Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi anak perempuan (Pexels.com/Monstera Production)
Ilustrasi anak perempuan (Pexels.com/Monstera Production)

Intinya sih...

  • Anak menyerap rasa cemas yang bukan milik mereka, memicu kecemasan berlebihan di kemudian hari.

  • Mereka bisa mengembangkan pola pikir kekurangan dan merasa bertanggung jawab secara emosional sejak dini.

  • Menurunkan rasa percaya mereka pada orang tua, membuat anak tumbuh dengan rasa bersalah atas kebutuhan mereka sendiri.

Sebagai orang dewasa, kita kadang lupa bahwa anak-anak menyerap lebih banyak dari yang kita sadari—termasuk hal-hal yang seharusnya belum jadi beban mereka. Salah satunya: masalah keuangan keluarga. Niat awalnya mungkin sekadar curhat, atau lepas kontrol saat stres. Tapi membicarakan kesulitan finansial di depan anak bisa meninggalkan dampak psikologis yang jauh lebih besar dibanding yang kamu bayangkan.

Berikut lima alasan kuat kenapa urusan keuangan—apalagi yang penuh tekanan—sebaiknya gak diumbar di hadapan anak. Karena kalau salah langkah, efek jangka panjangnya bisa memengaruhi mentalitas mereka sampai dewasa.

1. Anak bisa menyerap rasa cemas yang bukan milik mereka

Ilustrasi seorang anak perempuan (Pexels.com/cottonbro studio)

Anak-anak belum punya kapasitas emosional untuk memahami konteks masalah keuangan. Tapi mereka bisa merasakan ketegangan dari nada bicara, ekspresi wajah, atau obrolan panas soal tagihan yang belum dibayar. Tanpa sadar, mereka ikut panik atau merasa bersalah.

Ketika anak tumbuh dengan rasa takut soal uang, itu bisa memicu kecemasan berlebihan atau bahkan trauma finansial di kemudian hari. Mereka jadi sulit merasa aman, meskipun situasinya sudah membaik. Padahal, rasa aman emosional adalah pondasi penting buat perkembangan mental mereka.

2. Mereka bisa mengembangkan pola pikir kekurangan sejak dini

Ilustrasi seorang anak perempuan (Pexels.com/cottonbro studio)

Mendengar orang tua mengeluh soal uang bisa membentuk mindset bahwa dunia ini keras, uang selalu kurang, dan hidup itu harus selalu prihatin. Ini bisa membuat anak tumbuh dengan pola pikir scarcity yang membatasi mereka mengambil peluang atau berpikir besar.

Pola pikir seperti ini akan terus terbawa sampai dewasa, memengaruhi cara mereka bekerja, menabung, bahkan mengambil risiko. Tanpa disadari, kamu bukan sedang menanamkan kedewasaan finansial, tapi menularkan rasa takut terhadap uang.

3. Mereka bisa merasa bertanggung jawab secara emosional

Ilustrasi seorang ibu dan seorang anak (Pexels.com/Keira Burton)

Anak yang mendengar orang tuanya stres soal uang bisa merasa mereka adalah beban atau harus “ikut bantu” walau belum waktunya. Mereka bisa tumbuh dengan beban emosional yang gak seharusnya mereka tanggung sejak kecil.

Rasa tanggung jawab ini gak sehat karena membentuk identitas mereka sebagai penolong, bukan anak-anak yang seharusnya bermain dan belajar. Ini bisa membentuk kecenderungan people-pleasing, sulit meminta bantuan, atau merasa bersalah saat ingin mengejar kebahagiaan pribadi.

4. Menurunkan rasa percaya mereka pada orang tua

Ilustrasi seorang anak laki-laki (Pexels.com/cottonbro studio)

Saat anak melihat orang tuanya ribut soal uang, mereka bisa merasa lingkungan keluarganya gak stabil. Hal ini bisa menurunkan kepercayaan mereka terhadap figur otoritas dan menciptakan jarak emosional.

Anak butuh merasa bahwa orang tuanya kuat dan bisa diandalkan, meskipun kenyataannya sedang berjuang. Ketika rasa aman itu hilang, anak jadi lebih rentan tumbuh dengan rasa tidak percaya pada lingkungan—bahkan saat berinteraksi dengan orang lain di luar keluarga.

5. Membuat anak tumbuh dengan rasa bersalah atas kebutuhannya sendiri

Ilustrasi seorang anak laki-laki (Pexels.com/Artem Malushenko)

Mendengar kalimat seperti “uang kita tinggal segini” atau “gak usah minta-minta, lagi susah” bisa bikin anak merasa kebutuhan mereka adalah beban. Akibatnya, mereka bisa tumbuh jadi pribadi yang menahan diri, sulit menyuarakan kebutuhan, dan merasa bersalah saat meminta sesuatu.

Padahal, merasa layak menerima dan menyuarakan kebutuhan adalah bagian penting dari rasa harga diri yang sehat. Kalau dari kecil mereka dilatih untuk selalu “mengalah demi kondisi”, besar kemungkinan mereka akan tumbuh jadi dewasa yang mengorbankan diri sendiri terus-menerus.

Menjadi transparan bukan berarti harus menaruh semua beban hidup di atas bahu anak yang belum siap. Kamu bisa tetap jujur dan mendidik mereka tentang keuangan—tanpa menjadikan mereka saksi tekananmu sendiri. Anak-anak berhak merasa aman, bahkan ketika dunia orang dewasa sedang tidak baik-baik saja. Memilih diam di momen yang tepat, kadang lebih bijak dari seribu kata.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team