4 Alasan Gen Z Gak Betah Kerja di Kantor Konvensional

- Gen Z menolak kerja 9 to 5 di kantor konvensional, lebih suka fleksibilitas dan kontrol atas waktu dan ruang kerja
- Mereka tidak betah dengan budaya kantor konvensional yang terlalu hierarkis, ingin komunikasi yang setara dan terbuka
- Gen Z mencari makna dan dampak positif dari pekerjaan, tidak cukup dengan gaji besar saja
Gen Z dikenal sebagai generasi yang melek teknologi, penuh ide segar, dan punya cara pandang unik terhadap hidup, termasuk soal kerja. Mereka bukan tipe yang gampang puas hanya karena dapat gaji tetap atau punya jabatan keren di kartu nama. Buat Gen Z, kerja itu bukan cuma soal uang, tapi juga soal makna, kebebasan, dan keseimbangan hidup.
Itu sebabnya gak heran kalau banyak dari mereka yang terlihat cepat bosan atau malah ogah kerja di kantor konvensional. Bukan berarti Gen Z pemalas atau manja, tapi emang ada beberapa alasan kuat yang bikin mereka merasa tempat kerja tradisional itu bukan lagi tempat ideal untuk berkembang. Nah, berikut ini beberapa alasannya!
1. Ingin fleksibilitas waktu dan tempat kerja

Gen Z tumbuh di era digital, di mana semua bisa dilakukan dari mana saja. Buat mereka, selama pekerjaan bisa selesai dengan baik, kenapa harus duduk di kantor dari pagi sampai sore? Rutinitas kerja 9 to 5 sering kali dianggap terlalu kaku dan gak relevan lagi di zaman sekarang.
Mereka ingin punya kontrol atas waktu dan ruang kerja. Mau kerja dari kafe, coworking space, atau rumah, yang penting target tercapai. Banyak dari mereka yang merasa lebih produktif saat diberi kebebasan mengatur jam kerja sendiri.
Kalau dipaksa datang ke kantor setiap hari padahal pekerjaannya bisa remote, ya jelas mereka akan merasa gak nyaman. Apalagi kalau harus menghabiskan waktu di jalan dan macet-macetan tiap pagi. Gak efisien banget, kan?
2. Gak cocok sama budaya kerja yang terlalu hierarkis

Budaya kantor konvensional sering kali masih memegang teguh sistem hierarki. Ada atasan yang harus dihormati, bawahan yang harus nurut, dan semua harus jalan sesuai prosedur yang kadang ribet banget. Gen Z biasanya gak betah di lingkungan yang seperti itu.
Bukan karena gak tahu sopan santun, tapi mereka lebih suka komunikasi yang setara dan terbuka. Mereka ingin didengar, bukan cuma disuruh. Gen Z ingin bisa diskusi langsung, kasih ide, dan merasa pendapatnya dihargai, bukan disepelekan cuma karena “masih baru” atau “anak bawang”.
Ketika mereka ngerasa pendapatnya gak dianggap atau malah diminta ikut arus aja tanpa penjelasan, ya wajar dong kalau akhirnya mutusin cabut. Mereka cari tempat kerja yang bisa ngasih ruang buat tumbuh, bukan cuma disuruh taat aturan tanpa diskusi.
3. Lebih peduli sama makna kerja, bukan cuma gaji

Banyak dari generasi sebelumnya kerja demi gaji, stabilitas, dan pensiun. Tapi buat Gen Z, itu gak cukup. Mereka ingin tahu, “Apa yang aku kerjakan ini berdampak gak, ya?” Mereka butuh alasan kenapa mereka harus bangun pagi dan duduk berjam-jam depan laptop.
Kalau mereka ngerasa kerjaannya gak meaningful atau gak sesuai dengan nilai hidup mereka, biasanya langsung kehilangan semangat. Misalnya, mereka kerja di tempat yang gak peduli lingkungan, gak inklusif, atau penuh drama toxic. Lama-lama, mereka gak tahan dan lebih milih cari tempat baru.
Gen Z juga cenderung idealis soal karier. Mereka ingin kerja di tempat yang punya visi jelas, peduli sama kesejahteraan karyawan, dan terbuka untuk inovasi. Gaji besar pun gak cukup buat bikin mereka betah kalau setiap hari harus kerja dengan beban hati dan pikiran.
4. Gak tahan sama sistem kerja yang terlalu kaku dan jadul

Sistem kerja yang penuh prosedur, laporan panjang lebar, dan meeting yang sebenarnya bisa diganti email, buat Gen Z, itu melelahkan. Mereka lebih suka sistem yang efisien, berbasis hasil, dan gak buang-buang waktu. Kalau ada tools digital yang bisa ngebantu, kenapa gak dipakai?
Sayangnya, masih banyak kantor konvensional yang belum siap beradaptasi. Teknologi udah canggih, tapi proses kerja tetap ribet dan manual. Hal-hal kecil kayak harus pakai absen sidik jari, padahal udah ada aplikasi digital, bisa bikin Gen Z garuk-garuk kepala.
Apalagi kalau setiap ide baru yang mereka ajukan langsung ditolak mentah-mentah dengan alasan “ini udah dari dulu kayak gini”. Gen Z suka eksplorasi dan inovasi. Jadi kalau mereka ngerasa dikekang dan gak dikasih ruang berkembang, pasti bakal mikir ulang buat bertahan.
Pada akhirnya, Gen Z bukan gak mau kerja keras. Mereka cuma ingin kerja dengan cara yang lebih selaras sama nilai dan gaya hidup mereka. Mereka ingin dihargai sebagai individu, bukan cuma roda dalam mesin perusahaan. Jadi, kalau kantor konvensional ingin menarik dan mempertahankan talenta muda, mungkin sekarang saatnya buat mulai berbenah. Karena Gen Z bukan generasi yang akan diam dan menerima begitu saja. Mereka akan pergi kalau tempatnya gak lagi nyaman.