Kenali Struktur 3 Babak, Metode Penulisan Film-Film Populer

- Struktur 3 babak adalah metode pembagian cerita menjadi awal, tengah, dan akhir.
- Act 1 memperkenalkan karakter utama dan konflik yang akan dihadapi.
- Act 2 dan Act 3 menggambarkan pertumbuhan karakter dan resolusi konflik.
Apa yang kamu pahami tentang sebuah cerita? Cerita telah ada bersama kita sejak awal mula manusia. Dari mitos kuno hingga film modern, cerita selalu menjadi alat yang ampuh untuk menghibur, mengajar, dan menghubungkan manusia. Sejatinya kita bertahan hidup karena kemampuan kita untuk menyampaikan cerita.
Salah satu kerangka kerja yang paling bertahan lama dalam bercerita adalah struktur 3 babak – sebuah metode yang membagi cerita menjadi tiga bagian: awal, tengah, dan akhir. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles yang akhirnya terus diadaptasi menjadi buku, pentas drama, dan film. Sekarang mari kita uraikan struktur 3 babak dan menyingkap setiap lapisannya melalui lensa tesis, anti-tesis, dan sintesis.
Act I, sebuah tesis dan status quo

Act 1 atau babak pertama adalah sebuah dasar cerita untuk karakter utama, dunia, tujuan dari karakter, dan konflik yang akan menghalangi karakter utama mencapai tujuan tersebut. Biasanya Act 1 akan menjawab siapa protagonis dalam cerita dan bagaimana kehidupan normal mereka sebelum semuanya berubah. Sebuah tesis yang menetapkan premis dan menentukan apa yang akan terjadi dalam cerita tersebut.
Sebagai contoh, dalam film The Lion King, babak 1 memperkenalkan Simba sebagai pewaris tahta Pride Lands yang akan menggantikan ayahnya, Mufasa. Segalanya berjalan manis, hingga kematian Mufasa yang diprakarsai oleh Scar. Babak ini bukan hanya mengenalkan Simba sebagai protagonis, tetapi juga menciptakan pertaruhan yang diemban oleh Simba sehingga membuat penonton peduli terhadap karakter utama.
Dengan menuliskan babak pertama yang solid, maka kamu sudah memulai cerita dengan benar dan kemungkinan besar dapat mengakhiri cerita kamu dengan utuh. Babak ini juga menyambung pertanyaan, "Apakah sang protagonis dapat melewati segala rintangan yang ada?". Jika kamu berhasil membangun karakter utama yang menarik di babak pertama, kamu akan lebih mudah menarik perhatian penonton untuk menikmati ceritamu hingga akhir.
Act II, konfrontasi dan anti-tesis

Jika dalam Act 1 kita membangun sebuah dunia yang tampak normal, maka Act 2 didesain untuk mendobrak status quo dari dunia tersebut. Babak ini adalah ketika protagonis menghadapi tantangan yang akan membuat mereka belajar dan tumbuh. Dapat disebut sebagai "konfrontasi", Act 2 adalah bagian paling panjang ketika karakter menghadapi konflik dan beban emosional yang lebih berat. Babak ini juga disebut sebagai anti-tesis karena menguji tesis yang dihadirkan pada Act 1.
Dalam film The Lion King, Act 2 menceritakan Simba yang tumbuh besar di pengasingan dan lari dari tanggung jawabnya karena rasa bersalah setelah kematian ayahnya. Ini adalah kondisi ketika seisi dunia seolah melawan kondisi awal Simba di Act 1. Pada awalnya Simba berteman dengan Timon dan Pumbaa, yang mendorongnya untuk hidup tanpa tanggung jawab, namun kedatangan Nala dan bimbingan Rafiki mendorong Simba untuk menghadapi takdirnya sebagai pewaris tahta.
Act 2 berkutat dengan konflik, yang tidak hanya eksternal, tetapi melibatkan konflik internal dalam diri protagonis. Sebuah babak ketika karakter berkembang, diuji untuk tumbuh, gagal, dan dihadapkan dengan pilihan-pilihan sulit.
Act 3, resolusi dan menjadi sintesis

Act 3 membawa cerita pada resolusi dan dapat disebut juga sebagai sintesis karena menyatukan status quo di awal cerita (tesis) dan konflik (anti-tesis) sehingga menjadi sebuah kesimpulan yang koheren. Di babak inilah sang protagonis menghadapi konflik utama yang biasanya berujung pada transformasi karakter. Dalam banyak cerita, konklusi dari perjalanan protagonis menjadi sebuah refleksi dari sebuah tema cerita yang universal.
Dalam Act 3 The Lion King, Simba kembali ke Pride Lands untuk merebut kembali tempatnya sebagai raja dan berhadapan dengan Scar. Pada akhirnya, Simba menjadi raja dan menjawab takdirnya untuk mengambil tanggung jawab memimpin Pride Lands – sebuah pertumbuhan karakter dan resolusi konflik eksternal. Resolusi yang kuat tidak selalu harus akhir yang bahagia, tetapi harus diakhiri dengan sebuah pencerahan. Sintesis yang dicapai pada babak 3 memastikan bahwa sebuah cerita akan meninggalkan kesan yang mendalam dan terus beresonansi dengan penonton bahkan jauh setelah cerita tersebut berakhir.
Struktur 3 babak bukan hanya sebuah formula, tetapi merupakan sebuah kerangka kerja untuk menciptakan cerita yang beresonansi dengan penonton. Stuktur ini membantu kita untuk membangun premis yang kuat, mendesain konflik yang proporsional, dan diakhiri dengan resolusi yang tak terelakkan namun mengejutkan.