7 Pola yang Selalu Terjadi di Tim PB dalam Pro Bono

Tim pro bono (pb) firma hukum Oh and Partners di drama Korea Pro Bono bukanlah tim hukum ideal yang langsung kompak dan sejalan sejak awal. Justru, dinamika mereka sering kali dipenuhi perdebatan, penolakan, dan perubahan sikap yang terasa berulang dari satu kasus ke kasus lain. Pola ini bukan tanpa alasan, melainkan cerminan benturan karakter, prinsip, dan cara pandang terhadap keadilan.
Di tengah pola yang tampak berulang itu, Kang Da Wit (Jung Kyoung Ho) sebagai pemimpin tim selalu menjadi poros utama konflik sekaligus solusi. Dari penolakan keras hingga perjuangan habis-habisan di ruang sidang, tim pro bono bergerak dengan ritme khas yang perlahan membentuk identitas mereka. Nah, berikut tujuh pola yang hampir selalu terjadi dalam setiap penanganan kasus tim pro bono di Pro Bono.
1. Kasus selalu datang dari empati salah satu anggota tim

Pola pertama hampir selalu dimulai dari empati. Salah satu anggota tim pro bono, terutama Park Gi Ppeum (So Ju Yeon) atau Yoo Nan Hui (Seo Hye Won), menerima kasus langsung dari calon klien yang berada dalam kondisi terdesak. Kasus tersebut sering kali menyentuh isu kemanusiaan, ketidakadilan sosial, atau kelompok rentan yang diabaikan sistem.
Keputusan awal ini biasanya diambil tanpa kalkulasi matang soal peluang menang. Bagi mereka, fakta bahwa ada orang yang membutuhkan bantuan hukum sudah cukup untuk membuka pintu diskusi di dalam tim.
2. Kang Da Wit langsung menolak dengan argumen rasional

Begitu kasus dipresentasikan, Kang Da Wit hampir selalu menjadi pihak pertama yang menolak. Penolakannya datang spontan, tegas, dan terdengar dingin. Ia langsung menyoroti kelemahan hukum, minimnya dasar gugatan, serta kecilnya peluang kemenangan di pengadilan.
Sebagai mantan hakim, Kang Da Wit terbiasa berpikir dari sudut pandang pengadilan, bukan dari empati semata. Penolakan ini sering memicu ketegangan awal, sekaligus memperlihatkan jarak cara pandang antara dirinya dan anggota tim lainnya.
3. Perdebatan panjang membuka ruang penelaahan kasus

Setelah penolakan awal, tim pro bono tidak serta-merta menyerah. Perdebatan panjang pun terjadi, di mana setiap anggota menyampaikan alasan moral, sosial, dan kemanusiaan mengapa kasus tersebut layak ditangani. Diskusi ini sering kali emosional, tetapi juga menjadi titik awal pendalaman kasus.
Dari sini, tim mulai melakukan penelaahan lapangan. Mereka mendatangi klien, berbicara dengan orang-orang di sekitar, serta mengumpulkan informasi dasar yang bisa memperkuat argumen hukum. Proses ini menjadi fondasi penting sebelum keputusan akhir diambil.
4. Kang Da Wit berubah pikiran secara mendadak

Pola paling khas dalam tim ini adalah perubahan sikap Kang Da Wit yang terjadi secara mendadak. Setelah melihat langsung kondisi klien atau menemukan celah hukum tertentu, ia tiba-tiba menyetujui kasus yang sebelumnya ia tolak keras.
Keputusan ini jarang disertai penjelasan panjang. Namun, jelas bahwa perubahan tersebut lahir dari kombinasi intuisi hukum, pengalaman panjang di pengadilan, dan dorongan batin yang mulai bergerak di luar kalkulasi angka.
5. Kemenangan menjadi harga mutlak dalam penanganan kasus

Begitu kasus diterima, satu prinsip Kang Da Wit langsung berlaku, menang adalah harga mutlak. Ia tidak pernah memandang kasus pro bono sebagai sekadar pembelaan simbolik. Setiap perkara harus diperjuangkan dengan strategi matang dan target kemenangan yang jelas.
Tekanan ini membuat seluruh anggota tim bekerja ekstra keras, mulai dari riset hingga simulasi persidangan. Di titik ini, idealisme tim bertemu dengan ambisi Kang Da Wit yang tak pernah setengah-setengah.
6. Kang Da Wit bertarung habis-habisan sebagai pemimpin

Dalam persidangan, Kang Da Wit berubah menjadi pemimpin yang agresif dan tak kenal mundur. Ia memanfaatkan seluruh privilese yang ia miliki sejak masih menjabat sebagai hakim, termasuk pemahamannya terhadap karakter hakim, jaksa, dan pengacara lawan.
Pengalaman masa lalunya membuatnya selalu selangkah lebih maju dalam membaca arah sidang. Ia tahu kapan harus menekan, kapan bertahan, dan kapan memancing kesalahan lawan di ruang sidang.
7. Kemenangan yang selalu menyedot perhatian publik

Pola ini hampir selalu berakhir dengan kemenangan tim pro bono, terutama dalam kasus-kasus yang mendapat sorotan media. Kemenangan tersebut tidak hanya mengangkat nama klien, tetapi juga mengguncang perusahaan besar atau institusi yang sebelumnya merasa aman dari gugatan.
Sorotan media ini perlahan mengubah citra tim pro bono dari tim “suram” menjadi simbol perlawanan hukum terhadap ketidakadilan. Kemenangan demi kemenangan juga semakin memperkuat posisi Kang Da Wit sebagai pemimpin yang sulit diremehkan.
Tujuh pola yang selalu terjadi di tim pro bono dalam drakor Pro Bono menunjukkan bahwa repetisi justru menjadi kekuatan naratif drama ini. Setiap siklus penolakan, perdebatan, hingga kemenangan memperlihatkan pertumbuhan karakter dan dinamika tim yang semakin solid. Lewat pola inilah Pro Bono menegaskan bahwa keadilan tidak lahir dari niat baik semata, tetapi dari keberanian bertarung hingga akhir di dalam sistem yang tidak selalu adil.



















