Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi karyawan yang menerapkan quiet quitting (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Intinya sih...

  • Berkurangnya produktivitas karena hilangnya motivasi, burnout, dan ketidakpuasan terhadap lingkungan kerja.
  • Menurunnya semangat kerja karena kurangnya inisiatif, motivasi, antusiasme, dan tujuan dalam pekerjaan.
  • Karyawan yang melakukan quiet quitting cenderung enggan mengambil inisiatif tambahan di luar tugas utama, sehingga menghambat perkembangan karir.

Belakangan ini, fenomena "quiet quitting" semakin populer di dunia kerja, terutama di kalangan Gen Z. Quiet quitting sendiri adalah kondisi di mana karyawan hanya melakukan pekerjaan sesuai deskripsi kerja tanpa inisiatif tambahan dan antusiasme lebih dari yang diharapkan. Fenomena ini muncul karena budaya kerja yang tidak sehat dan kurangnya apresiasi, sehingga karyawan membuat batasan tegas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, serta menolak terlibat lebih jauh atas tugas di luar jam kerja.

Quiet quitting memang memiliki dampak positif terhadap kualitas hidup. Namun, tidak dipungkiri bahwa fenomena ini juga membawa dampak negatif bagi perusahaan, serta kinerja dan karir individu karyawan.

Lantas, apa dampak negatif yang ditimbulkan dari quiet quitting bagi karyawan? Mari kita bahas bersama!

1. Berkurangnya produktivitas

ilustrasi berkurangnya produktivitas kerja karena quiet quitting (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Berkurangnya produktivitas bisa disebabkan karena hilangnya motivasi, rasa tidak dihargai, burnout, atau ketidakpuasan terhadap lingkungan kerja. Karyawan yang melakukan quiet quitting cenderung hanya mengerjakan tugas sesuai deskripsi pekerjaan dan takaran gaji yang diterima, tanpa ada inisiatif lebih. Bahkan, seringkali beban kerja tambahan dilimpahkan kepada rekan kerja yang lebih aktif dan termotivasi. 

Hal ini tentu membuat seorang karyawan menjadi kurang produktif, serta dapat menimbulkan ketidakseimbangan dan potensi konflik internal dalam tim. Secara individu, karyawan tersebut mungkin kesulitan mencapai target kerja yang tinggi. Target tim pun akan ikut terganggu, alhasil menyebabkan kinerja perusahaan menurun.

2. Semangat kerja menurun

ilustrasi semangat kerja menurun karena quiet quitting (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Salah satu dampak negatif utama dari quiet quitting bagi karyawan adalah menurunnya semangat kerja. Karyawan yang melakukan quiet quitting mungkin merasa tidak dihargai, sehingga tidak tertarik untuk berkontribusi secara maksimal. Hal ini bisa terjadi karena hilangnya inisiatif, motivasi, antusiasme, dan tujuan dalam pekerjaan, yang membuat pekerjaan terasa membosankan.

Semangat kerja seringkali datang dari interaksi dengan rekan kerja serta perusahaan. Tanpa disadari, quiet quitting bisa membuat karyawan merasa asing akibat menarik diri dari interaksi dan kerja sama tim. Menurunnya semangat kerja karyawan ini tentu akan berdampak negatif bagi perusahaan, salah satunya potensi kerugian finansial.

3. Kinerja yang kurang memuaskan

ilustrasi kinerja kurang memuaskan karena quiet quitting (pexels.com/Yan Krukau)

Karyawan yang melakukan quiet quitting tidak lagi berusaha lebih, berinisiatif, atau menunjukkan dedikasi tinggi. Mereka juga cenderung menghindari tanggung jawab tambahan atau inovasi baru yang bisa meningkatkan produktivitas tim. Akibatnya timbul kinerja yang kurang memuaskan.

Kinerja yang kurang memuaskan ini adalah dampak dari menurunnya komitmen karyawan terhadap pekerjaan. Atasan pun cenderung tidak puas dengan hasil kerja mereka, sehingga peluang promosi, peningkatan gaji, atau pengembangan diri akan sulit didapatkan. Alhasil, berdampak negatif juga pada reputasi perusahaan dan kepuasan pelanggan.

4. Stagnasi karir

ilustrasi stagnasi karir karena quiet quitting (pexels.com/cottonbro studio)

Stagnasi karir adalah kondisi di mana seorang karyawan merasa tidak ada kemajuan atau perkembangan dalam karirnya, baik dari segi keterampilan, tanggung jawab, atau promosi. Seringkali ditandai dengan rasa bosan, kurang motivasi, maupun tantangan dalam pekerjaan.

Karyawan yang menerapkan quiet quitting cenderung enggan mengambil inisiatif tambahan di luar tugas utama, bahkan jarang terlibat aktif dalam diskusi tim. Hal ini membuat mereka kurang terlihat dan tidak menunjukkan potensi untuk berkembang. Hanya fokus melakukan tugas sesuai deskripsi kerja juga membuat karyawan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi, sehingga menghambat mereka untuk dipertimbangkan dalam promosi jenjang karir.

5. Risiko Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

ilustrasi PHK karena quiet quitting (pexels.com/cottonbro studio)

Siapa sangka, risiko Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa terjadi akibat quiet quitting. Kondisi ini tidak lepas dari menurunnya semangat kerja, berkurangnya produktivitas, dan stagnasi karir karyawan. Karyawan yang dianggap kurang berkontribusi terhadap perusahaan kemungkinan menjadi kandidat pertama yang terkena PHK, dibandingkan dengan karyawan yang menunjukkan kinerja dan komitmen tinggi.

Hal ini juga dapat menimbulkan persepsi negatif dari atasan dan manajemen perusahaan, sehingga mempengaruhi evaluasi kinerja dan peluang promosi. Dan pada akhirnya, perusahaan perlu melakukan efisiensi dengan cara Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Ingat, quiet quitting bukan tentang menjadi malas atau tidak peduli. Meskipun tidak selalu negatif, tetapi quiet quitting bukan solusi jangka panjang yang sehat bagi individu karyawan jika dibiarkan berlarut-larut. Sebab akan berdampak serius pada kemajuan karir.

Sebagai karyawan yang baik, pahamilah dengan jelas tugas dan tanggung jawab pekerjaanmu. Luangkan waktu untuk bekerja sama dengan tim sebagai bentuk kontribusi terhadap perusahaan, agar mendapatkan kesempatan promosi jenjang karir. Jika kamu merasa tertekan untuk mengambil lebih banyak pekerjaan di luar jam kerja, sebaiknya komunikasikan tentang batasan pekerjaan dan kehidupan pribadi kepada atasan secara sopan, jelas, dan profesional.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team