Warning, 3 Gaya Parenting Paling Toxic yang Harus Orang Tua Hindari!

- Authoritarian Parenting memiliki kontrol tinggi dan kehangatan rendah, menekan aturan tanpa ruang untuk dialog atau kompromi.
- "Laissez-Faire" Parenting minim aturan dan bimbingan, menyebabkan anak sulit bersikap disiplin dan bertanggung jawab.
- Uninvolved Parenting memberi kebebasan tinggi tapi keterlibatan minimal, meningkatkan rasa kesepian dan kesulitan anak dalam membentuk hubungan yang dipercaya.
Pada dasarnya, tidak ada gaya parenting paling baik apalagi sempurna untuk diterapkan pada anak. Anak-anak yang tumbuh dengan sehat, berwawasan luas, dan bahagia, biasanya dibesarkan dengan berbagai campuran gaya parenting.
Namun, ada beberapa gaya parenting yang para psikolog setuju paling harus dihindari. Pasalnya, jika gaya-gaya parenting ini digunakan justru dampak berdampak negatif pada anak. Baca selengkapnya penelitian psikologis mengenai gaya parenting paling berbahaya ini!
1. Authoritarian Parenting
.jpg)
Merujuk pada penelitian dari Journal of Cognitive Psychotherapy, gaya parenting otoriter memiliki ciri nilai kehangatan yang rendah disertai kontrol perilaku yang tinggi. Pola asuh ini dikenal sangat kaku dan ketat terhadap aturan. Authoritarian Parenting menggunakan pendekatan kepatuhan dan disipin, dengan sedikitnya ruang untuk dialog atau kompromi. Pola asuh ini menekan aturan demi aturan dalam rumah tangga tanpa melibatkan perspektif anak.
Dalam kondisi tersebut suara anak tidak dianggap bagian dalam keluarga. Saat anak memiliki perbedaan pendapat sering kali ditanggapi dengan konsekuensi yang keras. Misalnya, anak dikurung di dalam kamarnya untuk waktu yang lama hingga anak kehilangan hak istimewanya akan sesuatu. Pola asuh ini dapat berakibat pada turunnya harga diri anak dan anak mungkin mengalami kesulitan dalam menegaskan diri sendiri di kemudian hari.
Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan Authoritarian Parenting juga bisa menjadi pribadi yang sangat takut akan kegagalan. Kondisi ini terjadi, karena anak terbiasa mendefinisikan kesalahan sebagai hukuman, bukan pertumbuhan. Akibatnya, anak mungkin tumbuh menjadi sangat perfeksionis. Lebih parahnya, anak bisa tumbuh menjadi pemberontak, karena berusaha untuk memperoleh kembali otonominya.
2. "Laissez-Faire" Parenting

Beberapa waktu belakang, pola asuh "Laissez-Faire" sedang banyak dibicarakan di media sosial. Gaya parenting yang termasuk jenis permisif ini membentuk anak tumbuh dalam keluarga yang memiliki kehangatan, namun ekspektasi orang tua minimal. Dalam hal ini orang tua memilih untuk "membiarkan" anak melakukan inginnya tanpa menetapkan batasan tegas. Orang tua, menerapkan sedikit aturan dan menempatkan diri seperti seorang teman.
Akibat dari pola asuh ini anak-anak menjadi terlalu bebas dalam kemandirian, sehingga mereka sulit bersikap disiplin. Terlepas dari gaya komunikasinya yang lebih terbuka, gaya ini tetap tak memiliki struktur dan batasan yang dibutuhkan anak-anak untuk berkembang. Saat dilihat dari luar, kamu mungkin merasa Laissez-Faire Parenting sangat penuh kasih dan pengertian. Namun, gaya parenting ini sering kali sebabkan kurangnya bimbingan dan akuntabilitas.
Orang tua yang bersikap acuh tak acuh juga cenderung mengabaikan perilaku buruk anak. Misalnya, saat seorang anak mengamuk di toko. Bukannya mengatasi perilaku negatif tersebut dengan tegas dan pengertian, orang tua mungkin berusaha menanganinya dengan memberikan mainan atau permen untuk anak. Saat dewasa, anak-anak ini bisa tumbuh sulit di tengah lingkungan yang memerlukan tingkat disiplin dan tanggung jawab tinggi.
3. Uninvolved Parenting

Serupa tapi tak sama, Journal of Child and Family Studies mendefinisikan Uninvolved Parenting sebagai pola asuh yang memberi anak kebebasan tinggi, dengan dukungan dan keterlibatan minimal dari orang tua. Orang tua dengan gaya parenting biasanya memenuhi kebutuhan dasar anak, seperti makan, pakaian, tempat tinggal, namun tidak terlibat secara emosional dengan anak mereka.
Orang tua ini jarang berkomunikasi, tidak banyak mengasuh, dan hanya memberikan sedikit harapan. Pola asuh seperti ini lebih menyerupai bentuk pengabaian. Biasanya, terjadi pada orang tua sibuk yang menghabiskan waktu berjam-jam untuk bekerja. Mereka mungkin memberikan materi berlimpah pada anak, namun tidak pernah terlibat secara pribadi, bahkan tak benar-benar mengenal anak mereka.
Uninvolved Parenting dapat meningkatkan rasa kesepian anak. Misalnya, saat orang tua tak mampu hadir di acara pertemuan sekolah, anak pun akan merasa semakin terasing. Di kemudian hari, anak mungkin kesulitan memiliki hubungan yang dapat dipercaya. Lebih parah lagi, karena tidak ada bimbingan yang tepat, anak mungkin dapat terlibat perilaku berisiko. Keterasingan ini dapat menyebabkan kecemasan, depresi, atau bahkan masalah perilaku.
Jangan abai terhadap penerapan gaya parenting kamu kepada anak. Pasalnya, gaya parenting dapat berdampak sangat mendalam untuk jangka panjang. Anak-anak yang tidak secara utuh memperoleh kehangatan dan bimbingan yang tepat dari orang tua, bisa sangat terluka harga dirinya. Tanpa kamu sadari, gaya parenting yang kamu terapkan pada anak dapat menjadi pemicu trauma yang kemudian berdampak besar pada pembentuk kepribadian dewasanya.