Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

3 Tanda Kamu Menghadapi Tall Poppy Syndrome di Kantor, Waspada!

Ilustrasi Tall Poppy Syndrome di kantor (pexels.com/Yan Krukau)
Intinya sih...
  • Perilaku iri sesama rekan kerja dapat meremehkan pencapaian dan ide-ide inovatif
  • Kantor menjunjung tinggi kesederhanaan, sehingga individu yang menonjol sering dianggap ambisius atau terlalu berusaha keras
  • Tall Poppy Syndrome dapat menghambat pertumbuhan bisnis, membatasi potensi individu, dan menimbulkan rasa tidak dihargai

Apakah kamu pernah meraih kesuksesan di tempat kerja, tetapi rekan kerja atau bahkan atasanmu meremehkan pencapaian tersebut? Hal ini bisa lebih parah ketika mereka secara aktif meremehkan upayamu untuk berkembang atau mengkritik ide-ide inovatif yang kamu ajukan, sebaik apa pun gagasan tersebut.

Perilaku ini mencerminkan fenomena yang dikenal sebagai "Tall Poppy Syndrome" (TPS)—kecenderungan untuk mengkritik, meremehkan, atau merasa iri terhadap mereka yang mencapai kesuksesan besar. Apalagi, pencapaian ini membuat mereka lebih menonjol.

Istilah ini berasal dari metafora memotong bunga poppy tertinggi di ladang agar sejajar dengan yang lain, melambangkan dorongan sosial untuk “back down to earth” individu berprestasi tersebut demi kesetaraan. Inilah beberapa tanda kamu menghadapi Tall Poppy Syndrome di kantor. Perhatikan!

1. Dikritik berlebihan atau diremehkan

Ilustrasi Tall Poppy Syndrome di kantor (pexels.com/Yan Krukau)

Dalam budaya kantor yang menjunjung tinggi kesederhanaan, kerendahan hati, dan kesetaraan, seorang individu yang menonjol seringkali menghadapi social disapproval karena dianggap “terlalu ambisius” atau “terlalu berusaha keras.”

Jika kamu memiliki nilai maupun prestasi di atas rata-rata kelompok, juga bisa dipandang sebagai ancaman bagi keharmonisan sosial di kantor. Hal ini dapat memicu upaya untuk "menarik kamu kembali ke jalur yang seharusnya." Para pelaku bahkan sering kali membenarkan perilakunya dengan me-labeli-mu memiliki sifat arogan. 

Dilansir Forbes, Mark Travers, Ph.D., psikolog dari Amerika mengatakan, bahwa fenomena Tall Poppy Syndrome biasanya berakar pada rasa takut atau ketidakamanan. Ini mencerminkan bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri.

Mereka yang merasa kurang mampu cenderung menunjukkan ketidaksenangan saat orang lain mencapai lebih banyak hal dibanding mereka, karena hal tersebut memicu perasaan tidak cukup baik. Akibatnya, mereka merespons dengan perilaku defensif, seperti kritik atau pengucilan.

Kamu yang menonjol atau terlihat dominan dianggap mengganggu harmoni sering kali dikucilkan. Akibatnya, kamu bisa saja mengalami penurunan kepercayaan diri dan kesulitan menyesuaikan diri karena dianggap sebagai orang luar dalam kelompok mereka.

2. Dikucilkan maupun dipersulit dari pengembangan profesional

Ilustrasi Tall Poppy Syndrome di kantor (pexels.com/Antoni Shkraba)

Di beberapa lingkungan kerja, tanda kamu menghadapi Tall Poppy Syndrome yaitu apabila kamu berkinerja tinggi sering kali dikucilkan dari diskusi penting, aktivitas menyenangkan, atau tidak diberi kesempatan promosi jabatan. Beberapa orang lebih memilih mempertahankanmu di posisi saat ini daripada mempromosikan, karena khawatir kehilangan produktivitas jika mereka pindah ke peran yang lain.

Perempuan di tempat kerja sering menghadapi komunikasi yang penuh rasa iri dan negatif dari sesama rekan kerja yang ingin meremehkan keberhasilan mereka. Bukan merayakan pencapaian, lingkungan kerja semacam ini justru cenderung menghambat kesuksesan dan mengisolasi kamu yang menonjol atau dikenal sebagai "tall poppies."

3. Menyembunyikan keberhasilan karena kurangnya pengakuan atas prestasi

Ilustrasi Tall Poppy Syndrome di kantor (pexels.com/Felicity Tai)

Kamu yang sebenarnya memiliki bakat bisa merasa patah semangat untuk mengejar passion atau menampilkan pencapaian, karena takut mendapatkan kritik atau kurangnya dukungan. Dalam jangka panjang, penindasan terhadap bakat ini menciptakan siklus yang terus berulang sehingga kamu mencari validasi dari luar tempat kerja. 

“Akibat Tall Poppy Syndrome, para pekerja berprestasi mulai meremehkan keterampilan dan pencapaian mereka. Ketika pekerja ambisius berada di lingkungan di mana keunggulan justru dihukum, produktivitas mereka akan menurun, dan mereka akan mulai mencari peluang lain. Hal ini tidak hanya berdampak negatif bagi individu, tetapi juga bagi organisasi," jelas Dr. Rumeet Billan, CEO Women of Influence+, dilansir laman Deborah Bulcock.

Tall Poppy Syndrome dapat merugikan produktivitas tempat kerja karena dapat menimbulkan rasa frustrasi dan menghambat pertumbuhan bisnis. Kamu mungkin dapat mengalami kecemasan, keraguan diri, enggan membagikan pencapaiannya, serta merasa tidak dihargai dan memilih menyembunyikan potensi terbaik. Hal ini membatasi potensimu untuk menghargai dan merayakan pencapaian sendiri.

Bagi yang sedang mengalami ini, kamu perlu menyadari bahwa ini bukan kesalahanmu. Kamu harus membangun ketahanan diri, serta mencari dukungan, seperti berkonsultasi dengan bagian HRD. Tidak salah jika kamu mencari lingkungan baru yang lebih suportif untuk perkembangan karier di tempat kerja berbeda. Good luck!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aliya
EditorAliya
Follow Us