Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Menghindari Overparenting agar Anak Tumbuh Mandiri

ilustrasi orangtua mengajari anaknya mengendarai sepeda (pexels.com/Lgh_9)
ilustrasi orangtua mengajari anaknya mengendarai sepeda (pexels.com/Lgh_9)
Intinya sih...
  • Bedakan antara mendampingi dan mengatur, biarkan anak memilih jalannya sendiri
  • Jangan takut anak gagal, biarkan mereka belajar bangkit sendiri dari kesalahan
  • Hargai privasi anak, bangun komunikasi yang sehat agar anak nyaman cerita sendiri
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jadi orangtua itu memang penuh dilema. Kita mau anak jadi sukses, bahagia, dan jauh dari masalah. Namun, kadang, niat baik justru bisa kebablasan jadi overparenting alias terlalu mengatur kehidupan anak. Akibatnya, anak bisa kehilangan rasa percaya diri, kurang mandiri, dan malah susah membuat keputusan sendiri.

Nah, biar gak terjebak jadi orangtua yang “over” alias berlebihan, yuk, kita bahas cara-cara menghindari overparenting tanpa harus cuek atau lepas tangan. Ingat, kuncinya ada di keseimbangan: mendampingi, tapi tetap memberi ruang. Simak baik-baik, ya!

1. Bedakan antara mendampingi dan mengatur

ilustrasi orangtua membantu anaknya belajar (pexels.com/sofatutor)
ilustrasi orangtua membantu anaknya belajar (pexels.com/sofatutor)

Banyak orangtua sering salah kaprah mengira mendampingi itu sama dengan mengatur semua hal. Padahal beda, lho! Mendampingi artinya kita hadir saat anak butuh, memberi arahan, tapi tetap membiarkan anak memilih jalannya sendiri.

Misalnya, saat anak bingung mau ikut ekstrakurikuler apa di sekolah. Daripada langsung menentukan, coba tanyakan minatnya, bantu dia mempertimbangkan pro-kontra, lalu biarkan dia yang mengambil keputusan. Dengan cara ini, anak merasa dipercaya dan belajar bertanggung jawab.

2. Jangan takut anak gagal

ilustrasi anak terjatuh (pexels.com/Ketut Subiyanto)
ilustrasi anak terjatuh (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Rasa takut anak gagal sering jadi alasan utama overparenting. Orangtua merasa harus selalu “menyelamatkan” anak dari kesalahan. Padahal, gagal itu bagian penting dari proses belajar.

Kalau anak selalu dijaga supaya gak jatuh, kapan dia belajar bangkit sendiri? Misalnya, anak lupa mengerjakan PR. Biarkan dia dapat konsekuensinya, jangan buru-buru mengerjakan PR anak dan mengantarkannya ke sekolah. Dari situ dia akan belajar tanggung jawab tanpa perlu dimarahi berlebihan.

3. Hargai privasi anak

ilustrasi orangtua dan anak remaja (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
ilustrasi orangtua dan anak remaja (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Seiring bertambahnya usia, anak akan paham dan mengharapkan ruang pribadi. Overparenting biasanya muncul saat orangtua terlalu ingin tahu semua detail hidup anak, misalnya memeriksa chat, sosial media, atau isi tas. Tentu, penting untuk tetap waspada terhadap hal-hal berisiko. Namun, kalau semua hal dikontrol, anak bisa merasa gak dipercaya. Solusinya, bangun komunikasi yang sehat. Daripada kepo diam-diam, lebih baik ajak ngobrol terbuka supaya anak nyaman cerita sendiri.

4. Biarkan anak mengambil keputusan kecil

ilustrasi orangtua dan anak-anak sedang bermain (unsplash.com/National Cancer Institute)
ilustrasi orangtua dan anak-anak sedang bermain (unsplash.com/National Cancer Institute)

Sering kali orangtua terlalu ikut campur dalam hal-hal kecil, misalnya memilih baju, makanan, atau cara belajar. Padahal, keputusan-keputusan kecil ini bisa jadi latihan penting untuk anak dalam mengelola pilihan. Coba mulai dengan hal sederhana: biarkan anak memilih menu makan siang, menentukan warna cat kamarnya, atau mengatur jadwal belajarnya. Dari sini, mereka belajar kalau keputusan membawa konsekuensi, sekaligus meningkatkan rasa percaya diri.

5. Ajarkan anak mengelola emosi

ilustrasi anak sedang menangis (pixabay.com/Bob_Dmyt)
ilustrasi anak sedang menangis (pixabay.com/Bob_Dmyt)

Overparenting sering muncul saat orangtua terlalu cepat menenangkan anak ketika mereka sedih, marah, atau kecewa. Memang rasanya gak tega melihat anak menangis, tapi kalau selalu buru-buru dihibur, anak jadi gak belajar cara menghadapi emosinya. Biarkan anak merasakan emosinya dulu, lalu ajari cara mengelola: tarik napas, menulis, atau ngobrol setelah tenang. Dengan begitu, anak lebih siap menghadapi tantangan hidup yang penuh dinamika.

Cara menghindari overparenting bukan berarti membiarkan anak bebas tanpa batas. Justru, ini tentang memberi keseimbangan, yakni hadir sebagai pendukung, tapi juga percaya anak mampu berdiri sendiri. Ingat, tujuan kita sebagai orangtua bukan hanya membesarkan anak yang pintar, tapi juga anak yang mandiri, tangguh, dan siap menghadapi kehidupan. Jadi, yuk, percaya proses dan biarkan anak tumbuh jadi pribadi yang mandiri!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Cara Kenali Hubungan Parasit yang Bikin Mental Lelah, Jangan Abaikan

09 Sep 2025, 06:16 WIBLife