Benarkah Founder Startup Gak Laku di Bursa Kerja Usai Gulung Tikar?

Data diambil dari riset yang dilakukan Yale University

Aliran modal yang dalam lima tahun terakhir deras mengalir ke sektor teknologi digital, mulai seret akibat perlambatan ekonomi dan inflasi tinggi di berbagai negara. Dampaknya, investor dan para pemodal ventura menahan pendanaan dan mengalihkan investasinya ke sektor-sektor lain yang dianggap lebih potensial dan menguntungkan di masa resesi.

Gak heran, jika sepanjang 2022 terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran pada karyawan sektor teknologi di seluruh dunia. Bahkan, situs Layoffs.fyi melaporkan, hingga 22 Juli 2022, ada sebanyak 56.224 karyawan dari 381 perusahaan startup global yang terkena PHK.

Jumlah itu bisa jadi jauh lebih besar karena gak semua perusahaan mengumumkan data pengurangan karyawannya. Data itu juga belum termasuk dengan startup yang harus berhenti beroperasi dan tutup.

Berbagai dinamika ini memunculkan sejumlah concern terkait kondisi terkini bursa kerja pascagelombang pemecatan karyawan startup. Lantas, bagaimana peluang para eks-startup untuk kembali mendapatkan pekerjaan, terutama para founder? Yuk, simak!

1. Sebuah riset menyatakan bila mantan pendiri perusahaan startup memiliki peluang di bawah 50 persen di bursa kerja

Benarkah Founder Startup Gak Laku di Bursa Kerja Usai Gulung Tikar?Ilustrasi pria melamar kerjaan (Unsplash.com/Tim Gouw)

Sebuah riset yang digelar Yale University, Amerika Serikat dan dipublikasikan dalam Harvard Business Review 28 Juni lalu, menunjukkan kondisi anomali. Riset bertajuk “Are Former Startup Founders Less Hireable?” itu melaporkan, para mantan pendiri usaha rintisan di sektor teknologi memiliki 43 persen peluang mendapat panggilan kedua (setelah menjalani wawancara kerja) saat melamar pekerjaan, jika dibandingkan dengan pelamar yang bukan berlatar belakang pendiri startup.

Survei yang melibatkan 2.400 responden itu juga menyebutkan, para mantan pendiri startup yang usahanya sukses, punya peluang lebih kecil 33 persen untuk diundang wawancara kerja. Hal ini memperlihatkan kondisi yang bertolak belakang dengan kecenderungan sebagian besar perusahaan yang ingin mempekerjakan karyawan berjiwa wirausaha dan inovatif.

Menurut survei itu, ketika dihadapkan dengan kandidat pekerja yang memiliki dua hal tersebut, yang lazimnya dimiliki para pendiri startup, ternyata perusahaan lebih berpeluang memilih kandidat yang bukan berlatar belakang pendiri startup

2. Menariknya, kondisi tersebut berkebalikan dengan fenomena yang terjadi di Indonesia

Benarkah Founder Startup Gak Laku di Bursa Kerja Usai Gulung Tikar?Ilustrasi berhasil melamar kerja (shutterstock.com/NT_Studio)

Pengamat kewirausahaan sosial Universitas Prasetiya Mulya, Dr. Rudy Handoko, berpendapat situasi serupa justru berkebalikan di di Indonesia. Menurutnya, bukan hal aneh apabila founder startup masuk ke bursa kerja setelah bisnisnya gagal atau pertumbuhan bisnisnya lambat.

Problemnya, kata Rudy, ada semacam stigma pada para founder startup atau mereka yang pernah berstatus sebagai Board of Director, yaitu punya karakter arogan. Gak hanya itu, mereka juga dianggap merasa serba tahu dan stigma negatif lainnya.

“Padahal perekrut membutuhkan karyawan yang humble, open minded, dan terbuka untuk belajar hal baru,” terangnya.

3. Meski memiliki peluang karena keterampilan yang memadai, namun mereka dikatakan gak cocok menjadi seorang karyawan

Benarkah Founder Startup Gak Laku di Bursa Kerja Usai Gulung Tikar?ilustrasi melamar pekerjaan (freepik.com/pressfoto)

Pendapat Rudy itu juga tergambar pada hasil riset yang dibuat tim Yale University. Berdasarkan pengamatan para perekrut, mantan pendiri akan memiliki seperangkat keterampilan yang lebih luas, pola pikir berkembang, dan kecenderungan untuk berinovasi.

dm-player

Akan tetapi, pengalaman sebagai founder (terutama yang pernah meraih sukses) mengindikasikan kandidat tersebut kurang cocok dan kurang berkomitmen dalam peran sebagai karyawan. Akibatnya, perekrut meragukan kecocokan mereka sebagai karyawan.

“Mantan pendiri startup adalah sosok generalis yang berpengetahuan luas. Mereka kritis dalam mencermati peluang bisnis yang berpotensi untuk diakuisisi, serta peka terhadap red flag yang berpotensi menjadi deal breaker. Hal ini mereka miliki berkat pengalaman di sisi manajemen maupun operasional perusahaan, sehingga pengalaman mereka sebagai founder startup ini memberikan pandangan yang cukup matang dalam melakukan investasi,” ujar partner di Living Lab Ventures, Bayu Seto.

Baca Juga: 5 Tips Hindari Penipuan Lowongan Kerja di Perusahaan Teknologi, Catat!

4. Memilih mantan founder startup sebagai pekerja pun dianggap cukup berisiko

Benarkah Founder Startup Gak Laku di Bursa Kerja Usai Gulung Tikar?ilustrasi melamar kerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Namun, Bayu juga menemukan kebanyakan mantan founder startup tahap awal cenderung hyper-focus atas produk atau jasa yang sedang dibangun. Hal ini membuat mereka melupakan gambaran besar dari solusi yang sedang mereka coba hadirkan di market

Dampaknya, pilihan merekrut mantan pendiri startup yang “pindah kuadran” jadi seorang profesional pun, dianggap memunculkan sejumlah risiko. Misalnya, risiko kompatibilitas kultur (cultural fit) di mana perusahaan konvensional memiliki kultur hierarki yang rigid.

Oleh karena itu, menciptakan situasi kerja yang terbuka dan fleksibel jadi komitmen yang harus ditegaskan. Perusahaan sebisa mungkin membentuk budaya nonhirarki yang merupakan kunci utama untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh mantan pendiri.

5. Walau demikian, sejumlah perusahaan masih mengutamakan kompetensi skill calon pekerja, apa pun latar belakangnya

Benarkah Founder Startup Gak Laku di Bursa Kerja Usai Gulung Tikar?ilustrasi interview kerja (pexels.com/MART PRODUCTION)

Terlepas dari hasil survei yang ada, sejumlah perusahaan masih mengutamakan kompetensi skill calon pekerja, apa pun latar belakangnya. Hal ini pun berlaku di XL Axiata.

“Kami menyeleksi kandidat berdasarkan kecocokan skill competency dan kecocokan budaya kerja. Pengembangannya juga berlaku sama bagi semua karyawan yang sudah bergabung di XL Axiata,” jelas Group Head People Services XL Axiata, Mochamad Hira Kurnia.

Hira yang berpengalaman merekrut sejumlah mantan pendiri startup, menyatakan memang ada sejumlah hal yang perlu ditingkatkan dari kelompok tersebut. Di sisi lain, kelompok ini juga memiliki potensi yang dapat dimaksimalkan perusahaan perekrut. 

“Terutama dalam hal kemampuan menganalisis inovasi versus risiko dan kemampuan managing people, serta kecepatan proses beradaptasi dengan lingkungan enterprise yang fokus terhadap balance sheet. Kemampuan networking mereka serta kemampuan dalam mengelola segmen bisnis dalam skala tertentu, juga bisa dimaksimalkan,” tambahnya.

Demikian penjelasan mengenai nasib mantan founder startup usai perusahaannya gulung tikar. Lantas, apakah kamu setuju dengan data yang didapat dari hasil survei tersebut?

Baca Juga: 5 Trigger Karyawan Resign dari Pekerjaan, 'PR' bagi HRD

Topik:

  • Muhammad Tarmizi Murdianto
  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya