Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Menghadapi Toxic Parents saat Momen Liburan Keluarga

ilustrasi berkumpul dengan keluarga
ilustrasi berkumpul dengan keluarga (freepik.com/freepik)

Liburan keluarga sering dibayangkan sebagai momen hangat penuh tawa dan kebersamaan yang menenangkan hati. Namun kenyataannya, bagi sebagian orang, liburan justru memicu stres karena harus berhadapan dengan toxic parents yang manipulatif. Situasi ini bikin kamu terjebak antara ingin menghormati keluarga dan menjaga mental health sendiri. Kalau gak disikapi dengan sadar, kesehatan emosionalmu bisa ikut terkuras tanpa terasa.

Hubungan keluarga memang kompleks karena melibatkan ikatan emosional, sejarah panjang, dan ekspektasi yang gak selalu sehat. Menghadapi toxic parents bukan berarti durhaka, tapi usaha menjaga kewarasan diri di tengah dinamika yang rumit. Di sinilah pentingnya memahami boundaries keluarga agar liburan tetap aman secara emosional. Yuk simak lima cara menghadapi toxic parents saat liburan tanpa mengorbankan kesehatan mentalmu.

1. Tentukan batasan sebelum liburan dimulai

ilustrasi perempuan merenung (freepik.com/wayhomestudio)
ilustrasi perempuan merenung (freepik.com/wayhomestudio)

Menetapkan boundaries sejak awal membantu kamu punya kendali sebelum konflik muncul. Kamu bisa menentukan topik apa yang gak ingin dibahas atau perilaku apa yang gak bisa kamu toleransi. Langkah ini penting agar kamu gak terus terseret permainan emosi yang melelahkan. Dengan batasan jelas, menghadapi toxic parents terasa lebih terarah dan aman.

Batasan bukan tembok kaku, melainkan panduan agar hubungan tetap sehat. Kamu berhak menentukan ruang aman demi menjaga kesehatan mental selama liburan keluarga. Saat batasan dilanggar, kamu juga punya alasan kuat untuk menarik diri tanpa rasa bersalah. Konsistensi dalam menjaga boundaries keluarga akan membantumu lebih dihargai.

2. Kurangi ekspektasi agar tidak mudah kecewa

ilustrasi liburan bersama keluarga
ilustrasi liburan bersama keluarga (freepik.com/freepik)

Sering kali luka muncul karena kita berharap orang tua berubah saat momen liburan. Padahal, toxic parents jarang berubah hanya karena suasana berbeda. Menurunkan ekspektasi membuatmu lebih siap secara emosional menghadapi sikap manipulatif. Cara ini efektif menjaga stabilitas emosi selama kebersamaan.

Dengan ekspektasi realistis, kamu gak lagi menunggu validasi yang tak kunjung datang. Fokusmu bergeser dari memperbaiki mereka menjadi melindungi diri sendiri. Ini langkah penting dalam menjaga kesehatan mental jangka panjang. Kamu belajar menerima kenyataan tanpa mengorbankan harga diri.

3. Batasi durasi interaksi jika diperlukan

ilustrasi perempuan menikmati suasana alam (freepik.com/freepik)
ilustrasi perempuan menikmati suasana alam (freepik.com/freepik)

Kamu gak wajib hadir penuh sepanjang waktu hanya demi terlihat kompak. Membatasi durasi interaksi bisa jadi strategi aman menghadapi toxic parents. Misalnya, memilih datang sebentar atau punya waktu sendiri setelah acara keluarga. Cara ini membantumu mengatur energi emosional dengan bijak.

Memberi jarak bukan tanda benci, tapi bentuk self-care yang sehat. Kamu berhak menarik diri saat percakapan mulai mengarah ke manipulasi atau gaslighting. Dengan begitu, kamu tetap bisa menikmati liburan tanpa tekanan berlebihan. Menjaga mental health kadang butuh keputusan tegas.

4. Jangan terpancing provokasi emosional

ilustrasi orang mengobrol
ilustrasi orang mengobrol (freepik.com/freepik)

Orang tua toksik sering memancing reaksi untuk mendapatkan kendali. Saat kamu terpancing, pola lama kembali berulang dan melelahkan. Menghadapi toxic parents butuh kesadaran untuk merespons, bukan bereaksi. Diam atau menjawab singkat sering lebih efektif daripada debat panjang.

Mengelola emosi membantu kamu tetap tenang di situasi sulit. Kamu gak harus membuktikan apa pun atau menjelaskan semua perasaanmu. Fokuslah pada napas dan kestabilan diri sendiri. Strategi ini penting untuk menjaga kesehatan mental selama liburan.

5. Siapkan sistem dukungan setelah liburan

ilustrasi pasangan mengobrol
ilustrasi pasangan mengobrol (freepik.com/pressfoto)

Setelah liburan selesai, dampak emosional sering masih terasa. Menghadapi toxic parents bisa meninggalkan rasa lelah dan sedih yang terpendam. Karena itu, penting punya tempat bercerita yang aman dan suportif. Teman, pasangan, atau profesional bisa jadi penyangga emosimu.

Dukungan membantu kamu memproses pengalaman tanpa menyalahkan diri sendiri. Kamu jadi lebih kuat dalam menetapkan boundaries keluarga ke depannya. Ini bagian dari perjalanan panjang menjaga kesehatan mental. Kamu berhak pulih dengan cara yang sehat.

Menghadapi toxic parents saat liburan memang bukan hal mudah dan sering memicu dilema batin. Namun menetapkan boundaries keluarga adalah bentuk tanggung jawab pada diri sendiri, bukan pengkhianatan pada keluarga. Saat kamu memprioritaskan kesehatan mental, kamu sedang membangun hubungan yang lebih jujur dan aman. Yuk, berani jaga batasan dan pilih dirimu sendiri tanpa rasa bersalah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ananda Zaura
EditorAnanda Zaura
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Motif yang Picu Seseorang Melakukan Emotional Abuse dalam Hubungan

26 Des 2025, 22:15 WIBLife