Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

#MahakaryaAyahIbu: Orangtua adalah Belantara Doa, Rimbun Kasih Sayang, Lebat Akan Semangat

Doc. Pribadi

Artikel ini merupakan karya tulis peserta kompetisi storyline "Mahakarya untuk Ayah dan Ibu" yang diselenggarakan oleh IDNtimes dan Semen Gresik. 


Kabut masih senantiasa menemani perjalanan kali ini. Mendung tak segan menutupi langit yang seharusnya cerah pagi itu. Gunung yang kudaki kali ini terus berselimut kabut, gerimis bahkan hujan lebat. Dari sore, malam hingga ini pagi. Tak kenal waktu. Jalan terus menanjak, jalur semakin tidak jelas. Vegetasi pepohonan kian rapat, rumput rumput tingginya hampir sama dengan tinggi badan saya. Kilat terus menyambar, angin berhembus kencang. Belum lagi ditambah suara-suara yang samar terdengar.

Perasaan saya tidak enak, mulai merinding. Tersadar, nampaknya jalur yang saya ambil keliru saya sedang dalam posisi tersesat. Salahnya lagi saya tidak membawa kompas maupun alat navigasi lainnya. Saya memutuskan beristirahat sebelum tersesat lebih jauh. Kemudian bersandar di pohon, dan duduk termenung. Berusaha menenangkan pikiran dan tidak panik. Saya terdiam, tak sepatah kata terucap. Doa terus dirapalkan dalam hati. Agar semuanya baik baik saja. Di antara resah dan pikiran yang gelisah. Saya teringat pesan ibu sebelum berangkat mendaki, 

“Hati hati nak,  jangan sombong, jangan meremehkan alam dan senantiasa berdoa kepadaNya”.

Kemudian ayah menambahkan,

“Baca  ayat kursi dan al-fatihah nak dan selalu perhatikan tanda tanda yang alam berikan”.

Saya mengangguk, berpamitan. Ada perasaan yang mengganjal sebelum saya berangkat, sorot mata ibu juga nampak memberi pertanda bahwa ia tak sepenuhnya mengizinkan. Begitu pula ayah. Saya terus berpikir dan mencari jalan keluar. Mengamati dan memperhatikan keadaan sekitar seperti yang ayah katakan. Sambil terus berdoa kepadaNya seperti pesan ibu. Tak lama berselang, tiba tiba seekor burung melintas dan berputar putar disekitar saya. Seolah ingin menarik perhatian, burung tersebut menukik kebawah tepat dihadapan saya. Saya melangkah mundur, memperhatikan gerak gerik burung tersebut.

Kemudian burung tersebut kembali terbang dan hinggap disebuah pohon yang berjarak sekian puluh meter. Saya menghampiri pohon yang dihinggapi burung tersebut dan mendongak keatas. Dan di pohon tersebut ada sebuah petunjuk, yaitu berupa tanda panah yang hampir pasti tidak terlihat apabila tidak jeli melihatnya. Alhamdulillah, ini sebuah petunjuk yang diberikan Sang Maha Kuasa. Saya kembali bersemangat, mengumpulkan energi untuk kembali melanjtkan perjalanan. Dan ternyata benar, tak lama kemudian jalur pendakian mulai nampak jelas.

Rasa khawatir akan tersesat pada dinginnya rimba pun sirna. Tebing tinggi menjulang, lembah dan jurang menggenapi. Puncak gunung yang kokoh tak tertandingi. Sungguh mahakarya Tuhan yang luar biasa. Ditengah perjalanan menuju puncak, saya beristirahat di sebelah sebuah mata air yang segar dan terus mengalir. Perlahan pula kabut dan mendung beranjak pergi, matahari menampakkan diri. Kembali mengingatkan kan saya pada kedua orang tua. 

Bagai bening mata air,

Memancar tak henti, mungkin masihlah teramat kurang 

Bagai sinar matahari yang tak kenal bosan, 

Berikan terangnya pada kita

Kaulah segalanya 

(-Iwan Fals-) 

Mata pun berkaca kaca. Dengan segera saya membasuh muka agar air mata diwajah menjadi samar. Singkat cerita, saya tiba dipuncak dengan target waktu yang tak sesuai rencana awal. Tak peduli dengan hal itu. Saya langsung bersujud, bersyukur kepada Allah yang senantiasa melindungi dan menunjukan jalan, serta tak lupa mengucap syukur karena diberi orangtua yang mengasihi, menyayangi dan mendoakan yang terbaik untuk anaknya. Tersesat sebelum kembali ke jalur yang benar merupakan sebuah pelajaran. Tentang harapan yang tak boleh padam, tentang doa yang terus dirapalkan. Terus semangat tak kenal lelah layaknya ayah yang mencari nafkah, senantiasa sabar dan ikhlas seperti ibu yang mengandung dan merawat sejak kecil.

Di puncak tertinggi pegunungan ini, saya berucap dan berharap agar kelak saya dapat membahagiakan kedua orang tua. Setidaknya dalam waktu dekat lulus dengan gelar sarjana tepat waktu dengan nilai yang sesuai harapan. Serta membalas budi kasih, sayang dan kebaikan yang telah diberikan sejak dalam kandungan hingga sampai sekarang.

Share
Topics
Editorial Team
Fissabil Adam Ap
EditorFissabil Adam Ap
Follow Us