"Jangan hanya berjalan di atasnya,
tapi dengarkanlah.
Bumi punya detak, dan
langkah kita adalah iramanya"
[MADING] Bumi yang Berdetak, Hijau dalam Setiap Langkah

Kami selaku tim ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐ซ๐ข ๐๐๐๐ ๐ ๐๐๐ซ๐ฎ๐ฅ ๐๐ฆ๐๐ซ๐๐ก hadir dengan semangat untuk menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan di sekitar kita. Kami menghadirkan karya mading berjudul Bumi yang Berdetak, Hijau dalam Setiap Langkah.
Generasi muda adalah kunci perubahan. Dengan menumbuhkan rasa cinta dan kepedulian terhadap alam sejak dini, kita bisa mewariskan bumi yang lebih baik dan layak untuk kehidupan di masa depan. Sebagai generasi muda, kita memiliki peran besar dalam menentukan masa depan bumi. Lewat karya ini, kami ingin mengajak semua generasi muda untuk lebih mencintai alam, menjaga kebersihan, dan membiasakan hidup ramah lingkungan. Dengan langkah sederhana dan kebersamaan, kita bisa mewujudkan masa depan yang lebih hijau, sehat, dan penuh harapan.
Tim redaksi kami terdiri dari:
- Guru Pendamping: Nurul Hidayah S.Pd
Anggota:
- Miftah Nasywa: Ketua tim, Penulis Esai Latar Belakang, Desainer Visual
- Humairah: Penulis Esai Kesimpulan, Penulis Rubrik Diskusi Pertamina dan Infografik
- Bella Adeliya: Fotografer dan Videografer
Esai: Latar Belakang

Beberapa tahun terakhir, tanda-tanda kerusakan lingkungan semakin mudah kita lihat, bahkan tanpa harus menonton berita. Di banyak kota, hujan deras bisa datang tiba-tiba dan langsung memicu banjir, sementara musim kemarau terasa lebih panjang dan panas. Data BMKG menunjukkan bahwa suhu rata-rata Indonesia terus naik sekitar 0,03ยฐC tiap dekade, dan pola cuaca jadi makin sulit diprediksi.
Di sekitar sekolah, masalah lingkungan juga terlihat jelas. Sampah plastik dari kantin menumpuk setiap hari. Lampu dan pendingin ruangan kadang dibiarkan menyala meski kelas kosong. Ruang hijau yang seharusnya bisa menjadi tempat belajar malah jarang digunakan. Ini bukan hanya masalah kebiasaan, tapi juga sistemโsekolah belum sepenuhnya menerapkan pengelolaan energi dan sampah yang konsisten.
Satu hal yang jarang dibicarakan adalah polusi udara di sekitar sekolah. Di pagi hari, jalanan penuh kendaraan yang mengantar siswa, dan asapnya bercampur dengan debu jalanan. Kalau ventilasi kelas kurang baik, udara kotor itu masuk ke ruangan. Hasilnya, siswa lebih mudah lelah, sulit fokus, dan ada yang terkena batuk atau ISPA. Menurut laporan IQAir 2024, beberapa kota besar di Indonesia bahkan sering berada di kategori kualitas udara โtidak sehatโ. Seperti di Aceh tempat kami berada, polusi udara tidak hanya berasal dari lalu lintas, tetapi juga dari pembakaran sampah dan aktivitas industri kecil di sekitar permukiman. Di beberapa wilayah, terutama saat musim kemarau, kebiasaan membakar sampah menjadi sumber asap yang pekat dan bertahan berjam-jam, mengganggu kegiatan belajar di sekolah.
Masalah lingkungan lain yang cukup menonjol di Aceh adalah banjir lokal akibat saluran drainase yang tersumbat sampah. Beberapa sekolah pernah harus meliburkan siswa karena halaman tergenang air hujan selama berhari-hari. Situasi ini menunjukkan bahwa masalah lingkungan bukan hanya urusan โalamโ semata, tetapi juga perilaku manusia dan tata kelola lingkungan di tingkat lokal.
Di sisi lain, kita sebenarnya punya modal besar: generasi sekolah sekarang adalah generasi digital. Hampir semua siswa terbiasa memakai ponsel, internet, dan media sosial. Sayangnya, kemampuan digital ini sering hanya dipakai untuk hiburan. Padahal, kalau diarahkan untuk aksi lingkungan, hasilnya bisa jauh lebih efektif. Misalnya, membuat sistem pencatatan volume sampah sekolah lewat aplikasi, memasang sensor untuk memantau penggunaan listrik atau kualitas udara, atau mengunggah konten edukasi yang bisa dilihat ribuan orang.
Bayangkan kalau setiap sekolah di Aceh memiliki papan informasi digital yang menampilkan data penggunaan listrik, jumlah sampah yang dihasilkan per minggu, atau kualitas udara terkini. Siswa tidak hanya belajar teori lingkungan dari buku, tapi juga melihat langsung data yang mereka kumpulkan dan menganalisisnya untuk mencari solusi. Dengan cara ini, teknologi tidak hanya menjadi alat, tetapi bagian dari budaya sekolah yang sadar lingkungan.
Kalau teknologi dan edukasi dipadukan, aksi hijau tidak akan berhenti di acara tahunan seperti โpenanaman pohonโ yang kadang hanya simbolis. Kita bisa membangun sistem berbasis data yang terus berjalan, di mana siswa ikut mengawasi dan terlibat langsung. Sekolah bisa menjadi pusat perubahan nyata, dan itu dimulai dari langkah kecil yang dilakukan setiap hari.
Esai: Kesimpulan

Krisis lingkungan di Indonesia bukan lagi sesuatu yang jauh dari kehidupan kita. Polusi udara, sampah plastik, dan penggunaan energi berlebihan terjadi di sekitar sekolah setiap hari. Di Aceh, masalah ini punya ciri khas tersendiri: asap pembakaran sampah yang mengganggu kegiatan belajar, banjir lokal akibat saluran tersumbat, dan minimnya pemantauan kualitas udara secara real-time. Semua ini bisa diatasi lebih efektif jika generasi digital memanfaatkan teknologi yang mereka kuasai.
Keterampilan menggunakan teknologi yang dimiliki siswa seharusnya diarahkan untuk membuat sekolah lebih efisien dan ramah lingkungan. Mulai dari aplikasi pengelolaan sampah, sensor hemat energi, hingga pemantauan kualitas udara, semua itu bisa diterapkan dengan biaya yang relatif terjangkau. Data yang terkumpul bisa membantu sekolah mengambil keputusan yang tepatโmisalnya kapan harus mematikan pendingin ruangan, kapan udara di luar terlalu buruk untuk kegiatan luar kelas, atau bagaimana mengurangi sampah kantin secara signifikan.
Lingkungan sekolah yang bersih, sehat, dan hijau akan langsung meningkatkan kualitas belajar. Siswa bisa bernapas lebih lega, berkonsentrasi lebih baik, dan belajar dalam suasana yang nyaman. Kebiasaan menjaga lingkungan ini juga akan terbawa ke rumah dan masyarakat sekitar. Di Aceh, penerapan sistem seperti ini bisa menjadi contoh bagi desa-desa dan kecamatan, membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari sekolah.
Kalau sekolah konsisten menerapkan langkah-langkah ini, generasi muda tidak hanya akan memahami teori tentang lingkungan, tapi juga mampu menciptakan solusi yang sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. โAksi Hijau Generasi Digitalโ bukan sekadar slogan, tapi bukti bahwa dengan edukasi dan teknologi, kita bisa menjaga bumi tetap layak huniโdimulai dari halaman sekolah sendiri, bahkan dari kelas yang kita tempati setiap hari.
Infografik

Saatnya kita peduli pada 'BUMI'. Mulailah dari hal sederhana. Tindakan kecil yang kita lakukan hari ini akan menjadi penyelamat besar bagi generasi masa depan.
Semua mengingatkan kita bahwa setiap langkah kecil membawa dampak besar bagi bumi. Dari mengurangi plastik, berjalan kaki, menanam pohon, hingga hemat energi, semua bisa jadi kontribusi nyata. Meski sebagian masyarakat sudah bergerak, masih banyak ruang untuk bersama menjaga lingkungan. Mari jadikan gerakan hijau sebagai gaya hidup demi masa depan yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan.
Rubrik Diskusi: Pertamina

Pertamina berkomitmen untuk terus mengutamakan keseimbangan dan kelestarian alam, lingkungan, serta kontribusi pada pemberdayaan masyarakat sebagai prioritas utama demi prospek bisnis yang berkelanjutan.
Dengan 'BISA' โ Berkelanjutan, Inisiatif, Sosial, dan Aksi โ Pertamina menghadirkan energi bersih yang terjangkau dan berkelanjutan.
Foto Bercerita

Pengalaman pertama kali menjadi siswa kelas XII menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi kami. Saat itu, kami menjadi bagian dari kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang penuh semangat dan pengalaman baru. Kami mendapat kesempatan untuk menjadi panitia yang mendampingi adik-adik kelas X dalam menjalani kegiatan tersebut. Di tengah kesibukan memandu MPLS, kami pun mengikuti Zoom dari IDN Times mengenai mini camp. Sambil menyimak materi yang inspiratif dari Zoom, kami tetap berusaha memantau adik-adik agar tetap tertib dan antusias mengikuti rangkaian kegiatan. Semua itu menjadi pengalaman berharga yang melatih kami untuk belajar tanggung jawab, membagi waktu, serta menumbuhkan rasa peduli terhadap sesama.
Foto Bercerita

Perjalanan kami bertiga dalam mengikuti lomba classmeet sebelum libur panjang semester kenaikan kelas menjadi pengalaman yang berkesan. Awalnya, kami saling mendukung dan mempersiapkan diri sesuai cabang lomba yang diikuti. Dengan usaha, doa, dan semangat kebersamaan, akhirnya kami berhasil meraih juara di lomba masing-masing. Momen yang paling membanggakan adalah ketika nama kami diumumkan pada upacara bendera di hari pertama masuk sekolah. Suasana penuh semangat itu menjadi motivasi baru bagi kami untuk terus berprestasi dan membawa kebanggaan bagi kelas maupun sekolah.
Special Section: Cerpen

Menjaga lingkungan tidak selalu dimulai dari hal besar, tetapi dari langkah kecil yang konsisten, seperti memilah sampah, menanam pohon, dan mengajak orang lain peduli. Dari tindakan sederhana itu, akan lahir perubahan besar yang membawa manfaat bagi sekolah, masyarakat, hingga generasi mendatang. Saat kita merawat bumi hari ini, kita sedang menanam harapan untuk masa depan yang lebih hijau, sehat, dan berkelanjutan.
Special Section: Resensi Film

Film WALLยทE kami pilih karena bukan sekadar tontonan, melainkan sebuah karya indah yang membungkus isu lingkungan dengan kisah penuh cinta dan harapan. Melalui karakter kecil nan sederhana, film ini berhasil menyentuh hati dan mengingatkan kita bahwa menjaga Bumi adalah wujud kasih sayang terbesar bagi kehidupan.
"Bumi akan tetap bisu jika manusia berhenti peduli.
Alam hanya bisa pulih bila kita kembali merawatnya."
Kami tim EARTHGUARD, berharap semoga inspirasi dari karya mading ini membuat kita lebih peduli pada lingkungan, karena masa depan ada di tangan kita semua. Terima Kasih.