8 Trik Belajar Bahasa Asing Meski Sibuk Kerja Penuh Waktu

- Mulai dengan menetapkan tujuan kecil dan jelas untuk mencapai impian berbahasa asing.
- Manfaatkan "dead time" dalam rutinitas harian untuk belajar bahasa, seperti saat perjalanan atau istirahat.
- Bangun kebiasaan kecil yang menyatu dengan rutinitas, pilih sumber belajar sesuai gaya belajar, dan latih empat keterampilan secara seimbang.
Kita sering bermimpi bisa berbicara lancar dalam bahasa asing, baik itu bahasa Inggris, Mandarin, Spanyol, atau bahasa lain yang menarik hati. Namun, kenyataan sering berkata lain, pekerjaan penuh waktu menyita energi, waktu, dan perhatian kita. Lalu, apakah mungkin kita mengejar mimpi itu sambil tetap menjalani rutinitas kerja harian?
Jawabannya ada pada strategi yang tepat dan sikap konsisten, kok. Ada delapan trik belajar bahasa asing meski sibuk kerja penuh waktu, agar kita tak merasa harus memilih antara karier dan impian berbahasa asing. Caranya gimana, ya? Simak uraian berikut!
1. Mulai dengan menetapkan tujuan yang jelas dan kecil

Sebelum membuka aplikasi belajar atau membeli buku, mari kita duduk sejenak dan bayangkan apa yang ingin dicapai dalam enam bulan mendatang. Apakah kita ingin bisa memesan makanan, bercakap ringan dengan kolega, atau bahkan mengikuti rapat dalam bahasa baru? Dengan tujuan spesifik, kita punya peta yang jelas untuk bergerak, nih.
Nah, langkah kecil yang bisa kita lakukan adalah memecah tujuan besar menjadi milestone mingguan atau harian. Sebagai contoh “mempelajari 10 kosakata baru per hari” atau “mendengarkan dialog 5 menit setiap pagi”. Strategi semacam ini membuat beban terasa ringan dan mendorong kita maju secara konsisten, lho.
2. Manfaatkan “dead time” dalam rutinitas harian kita

Waktu yang kita anggap “sia-sia” sangat mungkin menjadi bahan bakar penting dalam perjalanan belajar. Misal saat perjalanan ke kantor, antri kopi, atau waktu istirahat sejenak, waktu-waktu itu semua bisa kita isi dengan mendengarkan podcast, audio pembelajaran, atau melihat flashcard.
Kuncinya adalah membawa materi kemana-mana, baik itu aplikasi belajar, catatan kecil, audio, sehingga waktu tunggu menjadi kesempatan belajar. Dalam banyak tulisan tentang produktivitas bahasa, strategi “turn dead time into learning time” memang menjadi favorit para pekerja sibuk.
3. Bangun kebiasaan kecil yang menyatu dengan rutinitas kita

Kita bisa mengaitkan momen-momen rutin dengan aktivitas bahasa, kok. Misalnya, setiap kali minum kopi di sore hari, kita buka aplikasi bahasa dan belajar satu frasa baru. Atau setiap malam sebelum tidur, kita baca satu artikel ringan dalam bahasa asing yang jadi fokus belajar. Strategi ini dikenal sebagai habit stacking, yang menggabungkan kebiasaan baru ke dalam kebiasaan lama.
Dengan terus-menerus memberi ruang bagi bahasa dalam kehidupan sehari-hari, kita menciptakan “lingkungan mini” bahasa itu sendiri. Seiring waktu, kita tak lagi merasakan bahwa belajar adalah beban, tapi bagian alami dari hari-hari kita.
4. Pilih sumber belajar yang sesuai dengan gaya kita

Tahukah kalau setiap orang punya gaya belajar berbeda? Ada yang visual, auditorial, kinestetik, atau kombinasi? Maka dari itu, kita tak perlu memaksakan satu metode. Apakah itu aplikasi interaktif, video singkat, buku audio, kelas daring, atau percakapan dengan teman, semua sah-sah saja. Yang penting, sumber itu harus menyenangkan dan bisa kita akses kapan pun.
Kita juga bisa belajar menggunakan bahan yang relevan dengan pekerjaan kita. Misalnya kalau kita bekerja di bidang teknologi, kita bisa membaca artikel teknologi dalam bahasa target. Dengan cara itu, kita tak hanya belajar bahasa, tapi juga membangun nilai bagi karier kita sekaligus, lho.
5. Latih “empat keterampilan” secara seimbang (mendengar, berbicara, membaca, menulis)

Bahasa bukan cuma soal kosakata, melainkan juga kemampuan mendengar (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Kita perlu menyusun jadwal agar setiap aspek ini mendapat porsi waktu. Contohnya mendengarkan podcast 10 menit, membaca berita 5 menit, menulis catatan, lalu berbicara selama 5 menit sendirian atau dengan teman. Metode ini memastikan kita berkembang secara menyeluruh.
Beberapa pakar menyarankan agar kita berfokus lebih dulu pada receptive skills (mendengar dan membaca) sebagai pondasi, sebelum berani berbicara dan menulis aktif. Setelah fondasi kuat terbentuk, kita bisa lebih percaya diri mengeksplorasi ekspresi lisan dan tulisan kita, deh.
6. Ciptakan lingkungan bahasa mini dalam kehidupan kita

Supaya “lingkungan berbahasa” tumbuh tak hanya terjadi di kelas atau aplikasi, kita perlu memperkaya keseharian kita, nih. Cobalah ubah pengaturan ponsel ke bahasa target, setel latar musik atau podcast dalam bahasa itu, tonton serial ringan tanpa subtitle (atau dengan subtitle target bahasa). Semua ini membantu kita terpapar terus-menerus dengan ucapan dan struktur kalimat alami. Strategi “immersive environment” semacam ini telah terbukti meningkatkan daya ingat dan kemampuan adaptasi otak kita terhadap bahasa baru. Keren, ya!
7. Kelola energi dan hindari kelelahan agar tetap berkomitmen

Belajar sambil bekerja bisa menguras energi mental, lho. Kita harus peka terhadap kondisi tubuh dan pikiran. Kalau mulai merasa jenuh atau stres, beri jeda, ambil napas, atau lakukan aktivitas ringan sebelum kembali belajar. Tak apa memundurkan sedikit target dibanding memaksakan yang malah merugikan, ya.
Jangan lupa memberi hadiah kecil untuk kemajuan kita, contohnya setelah berhasil bertahan belajar selama satu bulan, beri diri kita hadiah kecil atau istirahat ekstra. Strategi semacam ini menjaga semangat tetap menyala sepanjang perjalanan.
8. Evaluasi perkembangan dan sesuaikan strategi secara berkala

Setiap 4–6 minggu, kita perlu mengevaluasi seberapa jauh kita berkembang. Apakah tujuan-tujuan kecil tercapai? Apakah metode yang kita gunakan masih cocok? Jika gak sesuai target, kita bisa ubah, adaptasi, atau mulai mencoba sumber baru. Evaluasi berkala menjaga kita gak terjebak dalam cara yang stagnan.
Jangan takut untuk bereksperimen, cobalah memiliki teman bicara baru, aplikasi berbeda, atau teknik baru. Karena tiap orang punya titik “respons optimal” yang berbeda. Dengan evaluasi dan adaptasi, kita juga menjaga momentum tetap bergerak maju.
Melalui trik belajar bahasa asing meski sibuk kerja penuh waktu, mimpi untuk pintar bahasa bisa terwujud, kok. Tak harus serba cepat, kita bisa menyatu dengan bahasa baru secara bertahap, tanpa harus melepaskan pekerjaan. Alhasil, kita justru melahirkan versi diri yang lebih kaya, yang tak sekadar bicara, tetapi juga mendengar dan mengenal hal-hal baru. Keren, kan!