Kuliah Zaman Sekarang di Suatu Negeri

Sistem kuliah jaman sekarang “seolah-olah” keren sekali. Baik dosen maupun mahasiswa menenteng laptop dan gadget yang isi filenya power point (PPT) dan PDF. Memang bagus sih, “Hi-Tech” gitu. Namanya kapur tulis dan OHP sudah disingkirkan jauh-jauh dari peradaban, sudah berganti dengan whiteboard yang kinclong dan LCD yang bisa menampilkan gambar full color dan bisa gerak-gerak.
Belum lagi masalah ini, internet. Betapa mudahnya mencari literatur jaman sekarang. Cukup satu situs utama (baca Google), apa yang kita cari langsung ada di depan mata. Komunikasi pun jadi sangat mudah sekarang, bisa pakai jejaring sosial, e-mail, blog, dll. Mau menulis artikel atau opini ga perlu repot-repot bikin mading atau pengumuman yang ditempel, cukup satu klik di website, semua orang di dunia bisa tahu.
Kalau demikian, berarti mahasiswa sekarang pintar-pintar donk. Fasilitas dan metode pembelajaran sedemikian canggih. Beda sekali pada zaman dulu yang listrik aja belum merata, apalagi internet. Tapi di zaman dulu orang-orangnya sudah pinter, berarti jaman sekarang jauh lebih pintar-pintar donk? Ups tunggu dulu, mari kita telusuri lebih lanjut apa yang terjadi di lapangan.
1. Hobi ngumpulin soft copy dan hand-out
Di suatu kelas, sang dosen masuk, mempersiapkan media belajar tadi, kelas tenang dan perkuliahan pun di mulai. Mahasiswa mendengarkan, sesekali mencatat, tapi selebihnya mulai tidak fokus. Di akhir kuliah, sang mahasiswa menyodorkan flasdisk sambil bilang “Boleh minta file ppt-nya pak?”. Jadi selama kuliah, mahasiswa cenderung berkata “Ah sudah ada di slide, nanti tinggal di pelajari sendiri aja”. Lantas, apa yang terjadi berikutnya?
Kemudian mahasiswa pulang ke rumah atau kost, sibuk mengerjakan aktivitas lain (main PS, facebook-an, baca komik, dll) dan akhirnya, power point tadi pun tidak tersentuh. Dijadikan koleksi secara rapi di folder-folder, kalau ditanya temannya punya PPT ini itu, bisa jawab “Sudah donk”. Sebenarnya alasan hobi ngoleksi PPT tidak lain adalah “hati sudah merasa tenang rasanya, walo entah baca nya kapan”. Hand-out hardkopi pun tidak ketinggalan dikopi semua, karena keasyikan kopi sampai dobel-dobel ternyata yang dikopi sama.
2. SKS yang gagal total
Hobi ngumpulin file berlanjut terus-menerus, sampailah menjelang UAS atau UTS ukuran file sudah menggemuk di level Megabyte. Misal besok ujian Anatomi, mulai deh di buka tabungan file tadi. Di buka satu per satu PPT dan mata langsung kaget di PPT pertama. “Busyet banyak banget slide-nya. Ada 65 slide per PPT, padahal ini ada 7 file”. Niat perang udah keder duluan, mana besok ada ujian 2 mata kuliah (satu lagi kuliah mengulang), ya sudah, strategi SKS (sistem kebut semalam) pun gagal total.
3. Membuat makalah
Membuat makalah atau tugas presentasi, kayaknya mahasiswa sekarang juga sudah pintar-pintar. Makalah dan PPT seperti apa yang di mau juga banyak tersebar di internet. Mau cari animasi video juga sudah komplit di Youtube. Gak kaget lagi para dosen mikir “kok bisa cepet amat ya mahasiswa bisa mengerjakan makalah, satu hari bisa kelar”. Pernah dengar namanya SCL? Ya, student center learning, dan sekarang hampir semua kampus sudah menerapkan itu. Mahasiswa membuat makalah, diskusi, tanya jawab, dosen berperan sebagai fasilitator.
“Minggu depan saya adakan presentasi, materi dan panduannya ada di Silabus. Acara presentasi, dilanjutkan dengan diskusi” jelas salah satu dosen di akhir kuliah. Esok hari, esok harinya lagi, sampai hari kelima belum juga di garap. Pas hari ke enam, salah satu mahasiswa mulai gelisah dan messege ke teman sekelompoknya, “Eh gimana nih tugas kelompok kita, kapan kita ngumpul”.
Berkumpul-lah dan semua membawa komplit laptop dan ngerjain di Wifi area. Masukin keywords, dibuka new tab jejer ada wikipedia, slideshare, blog orang, dll. Dan jreng.. jreng ketemu deh makalah apa yang di cari, sama persis apa yang diharapkan. (Ssst ..diam-diam mengganti slide pertama, diisi dengan judul dan nama anggota kelompok, di baca sebentar, tambah file dari wiki, dan besoknya mulai tampil). “Ni udah selesai, so kita ga perlu ke perpus, di perpus panas, bukunya jadul-jadul” alibi mahasiswa.
4. Presentasi di kelas
Di hari H, yang katanya sistem SCL, mulailah kelompok presentasi. Ada setidaknya empat atau lima kelompok dengan topik berbeda mempresentasikan hasil kerjanya. Dan mulailah diskusi. Apa yang terjadi? Karena materi kurang matang, jadi diskusi ya seperti itu. Mahasiswa yang presentasi cuma membaca slide, jawab pertanyaan pun sekenanya. Mana ada dosen yang gak OK banget malah keasyikan nanya “NIM-nya berapa”, sampai lupa menjelaskan materi yang sebenarnya dari presentasi tadi.
Tapi kisah-kisah tadi hanya sekelumit contoh, di kampus antah berantah sana, yang pastinya “tidak terjadi” di kampus di negeri kita tercinta. Bahwa hakikatnya belajar adalah suatu kebutuhan, dan tiap elemen baik mahasiswa atau dosen harus tau perannya masing-masing. Ini bukan menyalahkan siapa-siapa, solusi semuanya ada di tiap elemen, so introspeksi dan memperbaiki diri masing-masing.
Salam Semester Baru !!