5 Cara Mengatasi Konflik dengan Mantan Pasangan saat Co-Parenting

- Pisahkan perasaan pribadi dengan kepentingan anak secara tegas
- Buat aturan komunikasi yang jelas dan konsisten diterapkan
- Tetapkan boundaries yang tegas dalam setiap interaksi bersama
Co-parenting atau mengasuh anak bersama mantan pasangan setelah berpisah memang gak pernah mudah. Bayangin aja, kamu harus tetap berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang yang mungkin pernah menyakiti perasaanmu atau bikin kamu kecewa. Belum lagi kalau ada perbedaan pendapat soal pola asuh, jadwal kunjungan, atau keputusan penting tentang masa depan anak. Wajar banget kalau situasi ini sering memicu konflik yang bikin emosi naik turun.
Tapi di balik semua tantangan itu, ada satu hal yang gak boleh kamu lupakan: kepentingan anak harus selalu jadi prioritas utama. Anak-anak butuh kedua orangtuanya, dan mereka punya hak untuk merasakan kasih sayang dari mama dan papa tanpa harus terjebak dalam drama orang dewasa. Makanya, penting banget buat kamu belajar cara mengatasi konflik dengan mantan pasangan secara dewasa dan konstruktif. Yuk, simak lima cara ampuh yang bisa kamu terapkan supaya co-parenting berjalan lebih lancar dan damai!
1. Pisahkan perasaan pribadi dengan kepentingan anak secara tegas

Salah satu tantangan terberat dalam co-parenting adalah memisahkan perasaan pribadi terhadap mantan pasangan dengan tanggung jawab sebagai orangtua. Mungkin kamu masih merasa sakit hati, kecewa, atau bahkan marah karena hal-hal yang terjadi di masa lalu. Tapi ingat, anak gak ada hubungannya dengan masalah pribadi kalian berdua. Mereka butuh kedua orangtuanya tanpa harus mendengar cerita buruk tentang salah satu pihak.
Cobalah untuk melihat mantan pasangan sebagai partner dalam mengasuh anak, bukan sebagai mantan yang pernah menyakiti hati. Ketika ada diskusi tentang anak, fokuslah pada topik yang sedang dibahas tanpa membawa-bawa masalah lama. Kalau kamu merasa emosi mulai naik, ambil jeda sejenak untuk menenangkan diri. Ingat, setiap keputusan yang kamu ambil harus berdasarkan apa yang terbaik untuk anak, bukan untuk melampiaskan dendam atau ego pribadi.
2. Buat aturan komunikasi yang jelas dan konsisten diterapkan

Komunikasi yang buruk jadi akar dari sebagian besar konflik dalam co-parenting. Makanya, penting banget untuk menetapkan aturan komunikasi yang jelas sejak awal. Tentukan kapan, bagaimana, dan tentang apa saja kalian boleh berkomunikasi. Misalnya, gunakan aplikasi khusus co-parenting untuk membahas jadwal dan kebutuhan anak, hindari komunikasi di luar jam tertentu kecuali ada emergency, dan sepakati untuk gak membahas masalah pribadi saat sedang diskusi tentang anak.
Konsistensi dalam menerapkan aturan ini juga penting banget. Kalau udah sepakat untuk berkomunikasi lewat aplikasi tertentu, jangan tiba-tiba nelpon atau kirim pesan pribadi kalau bukan urusan mendesak. Komunikasi yang terstruktur dan professional bikin suasana jadi lebih kondusif dan mengurangi peluang terjadinya salah paham. Dengan begitu, fokus kalian bisa tetap terarah pada kepentingan anak tanpa terdistraksi oleh drama yang gak perlu.
3. Tetapkan boundaries yang tegas dalam setiap interaksi bersama

Boundaries atau batasan yang jelas adalah kunci utama co-parenting yang sehat. Kamu harus tegas dalam menentukan apa yang boleh dan gak boleh dilakukan oleh mantan pasangan, begitu juga sebaliknya. Misalnya, sepakati kalau masing-masing gak boleh ikut campur dalam kehidupan pribadi yang lain, gak boleh menjelek-jelekkan satu sama lain di depan anak, atau gak boleh mengubah jadwal kunjungan tanpa persetujuan.
Boundaries ini juga berlaku untuk hal-hal praktis seperti siapa yang berhak mengambil keputusan tentang sekolah, kesehatan, atau aktivitas ekstrakurikuler anak. Kalau boundaries udah ditetapkan, konsisten dalam menjalankannya. Jangan kasih pengecualian hanya karena merasa kasihan atau gak enak hati. Ingat, boundaries yang konsisten justru bikin hubungan co-parenting jadi lebih professional dan mengurangi potensi konflik di masa depan.
4. Gunakan teknik de-eskalasi ketika situasi mulai memanas dan tegang

Meskipun udah berusaha menjaga komunikasi dan boundaries, konflik tetap bisa terjadi sewaktu-waktu. Yang penting adalah kamu tahu cara menangani situasi ketika suasana mulai memanas. Teknik de-eskalasi bisa jadi penyelamat dalam momen-momen seperti ini. Pertama, jaga tone suara tetap tenang dan hindari nada yang terdengar menyerang atau defensif. Kedua, fokus pada masalah yang sedang dibahas, jangan melebar ke hal-hal lain.
Kalau kamu merasa emosi udah gak terkontrol, lebih baik minta jeda untuk cooling down. Bilang aja, "Aku perlu waktu sebentar untuk memikirkan ini, kita lanjutkan pembicaraannya nanti." Gak ada salahnya mengakui kalau kamu butuh waktu untuk menenangkan diri. Ketika udah lebih tenang, coba pahami sudut pandang mantan pasangan tanpa harus setuju dengan semuanya. Terkadang, sekadar merasa didengar dan dipahami bisa meredakan ketegangan yang ada.
5. Manfaatkan bantuan mediator atau konselor family ketika diperlukan

Kalau konflik udah terlalu sering terjadi dan mulai berdampak negatif pada anak, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Mediator atau konselor family yang berpengalaman dalam co-parenting bisa membantu kalian menemukan solusi yang objektif dan fair untuk semua pihak. Mereka punya teknik khusus untuk memfasilitasi komunikasi yang konstruktif dan membantu mengidentifikasi akar masalah yang sebenarnya.
Bantuan profesional juga berguna untuk menyusun parenting plan yang lebih detail dan terstruktur. Dengan guidance dari ahli, kalian bisa menetapkan aturan yang lebih jelas tentang jadwal kunjungan, pembagian tanggung jawab, dan cara menangani situasi-situasi khusus. Jangan anggap mencari bantuan sebagai tanda kelemahan, justru ini menunjukkan kalau kamu serius dalam memprioritaskan kesejahteraan anak dan mau berusaha keras untuk menciptakan lingkungan co-parenting yang sehat.
Co-parenting memang perjalanan yang penuh tantangan, tapi bukan berarti mustahil untuk dilakukan dengan baik. Dengan menerapkan kelima cara di atas secara konsisten, co-parenting bisa jadi pengalaman yang lebih damai dan positif untuk semua pihak, terutama untuk anak-anak yang jadi prioritas utama kalian!