Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanggapan Anak Berdasarkan Usia saat Orangtua Bercerai

Ilustrasi perceraian (www.pexels.com/Alex Green)
Ilustrasi perceraian (www.pexels.com/Alex Green)

Perceraian merupakan isu dan highlight yang  hangat diperbincangkan beberapa waktu ini. Banyaknya kasus perceraian yang terjadi baik di kalangan selebriti maupun masyarakat biasa memperlihatkan hal ini bisa terjadi oleh siapa saja dengan latar belakang masalah yang beragam. 

Pihak yang terdampak kondisi ini bukan hanya orangtua namun juga anak-anak. Sebuah keluarga bisa saja terdiri dari satu atau lebih anak dengan beragam tingkatan usia. Dilansir parents.com keberagaman tingkatan usia anak ini akan memperlihatkan berbagai respons dalam menghadapi kondisi perceraian yang terjadi dalam rumah tangga tersebut. 

1. Usia 0-18 bulan

Ilustrasi bayi (unplash.com/Senjuti Kundu)
Ilustrasi bayi (unplash.com/Senjuti Kundu)

Meskipun tidak terlihat merespons secara langsung, namun faktanya bayi pun terpengaruh atas kondisi perceraian yang terjadi pada orangtua.

Bayi dapat merasakan konflik atau ketegangan yang terjadi di rumah tangga namun tentu saja tidak dapat memahami alasan di balik konflik tersebut. Jika ketegangan ini berlanjut bayi mungkin akan menjadi mudah gelisah dan merasa tidak nyaman yang mengakibatkan mereka menjadi lebih clingy serta sering mengalami perubahan emosi.

Hal ini dapat diperparah dengan adanya kemunduran atau keterlambatan tumbuh kembang anak.

2. Usia 18 bulan - 3 tahun

Ilustrasi bayi menyendiri (unplash.com/Johnny Cohen)
Ilustrasi bayi menyendiri (unplash.com/Johnny Cohen)

Di masa usia batita (bayi di bawah tiga tahun) ini anak akan mempunyai bonding yang kuat dan kebutuhan yang sangat banyak terhadap orangtuanya. Setiap konflik yang terjadi di rumah tangga sudah dapat mereka indrai namun masih sulit untuk menerima dan memahami akan kondisi tersebut.

Perkembangan anak di masa ini akan memiliki kecenderungan untuk self-centered atau mementingkan dirinya sendiri. Ketika perceraian terjadi akan sangat mungkin mereka mengira bahwa merekalah penyebab dari perpisahan tersebut.

Merespons hal ini, mereka akan menjadi lebih sering menangis, menginginkan lebih banyak perhatian daripada biasanya serta bisa saja mengalami kemunduran perkembangan seperti kembali menghisap jempol, menolak untuk toilet training, lebih takut saat ditinggalkan, sampai kepada kondisi sulit tidur atau untuk tidur sendirian di malam hari.

3. Usia 3-5 tahun

Ilustrasi anak tk (unplash.com/Erika Fletcher)
Ilustrasi anak tk (unplash.com/Erika Fletcher)

Usia prasekolah atau usia 3-5 tahun ini, pada dasarnya masih belum mengerti konsep perceraian, namun yang tergambar di benak mereka adalah rasa ketakutan dan ketidakpastian yang akan dialami nanti.

Mereka belum memahami pengertian perceraian dan tidak ingin orangtua mereka berpisah betapa pun tegangnya kondisi rumah tangga. Pada usia ini mereka percaya bahwa perpisahan orangtua merupakan tanggung jawab mereka.

Secara umum efek yang muncul di dalam diri mereka saat berupa perasaan takut akan ketidakpastian masa depan, menyimpan amarah dan memiliki pikiran yang tidak menyenangkan. Hal ini bisa berdampak pada kondisi fisik mereka seperti gangguan tidur bahkan sampai mendapatkan mimpi buruk.

4. Usia 5-8 tahun

Ilustrasi anak sedih (unplash.com/Drew Gilliam)
Ilustrasi anak sedih (unplash.com/Drew Gilliam)

Pada usia 5-8 tahun ini anak-anak mungkin masih belum memahami konsep perceraian secara lebih tepat. Namun di usia ini mereka sudah lebih baik dalam menangkap informasi baik dari dalam rumah ataupun yang berasal dari lingkungan luar rumah terkait isu ini. 

Pada umumnya di usia ini, anak akan menanggapi perceraian sebagai suatu peristiwa dimana seolah-olah orangtua mereka menceraikan mereka. Ini akan disertai rasa khawatir atas kehilangan salah satu orangtua dan mempunyai imajinasi bahwa orangtua mereka akan kembali bersama. Di usia ini juga mereka mempunyai keyakinan diri bahwa mereka bisa menjadi 'penyelamat' atas pernikahan orangtua mereka.

5. Usia 8-11 tahun

Ilustrasi remaja (unplash.com/Joshua Rawson-Harris)
Ilustrasi remaja (unplash.com/Joshua Rawson-Harris)

Anak-anak dengan usia 8-11 tahun ini mempunyai konsepsi atau pemikiran atas diri mereka bahwa salah satu dari orangtua mereka mempunyai kesalahan dan akan ada rasa berpihak atas satu sisi.

Mereka berpikir adanya kesalahan satu sisi inilah yang menyebabkan perceraian tersebut. Dari hal ini jugalah mereka akan membentuk konsep sendiri bahwa ada orangtua 'baik' dan ada orangtua 'jahat' yang bisa saja sampai pada tahapan menuduh orangtua jahat atau egois.

Biasanya di usia ini jugalah mereka akan mulai memperlihatkan kekecewaan mereka atas kondisi dengan berbagai cara seperti berkelahi dengan teman sekelas, merasakan bahwa dunia tidak adil, kecemasan yang berlebihan, menarik diri, bahkan sampai depresi. Bagi sebagian anak efek perceraian di usia ini dimanifestasikan pada gejala fisik seperti rasa sakit perut atau sakit kepala akibat stres sampai gejala yang dibuat-buat agar mereka tidak masuk sekolah.

Perceraian bukanlah hal yang mudah untuk orangtua terlebih untuk anak-anak dengan kematangan psikologi dan mental yang belum cukup stabil. Menjadi orangtua dan keluarga yang mengerti bagaimana respons mereka di tingkatan usia tertentu tentu akan memudahkan para orangtua atau keluarga yang terlibat dalam memperlakukan anak tersebut sebagai bentuk upaya mengurangi efek negatif yang ditimbulkan dari kondisi perceraian ini.

Untuk siapa pun yang berada dalam kondisi ini, tetap semangat dan posisikan diri yang sebaik mungkin di hadapan anak-anak kita, ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Melisa Wirmas
EditorMelisa Wirmas
Follow Us