“Tempat time-out, baik kursi, kamar, maupun tangga, sebaiknya terasa cukup membosankan tanpa mainan, gawai, atau hiburan lain. Jika anak justru nyaman di sana, maka time-out tidak akan berhasil,” kata Amy Drayton, asisten profesor sekaligus psikolog anak di C.S. Mott Children’s Hospital, dilansir Time Magazine.
8 Cara Membuat Time-Out Efektif untuk Anak, Perhatikan Hal Ini

Time-out sering dianggap sebagai salah satu cara disiplin yang praktis untuk anak. Namun, jika tidak dilakukan dengan benar, metode ini bisa kehilangan makna dan justru membuat anak semakin frustrasi. Agar efektif, orangtua perlu memahami cara penerapannya yang tepat sesuai usia dan kondisi anak.
Dengan langkah yang konsisten, time-out dapat membantu anak belajar mengendalikan emosi dan memahami konsekuensi dari perilakunya. Bukan sekadar membuat anak duduk diam, tetapi juga memberi mereka kesempatan untuk menenangkan diri. Berikut beberapa cara agar time-out lebih efektif untuk si kecil.
1. Tentukan perilaku apa yang memicu time-out

Sebelum menerapkan time-out, orangtua perlu jelas menentukan perilaku apa saja yang akan berujung pada konsekuensi ini. Misalnya, memukul, berteriak, atau menolak mengikuti arahan sederhana. Dengan begitu, anak tahu apa yang harus dihindari.
Kejelasan aturan membuat anak tidak merasa bingung atau dihukum secara tiba-tiba. Mereka jadi memahami hubungan antara perilaku dan konsekuensinya. Semakin konsisten orangtua menerapkan aturan, semakin cepat anak belajar.
2. Pilih tempat khusus untuk time-out

Sediakan kursi atau area khusus yang akan selalu digunakan sebagai tempat time-out. Hindari menyebutnya “kursi nakal” agar anak tidak merasa dipermalukan, cukup gunakan istilah netral seperti “kursi time-out.” Tempat ini sebaiknya tidak memiliki distraksi seperti mainan atau televisi.
Dengan memiliki lokasi tetap, anak akan lebih mudah mengaitkan tempat tersebut dengan konsekuensi atas perilaku mereka. Mereka juga belajar bahwa time-out adalah momen untuk menenangkan diri, bukan hukuman yang memalukan. Konsistensi tempat membuat proses ini terasa lebih terstruktur.
3. Berikan peringatan singkat dan segera

Saat anak melakukan perilaku yang tidak sesuai, beri peringatan singkat dengan suara tegas namun tenang. Contohnya, “Jangan memukul. Kalau kamu ulangi, akan masuk time-out.” Jika anak tetap melanggar, segera arahkan mereka ke kursi time-out.
Menurut Amy Drayton, beri satu peringatan saja, lalu terapkan time-out jika anak tidak menuruti dalam lima detik. Respon cepat penting agar anak bisa langsung mengaitkan perilakunya dengan konsekuensi, tanpa merasa bingung atau dihukum tiba-tiba.
“Berikan instruksi yang sederhana dan jangan terlalu banyak menjelaskan. Sebagai strategi disiplin, berbicara terlalu panjang sama tidak efektifnya dengan bereaksi terlalu emosional, jelas William Coleman, M.D., mantan profesor pediatri di University of North Carolina Medical School, dilansir Parents.
4. Atur durasi sesuai usia anak

Durasi time-out sebaiknya disesuaikan dengan usia anak, yaitu satu menit untuk setiap tahun usianya. Misalnya, anak usia tiga tahun cukup duduk selama tiga menit. Gunakan timer agar anak tahu waktu berjalan dan tidak merasa dihukum terlalu lama.
Tujuan utama dari time-out adalah agar anak belajar menenangkan diri, bukan sekadar duduk diam. Oleh karena itu, pastikan mereka benar-benar tenang minimal lima detik sebelum time-out berakhir. Cara ini membantu anak mengaitkan ketenangan dengan akhir dari konsekuensi.
5. Abaikan anak selama time-out

Saat anak sedang menjalani time-out, jangan memberi perhatian dalam bentuk apa pun. Hindari berbicara, menatap, atau menanggapi rengekan mereka. Hal ini penting agar anak mengerti bahwa perilaku buruk tidak bisa menjadi cara untuk mendapat perhatian.
Menurut David Anderson, PhD, psikolog klinis, dilansir Child Mind Institute, dalam melakukan time-out orangtua sebenarnya tidak sedang menolak anaknya, melainkan hanya mengabaikan perilaku buruk yang muncul. Dengan menarik perhatian secara sengaja, anak akan belajar bahwa tindakan tersebut tidak akan mendapat respons.
Jadi, time-out bukan berarti meninggalkan anak, tetapi membantu mereka memahami mana perilaku yang perlu dihentikan. Meski sulit, konsistensi dalam mengabaikan anak di momen ini akan memperkuat pesan disiplin. Anak belajar bahwa perhatian hanya bisa diperoleh melalui perilaku positif.
6. Konsisten dalam penerapan

Time-out hanya akan efektif jika dilakukan secara konsisten. Artinya, setiap kali anak melakukan perilaku yang sama, konsekuensi juga harus sama. Jika orangtua tidak konsisten, anak akan menguji batas dengan harapan bisa lolos.
“Kalau orangtua memberi reaksi berbeda terhadap hal yang sama, misalnya hari ini membolehkan anak melempar bola di rumah, tapi besok melarangnya, anak akan merasa bingung,” kata Claire Lerner, LCSW, direktur sumber daya pengasuhan di Zero to Three, dilansir Parents.
Dr. Anderson juga menambahkan, kalau ingin mengajarkan anak apa yang tidak boleh dilakukan, biasanya butuh berkali-kali. Konsistensi ini membantu anak merasa aman karena aturan yang berlaku jelas dan tidak berubah-ubah. Mereka jadi tahu persis apa yang akan terjadi jika melanggar. Dalam jangka panjang, ini membantu membangun disiplin yang sehat.
7. Lanjutkan tugas setelah time-out

Jika anak diberi time-out karena menolak mengikuti arahan, pastikan ia tetap menyelesaikan tugas tersebut setelah selesai. Misalnya, jika menolak membereskan mainan, maka setelah time-out ia tetap harus melakukannya. Dengan begitu, anak mengerti bahwa time-out bukan cara kabur dari tanggung jawab.
Langkah ini juga mengajarkan anak tentang pentingnya menyelesaikan kewajiban. Mereka belajar bahwa konsekuensi tidak menghapus tugas, tetapi memberi jeda untuk menenangkan diri sebelum melanjutkannya. Hasilnya, anak akan lebih terbiasa menghadapi aturan dengan cara yang positif.
8. Beri pujian setelah time-out

Begitu time-out selesai, jangan lupa memberikan perhatian positif pada perilaku baik anak. Misalnya, memuji ketika mereka bermain dengan lembut atau mengikuti arahan dengan benar. Hal ini membuat anak merasa dihargai dan tetap dicintai meskipun sempat diberi konsekuensi.
Pujian yang tulus akan memperkuat perilaku positif dan memotivasi anak untuk mengulanginya. Anak belajar bahwa meski ada konsekuensi saat berperilaku buruk, ada juga penghargaan saat mereka berbuat baik. Dengan begitu, keseimbangan antara disiplin dan kasih sayang tetap terjaga.
Time-out bisa jadi cara efektif untuk mendisiplinkan anak jika diterapkan dengan tepat. Kuncinya ada pada konsistensi, ketenangan, dan keseimbangan dengan kasih sayang. Dengan begitu, anak bukan hanya belajar disiplin, tapi juga memahami cara mengendalikan emosinya.