5 Dilema Niat Baik Park Gi Ppeum di Episode 3–4 Pro Bono

Episode 3–4 drama Korea Pro Bono menjadi fase penting bagi Park Gi Ppeum (So Ju Yeon), karena di titik inilah idealisme dan niat baiknya mulai benar-benar diuji. Sebagai pengacara muda yang masuk ke tim pro bono Oh and Partners tanpa agenda tersembunyi, Gi Ppeum datang dengan keyakinan sederhana, ia ingin membantu orang-orang yang membutuhkan pendampingan hukum. Namun, realitas dunia hukum ternyata jauh lebih keras dari niat tulus semata.
Alih-alih langsung diapresiasi, Park Gi Ppeum justru dihadapkan pada tatapan curiga, penolakan halus, dan pertanyaan-pertanyaan yang menggoyahkan keyakinannya sendiri. Ia mulai bertanya apakah niat baik masih relevan dalam sistem yang serba strategis dan penuh kepentingan. Berikut lima dilema niat baik Park Gi Ppeum yang terasa kuat di episode 3–4 Pro Bono beserta penjelasannya.
1. Banyak orang tidak percaya pada niat baiknya

Sejak awal bergabung dengan tim pro bono firma hukum Oh and Partners, Park Gi Ppeum kerap dianggap “terlalu polos”. Rekan kerja, klien, bahkan orang-orang di luar tim mempertanyakan alasannya mau menangani kasus sulit tanpa bayaran dan minim peluang menang. Di mata banyak orang, tidak ada tindakan yang benar-benar gratis dalam dunia hukum.
Keraguan ini membuat niat baik Park Gi Ppeum seperti kehilangan nilainya. Ia tidak dianggap sebagai pengacara yang tulus, melainkan sosok naif yang belum paham kerasnya realitas. Dilema pun muncul, apakah niat baik masih punya tempat jika terus dicurigai oleh lingkungan sekitar?
2. Apakah niat baik harus selalu dibuktikan?

Park Gi Ppeum datang dengan keyakinan bahwa niat baik seharusnya cukup dirasakan, bukan dipertontonkan. Namun dunia pro bono justru menuntut pembuktian berlapis. Setiap keputusannya dipertanyakan, setiap empatinya diuji, dan setiap langkahnya diminta alasan rasional.
Di episode 3–4, ia mulai merasakan tekanan untuk membuktikan bahwa niat baiknya bukan sekadar slogan. Dilema ini membuatnya lelah secara emosional, karena ia harus terus menjelaskan hal yang bagi dirinya seharusnya tidak perlu dijelaskan.
3. Ia benar-benar hanya punya niat baik, tanpa ambisi tersembunyi

Berbeda dengan Kang Da Wit (Jung Kyoung Ho) yang memiliki ambisi besar untuk kembali menjadi hakim, Park Gi Ppeum tidak membawa tujuan muluk. Ia tidak ingin kekuasaan, reputasi, atau jabatan. Ia hanya ingin menangani kasus nyata dan membantu orang secara langsung.
Justru karena kesederhanaan inilah ia berada dalam dilema. Dalam sistem yang terbiasa membaca motif tersembunyi, niat baik murni terasa mencurigakan. Park Gi Ppeum pun mulai bertanya-tanya, apakah menjadi orang yang lurus justru membuatnya lemah dalam dunia hukum?
4. Apakah selama ini ia keliru memahami dunia hukum?

Tekanan demi tekanan membuat Park Gi Ppeum mulai meragukan dirinya sendiri. Ia mempertanyakan apakah pandangannya tentang hukum selama ini terlalu idealis. Apakah hukum memang tidak pernah dimaksudkan untuk benar-benar berpihak pada orang kecil?
Dilema ini terasa menyakitkan karena menyentuh inti identitasnya sebagai pengacara. Jika niat baik dianggap tidak cukup, lalu apa arti semua prinsip yang ia pegang sejak awal? Keraguan ini menjadi salah satu konflik batin terkuat yang ia alami di episode 3–4.
5. Bertahan pada niat baik atau mulai berkompromi dengan sistem

Dilema terbesar Park Gi Ppeum adalah pilihan antara bertahan atau berubah. Ia melihat bagaimana sistem bekerja, bagaimana strategi sering kali lebih dihargai daripada empati, dan bagaimana kemenangan lebih penting daripada proses. Godaan untuk berkompromi perlahan muncul.
Namun, di saat yang sama, Park Gi Ppeum sadar bahwa jika ia mengorbankan niat baiknya, maka tidak ada lagi yang membedakannya dari pengacara lain. Episode 3–4 menunjukkan pergulatan ini dengan jelas, bertahan sebagai diri sendiri atau menyesuaikan diri demi bertahan hidup.
Lima dilema niat baik Park Gi Ppeum di episode 3–4 Pro Bono menegaskan bahwa idealisme bukanlah jalan yang mudah dalam dunia hukum. Karakternya memperlihatkan bahwa niat baik bisa menjadi kekuatan sekaligus sumber luka ketika berhadapan dengan sistem yang dingin dan penuh perhitungan. Melalui Park Gi Ppeum, Pro Bono menghadirkan potret pengacara yang tidak sempurna, tetapi jujur pada nuraninya, dan justru itulah yang membuat perjalanan ceritanya terasa emosional dan bermakna.



















