ilustrasi dukungan (pexels.com/fauxels)
Ketidakjelasan dalam komunikasi dan kurangnya dukungan di lingkungan kerja dapat menjadi faktor krusial dalam quiet quitting. Komunikasi yang tidak efektif bisa membuat karyawan merasa tidak didengar atau diabaikan. Misalnya, ketika atasan tidak memberikan umpan balik yang membangun atau tidak memberikan arahan yang jelas, karyawan mungkin merasa kebingungan dan meragukan kontribusi mereka.
Ini menciptakan celah komunikasi yang bisa mengakibatkan ketidakpastian peran dan tanggung jawab, memunculkan perasaan terisolasi, dan akhirnya menurunkan semangat kerja.
Dukungan sosial di tempat kerja juga berperan penting. Rasa saling mendukung dari rekan kerja dan atasan dapat memberikan rasa keamanan dan motivasi. Namun, jika karyawan merasa diabaikan atau tidak mendapatkan dukungan saat menghadapi tantangan, hal ini bisa menyebabkan ketidakpuasan dan akhirnya quiet quitting. Oleh karena itu, penting untuk membangun budaya kerja yang inklusif, di mana setiap individu merasa didengar, dihargai, dan memiliki dukungan yang cukup untuk menghadapi tantangan yang muncul.
Melalui komunikasi yang terbuka dan mendukung, lingkungan kerja dapat menjadi tempat yang menginspirasi dan memotivasi setiap karyawan untuk berkontribusi secara optimal.
Dalam dunia kerja yang kompleks, quiet quitting menjadi isyarat bahwa ada sesuatu yang perlu diperhatikan dalam dinamika sebuah perusahaan. Mengidentifikasi faktor-faktor tersebut dapat membantu kita memahami lebih dalam tentang apa yang mendorong tindakan ini.
Penting bagi perusahaan untuk memahami dan merespons isyarat-isyarat quiet quitting ini agar dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih positif, mendukung, dan memotivasi setiap individu untuk memberikan kontribusi terbaik mereka.