5 Tipe Ayah dalam Diri Seon Gyu dari Perspektif Psikologis di Dear X

- Ayah sebagai ancaman: sumber ketakutan yang menjadi penggerak kontrol. Baek Seon Gyu bukan figur pelindung, tetapi sosok yang selalu memberi ancaman, baik secara verbal maupun emosional.
- Ayah sebagai figur yang tak pernah puas: akar Perfeksionisme Ah Jin. Baek Seon Gyu adalah tipe ayah yang mengukur nilai anak dari pencapaian, bukan dari keberadaan mereka.
- Ayah sebagai model kekuasaan: kekerasan diinternalisasi menjadi manipulasi. Baek Seon Gyu memperlakukan orang lain secara transaksional, dan Baek Ah Jin menyerap pola itu tanpa sadar.
Hubungan Baek Seon Gyu (Bae Soo Bin) dan Baek Ah Jin (Kim You Jung) dalam Dear X tidak pernah digambarkan secara eksplisit sebagai kekerasan fisik. Namun, interaksi keduanya dipenuhi dinamika kuasa, tekanan emosional, dan pengabaian yang membentuk pola kepribadian Baek Ah Jin sebagai sosok manipulatif, rapuh, sekaligus berbahaya.
Dari sisi psikologis, anak yang hidup dalam lingkungan emosional tidak stabil biasanya mengembangkan strategi bertahan hidup ekstrem, baik itu dengan menjadi penyenang, dan menutup diri. Dalam kasus Baek Ah Jin, memanipulasi realitas menjadi caranya agar tetap merasa aman.
Semua itu tidak lepas dari peran ayahnya yang menjadi pusat trauma dan pembelajaran emosional paling awal. Berikut lima tipe ayah dalam diri Baek Seon Gyu yang memengaruhi terbentuknya kepribadian kompleks Baek Ah Jin di Dear X, dan dijabarkan dengan pendekatan analisis psikologis yang lebih dalam.
1. Ayah sebagai ancaman: sumber ketakutan yang menjadi penggerak kontrol

Bagi Baek Ah Jin, Baek Seon Gyu bukan figur pelindung, tetapi sosok yang selalu memberi ancaman, baik secara verbal, emosional, maupun lewat standar tinggi yang ditegakkannya secara dingin. Anak yang tumbuh dalam kondisi penuh ketegangan akan mengalami hypervigilance, yakni kepekaan berlebihan terhadap potensi bahaya.
Inilah fondasi yang menjadikan Baek Ah Jin dewasa sebagai seseorang yang obsesif mengendalikan lingkungan. Ketika ayah menjadi ancaman, anak belajar bahwa ia harus terus memonitor ekspresi wajah, nada bicara, dan reaksi orang di sekitarnya demi bertahan hidup. Pola inilah yang kemudian berkembang menjadi kemampuan membaca situasi dan memanipulasi emosi orang lain untuk mempertahankan rasa aman semu. Dengan kata lain, kontrol adalah kompensasi Baek Ah Jin atas rasa takut yang ditanamkan ayahnya sejak kecil.
2. Ayah sebagai figur yang tak pernah puas: akar Perfeksionisme Ah Jin

Baek Seon Gyu adalah tipe ayah yang mengukur nilai anak dari pencapaian, bukan dari keberadaan mereka. Inilah penyebab munculnya conditional love,anak merasa disayangi hanya ketika memenuhi ekspektasi.
Baek Ah Jin tumbuh menjadi seseorang yang hidup untuk citra, prestasi sosial, dan penilaian eksternal. Apa pun yang ia lakukan harus sempurna karena ia takut mengulang pengalaman masa kecil di mana kesalahan kecil berujung teguran keras atau pengabaian.
Perfeksionisme Baek Ah Jin bukan sekadar ambisi, tetapi mekanisme pertahanan diri. Ia tidak ingin terlihat buruk karena itu mengingatkannya pada rasa malu dan ketidaklayakan yang dulu membuatnya hancur di hadapan ayahnya.
Inilah sebabnya ia sangat agresif terhadap siapa pun yang mengancam reputasinya. Bagi Baek Ah Jin, kehilangan citra berarti kembali menjadi anak yang “tidak cukup” di mata ayahnya.
3. Ayah sebagai model kekuasaan: kekerasan diinternalisasi menjadi manipulasi

Anak tidak hanya meniru cinta, tetapi juga meniru luka. Jika kekuasaan yang ia lihat sejak kecil adalah bentuk dominasi, kontrol, dan manipulasi emosional, maka itulah pola yang ia pelajari sebagai cara bekerja di dunia.
Baek Seon Gyu memperlakukan orang lain secara transaksional, dan Baek Ah Jin menyerap pola itu tanpa sadar. Ia belajar bahwa kelemahan adalah celah untuk dihancurkan; emosi orang lain bisa dijadikan alat; pengaruh lebih kuat daripada kekuatan fisik; dan rasa bersalah adalah senjata psikologis.
Karena itu, manipulasi bukan sekadar strategi bagi Baek Ah Jin, melainkan bahasa emosional yang diwariskan ayahnya. Ia mereplikasi pola kekuasaan yang dulu menekannya, hanya saja kini ia menjadi pihak yang menguasai, bukan dikuasai.
4. Ayah sebagai figur pengkhianatan: akar kesulitannya memercayai orang

Merasa dikhianati oleh figur yang seharusnya melindunginya membuat Baek Ah Jin tumbuh dengan kepercayaan yang sangat rapuh. Ia belajar bahwa orang yang paling dekat justru yang paling mampu menyakiti. Ini menciptakan pola avoidant–ambivalent attachment, takut mendekat, tetapi takut ditinggalkan.
Karena itu Baek Ah Jin selalu menjalin hubungan yang penuh manipulasi. Baginya, ikatan emosional itu berbahaya. Ia menjaga orang tetap dekat agar bisa ia kontrol, tetapi tidak pernah membuka diri secara tulus. Di balik semua intriknya, ada seorang anak yang tidak pernah belajar bagaimana mempercayai.
5. Ayah sebagai luka yang tak terselesaikan: dorongan balas dendam yang terselubung

Di inti terdalam kepribadiannya, Baek Ah Jin memendam luka yang tak pernah diselesaikan, rasa diperlakukan tidak adil, tidak dicintai, dan tidak pernah dianggap cukup. Rasa sakit ini berubah menjadi dorongan balas dendam yang terselubung, bukan hanya kepada ayahnya, tetapi kepada dunia.
Setiap perannya dalam manipulasi, setiap skenario yang ia bangun, setiap orang yang ia taklukkan, semua adalah cara simbolis untuk mengembalikan kendali yang dulu direbut darinya. Ia menghukum dunia agar tidak ada lagi yang bisa menghukumnya.
Trauma ayah dan anak yang tidak pernah dipulihkan membuat Baek Ah Jin terus mengulang pola kekerasan emosional sebagai bentuk “kemenangan”, meski pada akhirnya ia justru terjebak dalam jerat yang ia ciptakan sendiri. Lima tipe ayah yang tercermin dalam diri Baek Seon Gyu inilah yang membentuk tragedi terbesar dalam hidup Baek Ah Jin.
Hubungan keduanya adalah akar dari manipulasi, perfeksionisme, dan ketidakstabilan emosional yang Baek Ah Jin tunjukkan di Dear X. Sosok yang seharusnya menjadi pelindung justru menjadi sumber luka yang membuka jalan bagi karakter paling kompleks dan berbahaya dalam cerita ini.

















