Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)
ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Setiap anak memiliki cara berbeda dalam mengekspresikan diri. Ada yang mudah bercerita soal apa yang dia rasakan, tapi ada juga yang cenderung pendiam dan bingung harus mulai dari mana. Padahal, kemampuan mengungkapkan perasaan itu penting sekali untuk tumbuh kembang anak. Dengan bisa mengungkapkan apa yang mereka rasakan, anak jadi lebih percaya diri, mudah bergaul, dan punya mental yang lebih sehat.

Sayangnya, banyak orangtua masih bingung bagaimana caranya mengajari anak supaya berani terbuka. Apalagi kalau anak terbiasa menahan perasaan atau takut dimarahi saat jujur. Nah, supaya gak salah langkah, yuk bahas cara-cara seru, santai, tapi tetap efektif untuk mengajari anak mengungkapkan perasaan.

1. Jadi contoh nyata, bukan sekadar teori

ilustrasi orangtua dan anak sedang berbicara (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Anak itu seperti spons, gampang sekali menyerap apa yang dia lihat. Jadi, kalau mau anak jago mengungkapkan perasaan, orangtua juga harus memberi contoh nyata. Misalnya, kalau kamu lagi capek sepulang kerja, coba bilang, “Mama lagi capek banget, jadi butuh istirahat sebentar ya.” Atau kalau lagi bahagia, tunjukkan juga, “Seneng banget deh hari ini bisa jalan-jalan bareng.”

Dengan cara ini, anak belajar bahwa bicara soal perasaan itu wajar dan gak perlu ditutupi. Jangan sampai kita menyuruh anak cerita, tapi kitanya sendiri jarang terbuka. Ingat, sebagai orangtua, kamu harus bisa memberikan contoh nyata.

2. Kenalkan kosakata emosi sejak dini

ilustrasi anak sedang menangis (pixabay.com/Bob_Dmyt)

Salah satu alasan anak sulit mengungkapkan perasaan adalah mereka masih belum menguasai kosa kata. Coba deh kenalkan kosakata emosi sejak kecil, bukan hanya “sedih” atau “senang,” tapi juga kata-kata lain seperti “deg-degan,” “kecewa,” “bangga,” “kesepian,” atau “khawatir.” Caranya bisa lewat buku cerita, mainan, atau bahkan saat menonton film bersama. Misalnya, saat melihat karakter kartun menangis, kamu bisa tanya, “Menurut kamu, dia kenapa ya nangis? Lagi sedih atau kecewa?” Dengan begitu, anak jadi terbiasa mengenali dan menamai emosinya sendiri.

3. Ciptakan ruang aman untuk bercerita

ilustrasi orangtua sedang memuji anak (freepik.com/Freepik)

Anak akan kesulitan jujur kalau takut dimarahi atau diremehkan. Makanya, penting sekali untuk membuat safe space di rumah. Saat anak cerita, jangan buru-buru nge-judge atau ngegas. Dengarkan dulu sampai habis, baru beri tanggapan.

Kalau anak merasa aman, mereka jadi lebih berani terbuka. Bahkan, kalau anak cerita soal hal-hal kecil seperti rebutan mainan sama temennya, coba hargai dulu usahanya untuk terbuka. Ingat, bagi mereka itu hal besar.

4. Validasi, jangan abaikan

ilustrasi orangtua dan anak sedang berbicara (pexels.com/August de Richelieu)

Kadang orangtua suka menyepelekan perasaan anak. Misalnya, anak bilang takut gelap, orangtua malah menjawab, “Ah, masa gitu aja takut.” Padahal yang anak butuhkan bukan dihakimi, melainkan divalidasi.

Coba ganti dengan kalimat seperti, “Mama paham kamu takut, gelap memang bisa bikin gak nyaman. Yuk, kita nyalakan lampu kecil biar lebih tenang.” Dengan begitu, anak belajar kalau perasaannya itu nyata dan pantas didengar, bukan sesuatu yang harus ditahan.

5. Ajarkan cara mengelola, bukan hanya mengungkapkan

ilustrasi orangtua dan anak sedang berbicara (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Bicara soal perasaan itu penting, tapi jangan lupa ajarkqn juga cara mengelolanya. Misalnya, kalau anak marah, beri tahu kalau marah itu wajar, tapi gak boleh sampai menyakiti orang lain. Misalnya, memukul, merusak barang, atau berteriak saat sedang emosi.

Ajak anak mencari cara sehat untuk menyalurkan emosi, seperti tarik napas dalam, memeluk boneka, atau menulis di buku harian. Dengan begitu, anak gak hanya bisa cerita, tapi juga punya skill untuk mengatasi emosinya. Ini yang nantinya bikin mereka lebih tahan banting saat menghadapi masalah di sekolah atau pergaulan.

Mengajari anak mengungkapkan perasaan adalah investasi untuk masa depan mereka. Anak yang bisa bicara soal perasaan cenderung lebih mudah bergaul, punya empati tinggi, dan mentalnya lebih sehat. Jadi, yuk, mulai dari hal kecil: beri contoh, kenalkan kosakata emosi, bikin ruang aman, sampai beri media kreatif. Ingat, anak yang terbiasa terbuka sejak kecil akan tumbuh jadi pribadi yang kuat dan penuh kasih.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team