4 Sisi Jahat Penulis yang Jarang Dibahas, Aneh tapi Nyata

- Penulis pandai memanipulasi kata-kata dan emosi pembacanya untuk menciptakan kisah dramatis yang mengharukan.
- Penulis cenderung sulit menerima kritik pedas terhadap karyanya karena merasa menulis itu tidak mudah.
- Penulis gemar mengambil gagasan orang lain namun berhati-hati agar tidak terjebak dalam tindakan plagiarisme.
Menjadi penulis selalu identik dengan hal yang romantis. Mulai dari puisi estetis, novel cinta paling laris, hingga sebuah kisah yang bikin pembaca menangis. Saking terharunya.
Tapi, di balik itu semua, ada segmen lain yang menarik untuk dikupas. Yaitu sisi "jahat" yang disembunyikan seorang penulis. Penasaran? Mari bongkar bersama!
1. Suka mengintip kehidupan orang sekitar

Santai saja, tidak seperti yang kamu bayangkan kok. Mereka tidak mengintip kehidupan pribadi, apalagi yang menyangkut hal-hal sensitif. Mereka tidak sampai se kepo itu juga sih. Lagian, penulis juga kan punya kewarasan untuk memelihara adab dan sopan santunnya.
Maksudnya di sini adalah, tatkala mereka mendengar obrolan ringan yang dilontarkan oleh orang-orang. Bukan hanya obrolan biasa pada umunya, tapi ada hal menarik untuk diangkat. Tidak terkecuali anak kecil yang tengah membicarakan suatu hal yang kadang bagi orang dewasa itu terasa menggelitik. Tapi bagi penulis, itu adalah ide segar yang siap menggelegar. Duarrr!
2. Mampu menghipnotis pembaca

Penulis itu lihai bermain emosi. Untuk membius para pembacanya. Cerita sedih dibikin makin terasa pilu, kisah yang biasa saja malah menjelma jadi dramatis. Intinya mereka pandai sekali memanipulasi kata-kata.
Sehingga tidak jarang ada pembaca yang menangis usai menamatkan satu buku atau tulisan. Itu jadi bukti yang tidak terbantahkan. Lantas mana sisi jahatnya? Nah, pertanyaan yang bagus. Dengan kekuatan segenius itu, penulis punya potensi untuk menyalah gunakan keahliannya. Iya, kan?
3. Punya ego selangit sama karyanya sendiri

Sebagai seorang penulis, yang namanya jiwa idealis itu tidak dapat dinafikan. Apalagi yang sudah senior dan terverifikasi. Bagaikan di atas angin, ia tidak mau ada yang berkomentar pedas atas tulisannya.
Alasannya sih simpel, menulis itu tidak gampang. Jadi kalau mau kritik ya pikir-pikir dulu. Tapi kan, tidak semua orang mengerti itu, juga ada sebagian yang bodoh amat. Jadi, mereka menyerang sang penulis habis-habisan. Lantas sang penulis? Tetap teguh pada pendirian dong.
Nah, ini perlu dibahas secara lanjut sih. Penulis yang bijak adalah yang menerima kekurangan karyanya, bukan malah mencak-mencak. Tapi inilah satu sisi gelap penulis yang dalam tanda kutip "kurang dewasa".
4. Diam-diam mengambil ide orang lain

Iya, kamu tidak salah baca kok. Penulis itu gemar mengambil gagasan orang lain. Tapi, bukan secara mentah-mentah menjiplaknya seratus persen. Mereka tidak keterlaluan begitu kok. Mereka tahu juga betapa mengerikannya jebakan plagiarisme.
Olehnya itu, mereka berhati-hati soal itu. Istilahnya, mereka modifikasi ide yang didapatnya dari orang lain. Entah menulis tema yang sama, atau judul yang agak mirip, tapi dengan sudut pandang yang jauh berbeda. Intinya, mereka tetap bijaksana.
Terus, mana sisi jahatnya? Ya jelas dong, yang menyalin tulisan orang lain tanpa merekontruksinya ulang. Kemudian mengumumkan bahwa itu adalah karyanya. Berlagak seorang penulis sejati, tapi aslinya penulis jadi-jadian. Sungguh mengerikan.
Kesimpulannya, jadi penulis itu memang indah. Tapi tidak berarti terbebas dari sisi yang sebagian orang anggap agak "sedikit" jahat. Dibalik kata-kata yang memukau, ada proses yang egois, berantakan, manipulatif, dan itu manusiawi?