempengaruhi cara generasi muda merencanakan dan menikmati traveling masa kini.
6. Kupas Sinema Indonesia: Horor, Podcast ke Film, dan Binge-Watching

Sinema Indonesia selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Saat ini, masyarakat Indonesia cenderung menyukai film bergenre horor, aksi, romantis, dan komedi.
Film Agak Laen tak diduga mencetak sejarah di tahun 2024. Selain itu, tren menonton secara binge-watching dianggap menyenangkan, tapi juga adiktif.
Laga, romansa, dan tawa, inilah ragam genre film favorit Indonesia

Komedi, romantis, dan aksi adalah tiga genre favorit Millenial dan Gen Z di Indonesia. Namun, perkembangan film horor Indonesia di tahun 2024 melampaui genre lain. Terlebih lagi dengan minimnya budget, film horor cenderung meraup keuntungan lebih banyak.
Penonton cenderung menyukai kisah supernatural yang melibatkan pengalaman manusia. Maka tak mengherankan film, seperti Vina: Sebelum 7 Hari dan Badarawuhi di Desa Penari meraup jumlah penonton cukup tinggi.
Selain itu, kisah yang beresonansi dengan budaya dan legenda urban juga menarik minat, contohnya Siksa Kubur dan Kereta Berdarah. Akan tetapi, menjamurnya film horor berpotensi menyebabkan kebuntuan kreativitas.
Kehadiran film Agak Laen yang menggabungkan horor dan komedi menjadi angin segar. Tidak selalu bergantung pada horor, tapi genre lain juga menghasilkan film yang menjanjikan, seperti Jatuh Cinta seperti di Film-Film, The Architecture of Love, dan Ancika: Dia yang Bersamaku 1995.
Berawal dari podcast, Agak Laen jadi film Indonesia terlaris

Boris Bokir, Indra Jegel, Oki Rengga, dan Bene Dion berusaha terhubung dengan penggemar melalui podcast Agak Laen saat pandemik. Siapa sangka jika podcast tersebut justru sukses saat difilmkan.
"Kami tidak pernah mengantisipasi respons seperti ini," ungkap Muhadkly Acho, penulis naskah Agak Laen.
Chemistry para pengisi deretan artis di atas menjadi daya tarik utama. Ernest Prakasa dan tim produksi berhasil memanfaatkan peluang dan menjadikan Agak Laen sebagai film Indonesia kedua terlaris sepanjang masa.
Konten orisinal dan inovasi dalam sinema Indonesia ternyata masih menjadi hal yang penting. Ketulusan aktor dan tim Agak Laen untuk berkarya, serta terhubung dengan penonton juga membuahkan hasil positif.
"Ini menunjukkan bahwa ada keinginan untuk (karya) orisinal, dan jika kamu membuat sesuatu dengan ketulusan dan orisinil, orang-orang akan merasa terhubung," lanjut Muhadkly Acho.
Tren binge-watching, menyenangkan tapi adiktif

Menurut Indonesia Millenial and Gen Z Report 2025, 40% Millenial dan Gen Z rutin menonton beberapa episode dalam sekali duduk alias binge watching. Tak terduga, 46% diantaranya sering melakukan binge-watching.
Sementara, 28% orangtua menganggap binge-watching sebagai sarana membangun quality time bersama anak-anak mereka. Penonton bebas memilih waktu, tempat, serta tayangan apa yang ingin mereka saksikan.
Sesuai ekspektasi, 40% responden mengaku senang menonton binge-watching. Akan tetapi, 49% responden merasa adiktif sehingga kehilangan momen untuk bersosialisasi.
"Semua ini tergantung keseimbangan antara menikmati tayangan favoritmu dan tetap menjaga gaya hidup sehat. Entertainment seharusnya memperkaya hidup kita, bukan membebani," ungkap Putri Silalahi, Head of PR, Netflix Indonesia.
Sinema Indonesia akan selalu berevolusi seiring dengan perkembangan zaman. Kreativitas dan orisinalitas masih menjadi faktor penting untuk berkarya.
7. Podcast Audio Visual Dominasi Tren Baru di Media Indonesia

Sejak awal kemunculannya, perkembangan media sosial memang terus melesat. Perlahan-lahan media sosial menjadi salah satu media yang sangat digemari oleh generasi muda, menyingkirkan media-media lainnya.
Hal ini juga turut membawa perubahan dalam perkembangan podcast dan minat masyarakat dalam menikmati tayangan video. Kini, podcast berkembang dengan fitur audio visualnya, sementara tayangan video berdurasi pendek lebih diminati masyarakat terutama menjelang tahun 2025 ini.
Millenial dan Gen Z Indonesia dorong perkembangan tren podcast dan video pendek

Di Indonesia sendiri, tren podcast dan video pendek perkembangannya didorong oleh generasi Millenial dan Gen Z. Dengan hadirnya berbagai platform siaran podcast, para penikmatnya yang kebanyak dari dua generasi tersebut bisa merasakan fleksibilitas saat mendengarkannya.
Mereka bisa mendengarkannya saat dalam perjalanan baik dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, atau saat sedang di rumah sambil melakukan berbagai aktivitas sehari-hari.
Podcast bukan lagi hanya narasi audio melainkan sudah jadi konten audio visual

Yang menarik dari perkembangan terkini podcast, ialah konsep audio visual yang telah diterapkan dan menjadi tren di kalangan Millenial dan Gen Z.
Kehadiran platform berbagi video seperti YouTube turut mendukung format baru podcast. Salah satu konten kreator yang memulai tren podcast audio visual di Indonesia ialah Deddy Corbuzier. Ia melalui channel YouTube-nya memadukan percakapan yang mendalam ala podcast kasual, namun dipadukan dengan konten visual yang dinamis.
Visual dalam podcast sendiri hadir bukan hanya sebagai hiburan, melainkan memperjelas dialog yang bermakna dan memiliki perspektif yang beragam.
Kebiasaan konsumsi podcast di kalangan Millenial dan Gen Z Indonesia

Dalam menikmati podcast, kalangan Millenial dan Gen Z memiliki kebiasaan tertentu. Waktu pagi antara pukul 07.00 hingga 09.00 menjadi salah satu puncak waktu utama. Sebanyak 46 persen dari mereka memilih memulai hari dengan mendengarkan podcast, di sela perjalanan atau rutinitas pagi.
Sementara itu, waktu puncak lainnya terjadi di sore hari antara pukul 17.00 hingga 20.00. Di mana, sebanyak 39 persen responden memilih mendengarkan podcast saat perjalanan pulang atau saat bersantai setelah seharian melakukan aktivitas.
8. Tren Video Pendek di Indonesia: Sudah Jadi Norma Baru?

Gak bisa dipungkiri, konten video di Indonesia sedang berkembang pesat dengan baik dan memiliki potensi yang menjanjikan, terutama menjelang 2025. Saat ini, kalau kamu mengamati secara saksama, Indonesia telah menyambut perkembangan konten video terutama yang berformat pendek.
Platform seperti TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts mendefinisikan ulang arti menarik perhatian audiens. Platform-platform ini menggeser perspektif konsumen konten menuju video yang lebih pendek dan padat yang mudah dibagikan dan cepat viral.

Outlook Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2023/2024 bahkan menyoroti bahwa format ini (video pendek) udah lebih dari sekadar tren. Ya, video pendek udah semacam norma baru bagi para generasi muda terutama, Milenial dan Gen Z Indonesia berinteraksi di media.
Pergeseran menuju konten singkat ini mendorong kreator untuk berpikir di luar kebiasaan, berinovasi secara konstan, dan beradaptasi dengan lanskap digital yang bergerak cepat.
Pendapatan di pasar Musik, Radio & Podcast Indonesia diperkirakan akan mencapai 379,1 juta dolar AS pada tahun 2024, dengan pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 3,84 persen, mencapai sekitar 457,6 juta dolar AS pada tahun 2025.
9. Potensi ekonomi luar biasa di bidang gaming, baik dari development hingga para pemainnya

Game menjadi salah satu komponen penting dalam ekonomi kreatif. Pertumbuhannya terbilang luar biasa. Tingkat belanja global pada 2020, misalnya, melonjak ke angka 205 miliar dolar AS (sekitar 3,1 triliun rupiah). Menurut IBISWorld, pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan permintaan selama pandemik COVID-19.
Proyeksi pasar menyebut, pertumbuhan ini dapat meroket secara global hingga mencapai 665,7 miliar dolar AS (sekitar 10,3 triliun rupiah) pada 2030. Ketua Asosiasi Game Indonesia (AGI) 2019—2024, Cipto Adiguno, juga membeberkan, Indonesia menghabiskan 25—30 triliun rupiah untuk industri game. Ini terjadi karena dukungan pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita, dan popularitas game yang meningkat.
Sektor game mengalami pertumbuhan, tetapi 99,5 persen penghasilan mengalir ke luar negeri

Istilah main bareng (mabar) bahkan bukan lagi hal asing di Indonesia. Konsep ini belakangan dianggap sebagai gerakan sosial. Sejumlah game populer, seperti Mobile Legends: Bang Bang dan PUBG Mobile, telah menjadi pusat sosial tempat komunitas terbentuk. Game dapat menjadi medium untuk membina hubungan dan menyatukan orang-orang.
Kendati demikian, 99,5 persen dari kisaran belanja Indonesia di industri game tidak mengalir kepada produk-produk dalam negeri. Orang Indonesia rupanya lebih banyak memainkan game-game dari luar negeri. Beberapa yang populer selain Mobile Legends: Bang Bang dan PUBG Mobile, di antaranya: Roblox, My Supermarket Simulator 3D, dan Free Fire.
Geliat development game asal Indonesia

Indonesia sendiri telah menyadari potensinya dalam industri yang sedang berkembang pesat ini. Indonesia bahkan giat memproduksi konten game. Hingga Januari 2024, Indonesia telah menyumbangkan 256 game kepada platform Steam. Menurut Virtual SEA, jumlah itu menjadikan Indonesia negara terdepan di Asia Tenggara.
Industri game di Indonesia memang sedang mengalami peningkatan yang luar biasa. Ia dengan cepat memantapkan diri sebagai salah satu pasar digital paling dinamis di Asia Tenggara. Dengan populasi muda dan penggunaan smartphone yang meluas, mobile gaming telah menjadi primadona. Ia berkembang lebih dari sekadar hiburan.
Gaming jadi salah satu daya tarik di bidang kreatif

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melalui Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf) kemudian berusaha menjawab tantangan itu dengan menampilkan bakat lokal yang dapat memacu pertumbuhan industri.
Mereka bekerja sama dengan AGI dan Good Game Well Played (GGWP) untuk menyelenggarakan pameran game terbesar di Indonesia yang terwujud dalam Baparekraf Game Prime 2024. Melalui inisiatif seperti ini, Indonesia berharap dapat meningkatkan daya tarik industri game lokal untuk memastikan sebagian besar pendapatan tersalurkan ke dalam negeri.
10. Menemukan kembali semangat hidup dalam hiburan dan hobi

Bisa disimpulkan bahwa nostalgia menjadi salah satu ciri khas dalam minat hiburan generasi Milenial dan Gen Z di Indonesia saat ini. Keterikatan mereka dengan film, musik, dan acara TV dari masa kecil bukan hanya sekadar tren sesaat. Hal ini memberikan rasa nyaman dan kebersamaan di tengah dunia yang bergerak cepat.
Platform streaming dan media-media remake memudahkan konten-konten lawas ini untuk diakses. Hal ini yang memungkinkan generasi masa kini menghidupkan kembali masa lalu sambil tetap terlibat dengan masa kini. Meski begitu, mereka juga haus akan konten baru dan cerita-cerita yang mencerminkan realitas mereka saat ini. Sehingga menggabungkan nostalgia dengan inovasi untuk menjaga segala sesuatunya tetap menarik dan relevan.
Berbagai bentuk hiburan langsung di panggung kembali diminati

Selain film dan musik, hiburan langsung juga kembali digemari dan bahkan jadi cara unik untuk menghubungkan generasi. Kebangkitan teater musikal dan festival, seperti Musikal Keluarga Cemara dan Pestapora, adalah contoh dari memanfaatkan perpaduan antara yang lama dan yang baru.
Bukan sekadar pertunjukan, acara-acara ini adalah tonggak budaya, yang menyatukan orang-orang melalui kenangan bersama dan pengalaman baru. Nostalgia menggerakkan daya tarik ini, namun kemampuan untuk menafsirkan ulang cerita-cerita inilah yang menjadikannya begitu kuat bagi penikmat konten masa kini. Pertunjukan langsung menjadi momen kebahagiaan dan keterhubungan bersama.
Media sosial telah mengubah cara Milenial dan Gen Z mengeksplorasi minat mereka. Platform seperti TikTok dan Instagram telah menjadi ruang untuk belajar, kreativitas, dan berbagi pengalaman. Baik itu musik yang viral atau tren perjalanan yang lagi ramai, hiburan tidak lagi menjadi sesuatu yang pasif.
IDN menggelar Indonesia Millennial and Gen-Z Summit (IMGS) 2024, sebuah konferensi independen yang khusus diselenggarakan untuk dan melibatkan generasi Milenial dan Gen Z di Tanah Air. Dengan tema Catalyst of Change, IMGS 2024 bertujuan membentuk dan membangun masa depan Indonesia dengan menyatukan para pemimpin dan tokoh nasional dari seluruh nusantara.
IMGS 2024 diadakan pada 22–23 Oktober 2024 di The Tribrata Dharmawangsa, Jakarta. Dalam IMGS 2024, IDN juga meluncurkan Indonesia Millennial and Gen-Z Report 2025. Survei ini dikerjakan oleh IDN Research Institute bekerja sama dengan Populix sebagai Research Partner. Melalui survei ini, IDN menggali aspirasi dan DNA Milenial dan Gen Z Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh:
- Aulia Supintou
- Muhammad Bimo Aprilianto
- Indra Zakaria
- Nurul Triadanti
- Gagah N. Putra