Kenapa Kang Tae Poong Suka Bunga di Drakor Typhoon Family?

Pernahkah kamu merasa bahwa benda kecil, misalnya bunga, dapat menyimpan pesan hidup lebih besar dari sekadar keindahan? Dalam drakor Typhoon Family, Kang Tae Poong (Lee Jun Ho) bukan hanya penyuka bunga, melainkan bunga juga menjadi bagian dari jati diri dan cita-citanya. Ia merawat bunga-bunga mawar di rumah kacanya dan menyilangkan menjadi varietas baru nan indah.
Nah, melalui sederet alasan berikut inilah, kamu akan menemukan alasan di balik Kang Tae Poong menyukai bunga. Tak sekadar cantiknya bunga, tapi ada makna kekuatan di balik kelopaknya. Yuk, simak!
1. Pelajaran berharga dari sang ayah bahwa bunga sebagai simbol ketahanan

Bunga pertama kali diajarkan oleh sang ayah, Kang Jin Young (Sung Dong Il) waktu ia kecil. Sang ayah mengatakan bahwa saat orang melihat bunga berguguran, katanya bunganya sedang mati. Tapi, itu salah. Bunga yang gugur sedang berusaha keras untuk menang dan menghasilkan buah. Sejak itu, Kang Tae Poong ingin ayahnya melihat bahwa ia menemukan hal yang disukainya berkat ayahnya.
Pelajaran ini menjadi fondasi bagaimana Tae Poong melihat hidupnya sendiri. Keberhasilan bukan hanya tentang tampilannya, tetapi juga tentang bertahan dalam badai dan berbuah meski kondisi berat. Adegan ketika bunga petal jatuh di tengah momen genting di episode kedua sangat simbolik sesuai yang diajarkan ayahnya. Kelopak jatuh bukan karena gagal, melainkan sebagai bagian dari proses menuju hasil yang lebih besar.
2. Bunga sebagai bentuk penghormatan kepada sang ayah

Hubungan Tae Poong saat dewasa dan ayahnya cukup dingin, namun sebenarnya keduanya pun saling mengasihi. Saat di kantor polisi, ayahnya sempat menampar Tae Poong hingga membuatnya pergi. Namun, sebenarnya, ayahnya jadi menyesal.
Tae Poong merawat bunga tidak hanya karena hobinya, melainkan itulah caranya untuk menghormati sosok ayahnya. Bunga menjadi penghubung emosional antara Tae Poong dan sang ayah. Ia merawat bunga, membersihkan sepatu sang ayah, dan merawat kenangan lewat hal-hal kecil yang ayahnya hargai.
3. Bunga sebagai penanda transformasi pribadi

Bukan sekadar simbol yang dikagumi, bunga juga menjadi indikator perkembangan karakter bagi Tae Poong. Dengan merawat bunga, perlahan ia berubah. Awalnya cuek dan tidak peduli menjadi belajar bekerja keras. Dari gaya hidup glamor dan santai menjadi sosok yang bertanggung jawab. Setiap bunga yang tumbuh dan mekar menjadi cerminan perjalanan batinnya.
Rumah kaca dan bunga yang ia rawat sendiri semacam meditasi untuknya. Merawat bunga siang dan malam hari, dialog dengan diri sendiri, hingga berhasil mendapat varietas bunga baru dengan teknik ilmiah. Saat ia mengganti gaya pakaiannya, memotong rambut mencoloknya, dan tampil lebih serius di kantor Typhoon Trading, bunga tetap ada di sisi hatinya sebagai pengingat siapa dirinya. Ia bukan hanya pewaris kaya, tapi manusia yang ingin hidup penuh makna.
4. Bunga sebagai cerminan ambisi yang tumbuh perlahan

Tae Poong memulai kisahnya dari hidup yang bebas, tidak terlalu memikirkan warisan atau tanggung jawab besar sebagai pebisnis. Hobi bunga baginya mungkin tampak eksentrik bagi gender pria. Namun, setiap hari ia merawatnya. Bunga mengajarkannya bahwa pertumbuhan butuh waktu dan perhatian. Ia melihat bunga tidak buru-buru mekar, ada proses berakar, ada masa dorman, ada masa menunggu, lalu akhirnya mekar dan membawa keindahan.
Di awal episode kedua, narasi Tae Poong ketika bernostalgia dengan kenangan bersama ayahnya, bahwa ia juga ingin berusaha keras memekarkan bunganya dan menghasilkan buah. Impian Tae Poong untuk mekar dan menghasilkan buah, tercermin dari bagaimana ia merawat bunga dan mengolahnya menjadi keindahan yang bisa dinikmati orang lain. Bunga yang ia silangkan secara ilmiah, bunga yang warnanya unik, serta bunga yang diperlakukan dengan kasih sayang, semuanya menunjukkan bahwa ambisinya bukan sekadar sukses materi.
Bagi Tae Poong, bunga bukanlah hiasan. Bunga adalah jiwa yang mengajarkannya arti kesabaran, kehilangan, dan harapan. Kemanapun kisah Typhoon Family dibawa, kecintaan Tae Poong terhadap bunga akan terus jadi benang merah yang mengikat hatinya, juga hati kita sebagai penonton.