Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tips Bangun Boundaries dari Toxic Positivity di Lingkungan Kerja

ilustrasi lingkungan kerja (pexels.com/olia danilevich)

Toxic positivity adalah pola pikir yang memaksakan kita untuk selalu melihat sisi positif dari segala hal, bahkan ketika kita sedang merasa tertekan atau cemas. Sementara itu, berpikir positif memang penting, namun toxic positivity bisa mengarah pada penekanan perasaan dan memaksakan kita untuk menahan emosi negatif. Di lingkungan kerja, hal ini bisa sangat berbahaya bagi kesehatan mental dan emosional kita sebagai pekerja.

Sebagai generasi muda yang tengah menavigasi dunia profesional, penting bagi kita untuk memahami cara membangun batasan terhadap toxic positivity agar bisa tetap menjaga ketenangan batin dan mental. Berikut adalah lima tips untuk membangun boundaries yang sehat dalam menghadapi toxic positivity di tempat kerja. Let's dive in!

1. Kenali dan akui perasaanmu

ilustrasi lingkungan kerja (pexels.com/ Ron Lach)

Langkah pertama dalam membangun batasan terhadap toxic positivity adalah dengan mengakui perasaanmu sendiri. Terkadang, kita merasa tertekan untuk selalu menunjukkan bahwa kita baik-baik saja, terutama di tempat kerja. Namun demikian, hal ini bisa menyebabkan perasaan yang tak diungkapkan menumpuk dan akhirnya membuat kita merasa kelelahan atau cemas.

Saat kamu merasa stres atau frustrasi, luangkan waktu untuk merenung dan mengidentifikasi apa yang sedang kamu rasakan. Jika kamu merasa cemas, katakan pada diri sendiri, "Ini adalah perasaan yang valid, dan aku berhak merasa seperti ini." Jangan merasa harus selalu optimis atau bahagia, perasaan negatif juga merupakan bagian dari pengalaman hidup yang manusiawi. Dengan mengenali dan menerima perasaan ini, kamu akan lebih mampu menghadapinya dengan cara yang sehat.

2. Uraikan batasanmu dengan jelas

ilustrasi lingkungan kerja (pexels.com/Artem Podrez)

Toxic positivity sering kali muncul dalam bentuk komentar yang terlihat positif, tetapi tidak menghargai perasaan kita, seperti, "Jangan terlalu negatif, semua akan baik-baik saja!" Jika ini sering terjadi di lingkungan kerjamu, penting untuk dengan sopan dan jelas menjelaskan batasanmu.

Jika seorang rekan kerja atau atasan memberimu nasihat seperti itu ketika kamu sedang berbicara tentang kesulitan yang sedang kamu hadapi, katakan dengan bijak bahwa kamu lebih membutuhkan empati daripada saran yang terlalu sederhana. Kamu bisa mengatakan sesuatu seperti, "Saya menghargai niat baikmu, tetapi saya merasa bahwa saya lebih membutuhkan ruang untuk didengarkan." Dengan cara ini, kamu tetap menjaga hubungan baik, sambil membangun ruang yang lebih sehat untuk berbicara tentang perasaan dan kesulitan yang kamu alami.

3. Menolak harapan yang tidak realistis

ilustrasi lingkungan kerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Toxic positivity sering datang dengan harapan yang tidak realistis. Misalnya, ketika seseorang mengatakan, "Pikirkan saja hal-hal positif, dan semua masalahmu akan hilang." Namun, kenyataannya, masalah di tempat kerja tidak akan hilang begitu saja hanya karena kita berusaha berpikir positif.

Jika kamu merasa ada ekspektasi yang tidak masuk akal, seperti harus selalu tampil bahagia meskipun beban kerja menumpuk, tidak ada salahnya untuk mengomunikasikan kebutuhanmu dengan jelas. Kamu bisa mengatakan, "Saya ingin fokus pada solusi konkret untuk masalah ini, daripada hanya berpikir positif tanpa dasar." Tindakan ini membantu mengatur harapan yang lebih realistis dan memastikan bahwa kamu tidak terjebak dalam tekanan yang tidak seharusnya terjadi. 

4. Carilah dukungan dari rekan kerja yang memahami

ilustrasi lingkungan kerja (pexels.com/fauxels)

Salah satu cara untuk melawan toxic positivity adalah dengan mencari dukungan dari orang-orang yang bisa memahami dan menerima perasaanmu tanpa menghakimi. Hal ini adalah langkah penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan suportif. Carilah rekan kerja yang kamu percayai untuk berbagi pengalaman dan berbicara secara terbuka tentang tantangan yang kamu hadapi.

Cobalah untuk membangun hubungan dengan orang-orang yang memiliki pola pikir yang lebih realistis, bukan hanya yang selalu berusaha menunjukkan sisi positif tanpa melihat kenyataan. Jika kamu merasa ada orang yang bisa memberikan dukungan empatik, bicarakan masalah yang kamu hadapi dan saling tukar pendapat. Sikap ini membantumu agar merasa lebih didengar dan dihargai.

5. Jangan takut untuk memberi jeda dari rutinitas pekerjaan

ilustrasi kolam renang (pixabay.com/icsilviu)

Dalam dunia kerja yang semakin cepat dan kompetitif, sangat mudah untuk terjebak dalam rutinitas yang sibuk dan merasa harus terus-menerus bekerja tanpa henti. Namun, tidak ada yang lebih penting daripada menjaga kesehatan mental dan fisikmu.

Pastikan kamu memiliki waktu untuk diri sendiri, meskipun itu hanya beberapa menit dalam sehari. Hal ini bisa berupa istirahat singkat, berolahraga, meditasi, atau melakukan hobi yang menyenangkan. Dengan meluangkan waktu untuk merawat diri, kamu dapat mengurangi stres dan menghindari burnout. Jangan merasa bersalah jika kamu perlu mengambil waktu untuk dirimu sendiri karena tindakan ini adalah bagian dari menjaga keseimbangan hidup yang sehat.

Toxic positivity di tempat kerja bisa sangat merugikan jika tidak ditangani dengan baik. Oleh karena itu, penting untuk membangun batasan yang jelas dan menjaga keseimbangan emosional kita. Dengan mengenali perasaan, mengomunikasikan batasan dengan baik, menolak harapan yang tidak realistis, mencari dukungan dari orang yang memahami, dan memberi waktu untuk diri sendiri, kita bisa menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan lebih mendukung. Ingat, kamu tidak perlu selalu berpikir positif, merasa negatif juga adalah bagian dari perjalanan hidup yang alami.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ken Ameera
EditorKen Ameera
Follow Us