Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Pola Asuh Orangtua yang Bisa Picu Sifat Psikopat pada Anak

ilustrasi tatapan anak (pexels.com/Ibrahem Bana)
ilustrasi tatapan anak (pexels.com/Ibrahem Bana)
Intinya sih...
  • Polanya Asuh yang Terlalu Kontrol
  • Orang Tua yang Terlalu Cuek
  • Kurangnya Afeksi dan Perhatian Orang Tua

Menjadi orang tua memang gak ada sekolahnya, tapi bukan berarti pola asuh bisa dilakukan asal-asalan. Gak banyak yang tahu, kalau cara mendidik anak sejak kecil punya pengaruh besar ke kepribadiannya saat dewasa nanti. Bahkan, ada beberapa pola asuh yang bisa memicu tumbuhnya sifat psikopat dalam diri anak.

Sifat psikopat itu bukan cuma soal kelakuan sadis seperti di film-film, lho. Dalam dunia psikologi, psikopat digambarkan sebagai pribadi yang gak punya empati, gak merasa bersalah saat menyakiti orang lain, dan punya kontrol emosi yang buruk. Nah, sifat-sifat ini bisa tumbuh karena pengalaman buruk sejak kecil, terutama dari pola asuh orang tua yang salah.

Berdasarkan penelitian dalam International Journal of Offender Therapy and Comparative Criminology serta jurnal Psychopathic Personality and Negative Parent-to-Child Affect, berikut adalah tujuh pola asuh yang ternyata bisa memicu kecenderungan psikopat pada anak.

1. Terlalu otoriter dan mengekang

ilustrasi orang tua marahi anak (pexels.com/RDNE Stock project)

Menurut studi Aina Gullhaugen dari Norwegian University of Science and Technology, banyak pelaku dengan sifat psikopat ternyata dibesarkan dalam lingkungan yang sangat mengontrol dan gak memberikan ruang kebebasan. Anak-anak yang tumbuh di bawah aturan ketat tanpa boleh berekspresi akan merasa gak dihargai, bahkan bisa memendam kemarahan dalam jangka panjang. Jika terus dibiarkan, hal ini bisa membentuk pribadi yang dingin, sulit berempati, dan cenderung agresif secara emosional.

2. Pengabaian atau kurang perhatian

ilustrasi orang tua sibuk (pexels.com/Vitaly Gariev)

Sebaliknya dari pola asuh otoriter, orang tua yang justru terlalu cuek juga bisa berdampak buruk, lho. Dalam penelitiannya, Gullhaugen menyebut bahwa banyak psikopat tumbuh dari lingkungan di mana gak ada yang peduli. Anak jadi merasa tidak dicintai, gak dianggap penting, dan akhirnya membangun benteng emosional untuk bertahan hidup.

3. Kekerasan fisik atau verbal

ilustrasi anak marah (pixabay.com/Vika_Glitter)

Pola asuh yang mengandung kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, adalah salah satu pemicu utama munculnya gangguan kepribadian di masa depan. Dalam jurnal Psychopathic Personality and Negative Parent-to-Child Affect, disebutkan bahwa anak yang mengalami kekerasan di usia 9-10 tahun cenderung menunjukkan ciri-ciri kepribadian psikopat saat remaja. Hal ini menunjukkan bahwa luka emosional yang dialami sejak kecil bisa berdampak panjang terhadap cara seseorang berperilaku di kemudian hari.

4. Hubungan emosional yang dingin

ilustrasi tatapan anak (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Anak-anak butuh kedekatan emosional, entah itu lewat pelukan, kata-kata penyemangat, atau sekadar kehadiran yang hangat. Kalau dari kecil anak gak pernah merasakan hal ini, dia bisa tumbuh jadi pribadi yang juga “dingin” secara emosional, sulit berempati, dan gak peka terhadap perasaan orang lain. Dalam jangka panjang, kekosongan emosional ini bisa membuatnya kesulitan menjalin hubungan yang sehat dengan orang lain.

5. Gak konsisten dalam mendisiplinkan anak

ilustrasi tatapan manipulatif (pexels.com/cottonbro studio)

Dalam beberapa kasus, orang tua bisa terlalu keras di satu waktu, tapi terlalu permisif di lain waktu. Ketidakkonsistenan ini bikin anak bingung tentang mana yang benar dan salah.

Anak juga bisa jadi manipulatif, karena tahu cara “mengakali” reaksi orang tuanya. Ini bisa berkembang jadi ciri kepribadian yang antisosial.

6. Mempermalukan atau merendahkan anak

ilustrasi anak sedih (pexels.com/Jordane Maldaner)
ilustrasi anak sedih (pexels.com/Jordane Maldaner)

Sering memanggil anak dengan sebutan negatif, membanding-bandingkan dengan saudara, atau mempermalukannya di depan umum, bisa mengikis harga diri anak, lho. Lama-lama, anak bisa tumbuh dengan rasa dendam, keinginan untuk membalas, dan kepribadian penuh kemarahan terpendam. Pola ini bisa jadi bibit munculnya perilaku agresif atau bahkan kecenderungan antisosial saat dewasa.

7. Menolak tanggung jawab sebagai orang tua

ilustrasi anak sibuk main HP (pexels.com/Kampus Production)
ilustrasi anak sibuk main HP (pexels.com/Kampus Production)

Beberapa orang tua merasa anak adalah “beban”, lalu menyerahkan sepenuhnya pengasuhan ke orang lain atau membiarkan anak tumbuh sendiri. Sebuah studi longitudinal melibatkan 1.562 anak kembar, diterbitkan dalam jurnal Psychopathic Personality and Negative Parent-to-Child Affect. Berdasarkan pengamatan, ditemukan bahwa kurangnya afeksi dari orang tua saat anak berusia 9-10 tahun bisa berkontribusi besar terhadap munculnya ciri-ciri psikopat di usia 14-15 tahun.

Meskipun faktor genetik punya peran dalam perkembangan sifat psikopat, lingkungan tetap punya pengaruh yang sangat besar. Terutama pola asuh yang diterapkan sejak dini. Bukan berarti semua anak yang mengalami pola asuh buruk akan jadi psikopat, ya, tapi risiko itu jelas meningkat.

Kabar baiknya, pola pengasuhan masih bisa diperbaiki. Kuncinya adalah menyadari pentingnya hubungan emosional yang sehat antara orang tua dan anak, memberikan rasa aman, serta membentuk disiplin dengan penuh cinta. Jadi, kalau kamu nanti jadi orang tua, atau bahkan sekarang sedang membesarkan anak, yuk mulai refleksi dan perbaiki dari sekarang!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
L A L A .
EditorL A L A .
Follow Us