5 Kesalahan Ini Dilakukan Orangtua dalam Mengajarkan Body Positivity

Body positivity adalah konsep yang mengajarkan seseorang untuk mencintai dan menerima tubuhnya apa adanya, terlepas dari bentuk, ukuran, atau standar kecantikan yang berlaku di masyarakat. Hal ini menjadi semakin penting di tengah maraknya media sosial yang sering menampilkan gambaran tubuh ideal yang tidak realistis. Sebagai orang tua, peranmu sangat besar dalam membangun pola pikir positif ini sejak dini pada anak-anak.
Namun, dalam praktiknya, banyak orangtua yang tanpa sadar justru melakukan hal-hal yang berlawanan dengan nilai body positivity. Kesalahan-kesalahan kecil ini dapat berdampak besar pada cara anak melihat dan menghargai tubuhnya sendiri. Untuk itu, penting bagi kita untuk mengenali dan menghindari kesalahan tersebut agar dapat mendukung anak tumbuh dengan rasa percaya diri yang sehat.
1. Terlalu sering berkomentar tentang bentuk tubuh anak, baik secara positif maupun negatif

Seringkali, orang tua ingin memberikan pujian dengan mengatakan hal-hal seperti, "Kamu terlihat kurus, bagus sekali!" atau sebaliknya, memberikan kritik ketika anak mulai bertambah berat badan. Walaupun maksudnya baik, komentar seperti ini dapat membentuk pola pikir anak bahwa nilai diri mereka tergantung pada bentuk tubuhnya.
Anak-anak yang terlalu sering mendengar komentar tentang tubuhnya cenderung tumbuh dengan perasaan bahwa tubuh mereka harus selalu memenuhi standar tertentu. Hal ini bisa memicu rasa tidak percaya diri, bahkan hingga dewasa. Ketika mereka merasa tidak sesuai dengan standar tersebut, rasa rendah diri mudah muncul.
Daripada berfokus pada bentuk tubuh, lebih baik puji usaha atau karakter anak, seperti kerja kerasnya dalam olahraga atau kreativitasnya dalam berkarya. Dengan begitu, anak belajar menghargai dirinya dari aspek yang lebih substansial, bukan hanya dari penampilan fisik.
2. Membandingkan tubuh anak dengan orang lain, termasuk saudara atau teman

Salah satu kebiasaan buruk yang sering tidak disadari adalah membandingkan anak dengan orang lain. Misalnya, mengatakan, "Lihat kakakmu, dia selalu menjaga berat badannya," atau "Kenapa kamu tidak seperti temanmu yang rajin olahraga?"
Komentar seperti ini bisa membuat anak merasa bahwa tubuhnya tidak cukup baik. Alih-alih termotivasi, anak justru bisa merasa minder dan semakin tidak percaya diri. Bahkan, hal ini bisa memicu kompetisi yang tidak sehat dengan orang-orang di sekitarnya.
Daripada membandingkan, lebih baik fokus pada perkembangan anak secara individu. Setiap anak memiliki keunikan dan ritme pertumbuhan masing-masing. Penting untuk menanamkan bahwa setiap tubuh itu berharga dan layak dihargai apa adanya.
3. Menggunakan makanan sebagai hadiah atau hukuman

Beberapa orang tua sering menggunakan makanan sebagai alat untuk mengatur perilaku anak. Misalnya, memberikan makanan manis sebagai hadiah ketika anak berperilaku baik atau melarang makanan tertentu sebagai bentuk hukuman.
Hal ini bisa membuat anak mengembangkan hubungan yang tidak sehat dengan makanan. Mereka mungkin mulai melihat makanan sebagai sesuatu yang emosional, bukan kebutuhan nutrisi. Akibatnya, pola makan yang tidak seimbang bisa terbentuk, yang pada akhirnya memengaruhi kesehatan fisik dan mental anak.
Lebih baik gunakan metode lain untuk memberikan hadiah atau konsekuensi. Jika ingin memberikan penghargaan, pilih sesuatu yang tidak berhubungan dengan makanan, seperti waktu bermain tambahan atau aktivitas bersama keluarga. Dengan begitu, anak belajar memahami bahwa makanan adalah kebutuhan, bukan alat manipulasi.
4. Mengkritik tubuh sendiri di depan anak

Orangtua seringkali menjadi panutan utama bagi anak. Ketika kamu secara terus-menerus mengkritik tubuhmu sendiri di depan anak, seperti mengatakan, "Aku gemuk sekali," atau, "Aku harus diet ketat," anak secara tidak langsung menyerap pola pikir tersebut.
Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar. Jika orang tua menunjukkan ketidakpuasan terhadap tubuh mereka sendiri, anak-anak cenderung menginternalisasi hal yang sama. Mereka mulai merasa bahwa tubuh mereka juga harus sempurna agar bisa diterima.
Sebaliknya, cobalah untuk menunjukkan sikap positif terhadap tubuhmu sendiri. Tunjukkan bahwa kamu menghargai tubuhmu karena fungsinya, bukan hanya tampilannya. Ini akan membantu anak memahami bahwa tubuh mereka juga berharga apa adanya.
5. Tidak memberikan edukasi tentang keragaman tubuh dan standar kecantikan yang tidak realistis

Banyak orang tua tidak menyadari pentingnya mengedukasi anak tentang fakta bahwa tubuh manusia datang dalam berbagai bentuk, ukuran, dan warna. Hal ini membuat anak mudah terpengaruh oleh standar kecantikan yang tidak realistis, terutama yang ditampilkan di media sosial.
Anak-anak yang tidak mendapatkan pemahaman ini cenderung merasa bahwa mereka harus memenuhi standar tertentu agar dianggap menarik atau bernilai. Padahal, standar kecantikan seringkali dibuat oleh industri untuk tujuan komersial dan tidak mencerminkan keragaman dunia nyata.
Ajarkan anak bahwa setiap tubuh itu unik dan memiliki keindahan tersendiri. Diskusikan tentang bagaimana media sering kali memanipulasi gambar untuk menciptakan ilusi sempurna. Dengan edukasi yang tepat, anak dapat lebih kritis terhadap informasi yang mereka konsumsi dan lebih menghargai tubuh mereka sendiri.
Mengajarkan body positivity kepada anak adalah proses yang membutuhkan kesadaran dan kesabaran. Hindari kebiasaan yang secara tidak sadar dapat merusak pandangan anak terhadap tubuhnya sendiri. Fokus pada pengembangan karakter anak dan edukasi tentang keragaman tubuh agar mereka tumbuh dengan rasa percaya diri yang sehat. Dengan pendekatan yang tepat, kamu dapat membantu anak mencintai dirinya apa adanya, terlepas dari standar kecantikan yang ada di masyarakat.