"Kerja sama ini bukan sekadar menerbitkan buku antar dua negara dalam bahasa masing-masing. Lebih dari itu, buku bisa menjadi cara yang lebih organik untuk mempertemukan pembaca, jauh melampaui diplomasi formal. Melalui cerita-cerita dalam dua buku ini, kita bisa menyaksikan kegelisahan keluarga, gejolak sosial, hingga isu kemanusiaan yang dihadapi masyarakat di masing-masing negara," ungkap Mirna Yulistianti, Senior Editor Gramedia Pustaka Utama.
Sastra Jadi Diplomasi Kultural: Rights Exchange Indonesia–Malaysia

- Dua karya terpilih untuk rights exchange
- Karya dipilih melalui kurasi dan pertimbangan
- Goals dari program ini adalah sastra bisa menjadi jembatan lain untuk hubungan diplomasi
Jakarta, IDN Times - Di tengah riuhnya pagelaran Indonesia International Book Fair 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta Pusat, sepasang buku menjadi simbol persahabatan lintas negara. Satu lahir dari imajinasi penyair Indonesia, Joko Pinurbo, yang karyanya penuh satire dan kelembutan. Satu lagi lahir dari pena penulis Malaysia, Hanif Yusoff, dengan cerita yang getir namun menyentuh tentang kehidupan. Dua karya ini seakan berjalan beriringan, menyeberangi batas bahasa dan negara, untuk bertemu dalam satu panggung.
Dalam ajang tersebut, Gramedia Pustaka Utama (GPU) dari Indonesia dan Legasi Oakheart dari Malaysia resmi menandatangani kerja sama pertukaran hak cipta atau rights exchange. Karya Joko Pinurbo, Tak Ada Asu di Antara Kita, segera diterbitkan di Malaysia, sementara karya Hanif Yusoff, Kakak Saya Hidup Semula, akan hadir di Indonesia melalui GPU. Kolaborasi ini bukan sekadar penerbitan, melainkan wujud nyata diplomasi kultural yang menghubungkan dua bangsa melalui sastra.
Signing ceremony ini berlangsung di Main Stage Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta Pusat, pada Rabu (24/9/2025), disaksikan langsung oleh perwakilan penerbit, inisiator rights exchange dari Gramedia International dan Rimau Rights, serta direncanakan dihadiri oleh Menteri Kebudayaan RI. Dengan momen ini, IIBF 2025 tak hanya menghadirkan perayaan literasi, tapi juga meneguhkan peran buku sebagai jembatan kemanusiaan yang mampu melampaui batas politik maupun diplomasi formal.
1. Dua karya yang terpilih untuk rights exchange

Dua karya pilihan resmi menjadi bagian dari kerja sama ini. Buku Tak Ada Asu di Antara Kita karya penyair terkemuka Indonesia, Joko Pinurbo, akan segera terbit di Malaysia lewat penerbit Legasi Oakheart. Sementara itu, karya Kakak Saya Hidup Semula milik penulis Malaysia, Hanif Yusoff, akan hadir di Indonesia melalui Gramedia Pustaka Utama.
Prosesi penandatanganan digelar di Main Stage Jakarta International Convention Center (JICC), dengan disaksikan langsung oleh perwakilan penerbit, inisiator rights exchange dari Gramedia International dan Rimau Rights. Acara ini juga dijadwalkan akan turut dihadiri oleh Menteri Kebudayaan Republik Indonesia.
2. Karya yang dipilih pun melalui kurasi dan pertimbangan

Kerja sama penerbitan lintas negara ini tentu tidak hadir begitu saja. Ada proses kurasi yang panjang, melibatkan pertimbangan isi karya dan relevansinya dengan pembaca di negara tujuan. Baik Gramedia Pustaka Utama maupun Legasi Oakheart ingin memastikan bahwa karya yang dipilih tidak hanya kuat secara literer, tetapi juga mampu membuka ruang pemahaman lintas budaya.
Hal inilah yang kemudian diungkapkan oleh Mirna mengenai awal mula terjalinnya kolaborasi sekaligus alasan di balik pemilihan karya yang terpilih. Menurut Mirna, semuanya berawal dari pertemuan di book fair, yakni KL Book Fair.
"Legasi Oakheart sama Gramedia Pustaka Utama itu punya satu kesamaan kepedulian, yaitu bagaimana sastra dari dua negara itu bisa berkembang dan bisa diketahui oleh masing-masing negara. Lalu kami lihat katalog dari mereka dan ada kumpulan cerpen ini yang pertimbangannya dari isinya itu bisa memberi wawasan pengetahuan baru untuk pembahasan Indonesia mengenal kehidupan gejolak sosial di Malaysia," lanjutnya.
3. Goals dari program ini adalah sastra bisa menjadi jembatan lain untuk hubungan diplomasi

Selain sekadar pertukaran karya, kolaborasi ini juga memiliki makna yang lebih luas. Kehadiran karya sastra dari dua negara di panggung internasional membuka peluang baru, bukan hanya dalam hal literasi, tetapi juga hubungan antarmasyarakat. Sastra menjadi jembatan yang mempertemukan nilai, pengalaman, dan perspektif yang berbeda dalam satu ruang dialog. Pandangan inilah yang kemudian ditegaskan oleh Mirna,
"Goals-nya itu tentu saja selain kita mempererat literasi antar dua bangsa tapi juga ini tuh sebagai suatu bentuk diplomasi informal yang bisa terjalin melalui karya sastra. Saat ini kan mungkin diplomasi itu bentuknya formal, antar kementerian. Sastra bisa menjadi satu bentuk lain untuk jalur diplomasi itu," tutur Mirna.
4. Secara substansi, karya sastra Malaysia dan Indonesia memiliki kemiripan nilai

Meski lahir dari latar belakang berbeda, karya sastra Indonesia dan Malaysia ternyata memiliki benang merah yang kuat. Kedua negara kerap menyoroti persoalan yang serupa, baik dalam lingkup sosial, budaya, maupun isu-isu kemanusiaan. Hal ini membuat karya yang dipertukarkan tidak hanya relevan, tetapi juga terasa dekat bagi pembaca di masing-masing negara. Kesamaan nilai inilah yang kemudian menjadi dasar pertimbangan dalam kolaborasi rights exchange kali ini.
"Dari sisi spiritual, tentu saja kita sama-sama mayoritas muslim. Itu juga ada di buku ini. Terus masalah ekologis, itu juga dibahas. Jadi di buku ini ada cerpen yang menyoal perusahaan alam di Malaysia. Itu kan concern yang kedua negara sebenarnya sama gitu," kata Mirna.
5. IIBF secara keseluruhan diharapkan menjadi wadah agar sastra Indonesia semakin mendunia

Selain menjadi ruang temu bagi penerbit dan penulis, IIBF juga berfungsi sebagai panggung strategis untuk memperluas jangkauan sastra Indonesia. Dari sini, karya-karya lokal tidak hanya berhenti di rak buku dalam negeri, tetapi juga berkesempatan menyeberang ke berbagai negara. Inilah alasan mengapa pameran buku internasional dipandang sebagai momentum penting untuk memperkenalkan wajah sastra Indonesia secara lebih luas.
"Melalui book fair seperti inilah, karya-karya kita itu dikenalkan ke negara-negara lain. Mungkin cangkupan negaranya juga bisa lebih luas yang kayak barter ini," ucap Mirna.
Rangkaian kerja sama yang terjalin di IIBF 2025 ini nyatanya bukanlah akhir, melainkan pintu menuju peluang-peluang baru. Indonesia terus menyiapkan langkah berikutnya agar karya sastra Tanah Air bisa menembus pasar yang lebih luas dan beragam. Salah satu agenda besar yang sudah menanti ada di kawasan Timur Tengah, di mana Indonesia akan mendapat sorotan istimewa di ajang internasional berikutnya.
"Ini kan memang ada inisiatif untuk Abu Dhabi Book Fair, kita akan menjadi guest of honor. Untuk Abu Dhabi Book Fair tahun depan, persiapannya dimulai dari sekarang. Termasuk juga, kami mulai bekerja sama dengan Kemendikbud, itu menerjemahkan beberapa karya sastra ke bahasa Arab," pungkas Mirna.