Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Kritik Sosial di Drakor Aema, Bahas Objektifikasi Perempuan

cuplikan drama Aema (dok. Netflix/Aema)
cuplikan drama Aema (dok. Netflix/Aema)

Dirilis Netflix pada Jumat (22/5/2025) lalu, drama Korea Aema menampilkan industri perfilman pada era 1980-an. Drama ini menceritakan tentang aktris film erotis bernama Jeong Hee Ran (Lee Ha Nee) yang gak mau lagi membintangi film panas dan sedang mencari penggantinya.

Di drama Aema, perempuan sering kali digambarkan sebagai sosok yang dijadikan objek. Kisahnya menyoroti upaya perempuan yang ingin membangun martabat meskipun publik mengenal mereka melalui karakter-karakter di film panas. Berikut ini akan dipaparkan beberapa kritik sosial yang digambarkan di drakor Aema. Keep scrolling!

1. Adanya budaya patriarki karena laki-laki mendominasi industri dan menekan perempuan

cuplikan drama Aema (dok. Netflix/Aema)
cuplikan drama Aema (dok. Netflix/Aema)

Budaya patriarki terlihat jelas di drama ini. Karakter Ku Jung Ho (Jin Sun Kyu) diceritakan menjadi produser untuk film berjudul Madam Aema yang disutradarai oleh Kwak In U (Cho Hyun Chul). Petinggi Shinsung Picture Company itu gak mau memutus kontrak dengan Jeong Hee Ran, padahal Jeong Hee Ran ingin keluar dari perusahaan dan mencoba karakter-karakter yang lebih serius.

Selain kekuasaan Ku Jung Ho, keputusan besar juga ada di tangan karakter laki-laki lainnya, yaitu Kwak In U. Ia harus mencari pemeran pengganti untuk filmnya atas perintah Ku Jung Ho. Hal itu menyebabkan struktur kekuasaan didominasi laki-laki terlihat jelas. Laki-laki bisa dengan mudah merekrut dan memecat aktris. Mereka lebih sering menganggap aktris sebagai aset dan jarang memperlakukan aktris sebagai rekan kerja.

2. Objektifikasi perempuan sebagai sosok yang bisa dimanfaatkan untuk melampiaskan nafsu

cuplikan drama Aema (dok. Netflix/Aema)
cuplikan drama Aema (dok. Netflix/Aema)

Perkembangan industri perfilman gak jauh dengan pengaruh politik. Di drama ini, para tokoh politik ternyata sering menggelar pesta dengan melibatkan perempuan-perempuan penghibur. Para produser film dan orang-orang yang bergerak di bidang seni juga turut mengirimkan perempuan pilihan mereka untuk menyenangkan para tokoh penting itu.

Termasuk karakter aktris rookie yang jadi bintang utama film Madam Aema bernama Shin Ju Ae (Bang Hyo Rin). Gak memedulikan bahwa usia aktris tersebut masih muda, Ku Jung Ho menyuruh Shin Ju Ae untuk melayani para tokoh politik. Tujuannya agar film mereka tidak dipersulit selama masa produksi.

3. Kapitalisme industri hingga mengorbankan kualitas dan etika

cuplikan drama Aema (dok. Netflix/Aema)
cuplikan drama Aema (dok. Netflix/Aema)

Ku Jung Ho diam-diam menimbun harta kekayaan dengan memanfaatkan para aktris yang ia naungi. Ia punya buku berisi catatan para tokoh penting yang ia ketahui kebusukannya. Nama para aktris yang bekerja di bawahnya juga ikut terseret karena dari merekalah ia bisa memeras para tokoh penting itu. Ku Jung Ho menjadi bukti bahwa kapitalisme industri sanggup mengorbankan kualitas dan etika.

Ia berusaha membuat para aktrisnya terus bekerja dengannya, termasuk Jeong Hee Ran. Ia gak mau Jeong Hee Ran memutus kontrak meskipun ia bisa mendapatkan uang denda karena ia berambisi menjadikan Jeong Hee Ran terus dikenal publik sebagai bintang film yang sering mengekspos tubuh melalui karakter-karakter di film erotis.

4. Kemunafikan publik yang sering menghakimi pemeran film erotis, tapi juga menikmati dan menontonnya

cuplikan drama Aema (dok. Netflix/Aema)
cuplikan drama Aema (dok. Netflix/Aema)

Meskipun film erotis dibintangi oleh aktor dan aktris, karakter yang akan dipandang rendah adalah aktrisnya. Tampil sebagai sosok yang dianggap selalu mengundang birahi, para aktris gak jarang mendapat komentar nyinyir lantaran penampilan mereka yang berani dalam sebuah film. Namun, hal itu justru menjadi bukti bahwa ada kemunafikan publik karena masyarakat yang menghakimi pemeran film erotis nyatanya adalah orang-orang yang menikmati tontonan panas dan selalu menantikan film terbaru dari aktris yang kerap mereka hujat.

5. Adanya tekanan sosial dan standar kesuksesan

cuplikan drama Aema (dok. Netflix/Aema)
cuplikan drama Aema (dok. Netflix/Aema)

Di drama ini, karakter Shin Ju Ae diceritakan rela berkarier sebagai bintang erotis demi pengakuan. Ia tadinya bekerja sebagai penari latar di sebuah klub malam. Di keluarganya, hanya ia satu-satunya perempuan dan ia sering kali dituntut untuk sempurna dalam setiap aspek. Ia merasa tertantang saat Kwak In U sedang merekrut aktris rookie untuk membintangi film panas.

Ia awalnya enggan tampil berani karena perempuan di zaman itu sering jadi objek laki-laki. Namun, ia ingin membuktikan kepada Jeong Hee Ran yang merupakan idolanya, bahwa ia bisa tampil totalitas dan memerankan karakter di film. Ia juga tetap merasa percaya diri meskipun teman-temannya mengaku ia menjadi terlihat rendah dengan berkarier sebagai aktris film panas. Ia gak mau munafik bahwa dengan membintangi film panas ia bisa meraih kesuksesan, yaitu meraup uang banyak dan dikenal banyak orang.

Usung genre dark comedy, drakor Aema ternyata menampilkan beberapa kritik sosial yang cukup tajam. Melalui drama ini, kamu akan diajak untuk mengetahui seberapa kelam industri perfilman pada tahun 1980-an dan minimnya ruang aman untuk perempuan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us