5 Tips Mampu Menulis Setiap Hari, Bukan Tentang Waktu dan Ide

Menulis merupakan kegiatan yang kelihatannya sederhana karena bisa dikerjakan sendiri cukup sambil duduk beberapa jam. Namun, menulis sebagai pekerjaan sesungguhnya sangat menguras pikiran. Ini sebabnya tidak banyak orang yang mampu menulis setiap hari.
Boro-boro kita melakukannya sendiri, membayangkannya saja sudah gak sanggup. Bahkan ketika ada penulis yang bisa menulis setiap hari, kita malah agak tidak percaya. Padahal, seperti pekerjaan pada umumnya, menulis juga sangat mungkin dilakukan setiap hari.
Hambatan terbesar justru dari diri sendiri. Bila kita sudah berpendapatan menulis gak bisa dikerjakan dari Senin sampai Minggu, maka itulah yang akan terjadi. Sebaliknya, cukup dengan lima cara berikut, menulis seminggu penuh juga bukan hal yang mustahil.
1. Berkomitmen menjadi penulis yang produktif

Bila kita sudah berkomitmen tentang apa pun, pasti akan muncul rasa tanggung jawab yang besar. Kita berhenti bermain-main dan menjadikan sesuatu sebagai prioritas plus bagian dari keseharian. Kita melakukannya tanpa perlu menunggu perintah atau motivasi tertentu.
Menulis bisa dijadikan pekerjaan utama atau sampingan, tetapi berkomitmenlah untuk menjadi penulis yang produktif. Ingatan tentang produktivitas yang mesti dijaga membuat kita meluangkan waktu untuk menulis setiap hari. Jika kita sekadar menjadikan menulis sebagai pekerjaan sampingan dan tak memedulikan tentang produktivitas, pasti akhirnya cuma status.
Menjadi penulis yang produktif entah sambil bekerja di bidang lain atau tidak merupakan hal penting. Semua kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus akhirnya menjadi rutinitas. Orang yang telah berkomitmen untuk produktif menulis melakukannya hampir tanpa berpikir lagi.
2. Menulisnya serius, tetapi dibawa santai saja biar gak stres

Menulis merupakan pekerjaan yang sangat serius. Bahkan bila naskah yang dikerjakan berjenis fiksi komedi, tetap saja penulis menggarapnya dengan keseriusan tinggi. Humor-humor yang akan ditulis dipikir masak-masak terlebih dahulu agar tidak disalahpahami pembaca setelah naskah terbit.
Menulis artikel pun sama seriusnya. Bukan cuma judul dan tema menarik yang perlu dipikirkan, tetapi setiap pilihan kata yang akan digunakan. Meski pekerjaan ini menuntut pemikiran yang terus-menerus, kita bisa tetap melakoninya dengan rasa santai.
Jangan terlalu tegang seakan-akan kita sedang menyiapkan tulisan untuk mengalahkan semua karya dari penulis lain. Hindari pula terlalu takut dengan kritik atau penolakan naskah oleh editor. Setiap ketegangan sudah menambah beban psikis kita sehingga hendak menulis saja rasanya seperti hendak pergi berperang.
3. Jadikan cara paling nyaman untuk mengekspresikan diri

Menulis setiap hari hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang menemukan kenyamanan dalam dunia kepenulisan. Disiplin memang penting, tetapi tanpa rasa nyaman pasti menulis terasa bak siksaan. Kita menjadi tidak tahan mengerjakannya setiap hari apalagi dalam banyak tahun.
Kenyamanan terhadap bidang menulis bisa bawaan diri, tetapi dapat pula dipelajari perlahan-lahan. Misalnya, dahulu kita gak suka menulis dan lebih senang langsung berbicara. Akan tetapi, sering kali pemikiran yang disampaikan pada orang lain tak mendapat respons yang baik dan membuat kita merasa gak dianggap penting.
Namun, kita tentu tetap memiliki kebutuhan buat mengekspresikan diri. Tak ada salahnya kita mencoba bergeser ke kegiatan menulis untuk menggantikan cara mengekspresikan diri secara lisan. Orang-orang yang sengaja mengakses suatu bacaan umumnya telah siap buat menyimak isinya, tak seperti ketika mereka sebenarnya hanya terpaksa mendengarkan ucapan-ucapan kita.
4. Atur istirahat untuk badan dan pikiran

Penulis yang paling produktif sekalipun bukannya terus menulis tanpa beristirahat. Justru untuk kita dapat menulis dengan lancar, pengaturan waktu istirahat menjadi penting. Istirahat yang dimaksud meliputi rehat untuk badan serta pikiran.
Kalau kita telah bertekad menjadi penulis penuh waktu misalnya, bagi pekerjaan menulis menjadi beberapa sesi. Misalnya, sesi pertama buat mengerjakan karya fiksi dan sesi 2 sampai 4 untuk menulis 3 artikel. Di antara setiap sesi tersebut selipkan waktu istirahat.
Kita bisa mengisinya dengan makan, mencari hiburan, membaca, tidur sebentar, bahkan berolahraga ringan. Setelahnya baru lanjut ke sesi berikutnya. Meski jeda antarsesi cuma 30 hingga 45 menit, ini telah membantu badan dan pikiran kita segar kembali serta siap menulis lagi dengan tema-tema berbeda.
5. Gak terbebani ekspektasi orang lain

Ekspektasi dari editor tentu perlu diperhatikan sebab berkaitan langsung dengan dapat atau tidaknya naskah kita diterbitkan oleh suatu media atau penerbit. Namun, kita gak perlu memikirkan harapan semua orang. Terkadang ada orang yang menuntut penulis harus tahu segalanya sehingga isi tulisannya sangat menyeluruh sekaligus mendalam.
Realitasnya, sulit bahkan tidak mungkin menemukan karya tulis sesempurna itu. Bukan cuma penulis, setiap orang juga punya keterbatasan pengetahuan. Pun kita menulis sesuai dengan kebutuhan media atau tema yang diangkat.
Pembahasan yang meluber ke mana-mana justru menyulitkan karya kita diterbitkan. Gak apa-apa dipandang sebagai penulis yang kurang cemerlang oleh beberapa orang daripada terlalu memikirkannya kemudian berhenti berkarya. Selain kepercayaan diri kita sebagai penulis perlu dijaga biar selalu bisa berkarya, kecerdasan juga meliputi tahu ukuran sehingga tidak berlebih-lebihan termasuk dalam menulis.
Walau sulit, menulis setiap hari dapat dilakukan dengan membiasakan diri dan memiliki tekad yang kuat. Menulis sebagai pekerjaan sama saja dengan jenis-jenis profesi yang lain, kok. Jika menulis tak dilakukan setiap hari malah repot karena menurunkan pendapatan bahkan skill menulis itu sendiri.