4 Tanda Anak Kamu Picky Eater, Orangtua Wajib Tahu!

- Anak picky eater hanya mau makanan yang itu-itu saja, menolak variasi rasa, tekstur, atau warna makanan.
- Mereka sensitif terhadap tekstur atau bau makanan tertentu dan menolak makan saat suasana hati tidak nyaman.
- Reaksi rewel setiap kali disajikan makanan baru adalah tanda lain dari anak picky eater, perlu pendekatan sabar dan konsisten.
Picky eater atau pilih-pilih makanan adalah fase yang dialami hampir semua anak kecil, tapi bisa menjadi masalah serius jika berlangsung terlalu lama. Banyak orangtua baru menyadari anaknya picky eater ketika masalah gizi atau pertumbuhan mulai muncul. Kondisi ini seringkali membuat stres dan khawatir, apalagi jika berat badan anak mulai stagnan atau menurun.
Tidak semua anak yang menolak makan sesekali bisa langsung dikategorikan sebagai picky eater. Memahami ciri-ciri anak picky eater penting agar orangtua bisa segera mengambil langkah yang tepat untuk mencegah masalah gizi jangka panjang dan menciptakan hubungan yang lebih sehat antara anak dan makanan. Berikut ini empat ciri utama anak yang tergolong picky eater.
1. Hanya mau makanan yang itu-itu saja

Salah satu tanda paling umum dari anak picky eater adalah hanya mau mengonsumsi makanan yang sama setiap hari. Anak bisa sangat keras kepala dalam menolak makanan baru, dan bahkan menunjukkan penolakan ekstrem seperti menangis atau marah saat disajikan menu yang berbeda. Misalnya, hanya mau makan nasi dengan telur setiap hari, dan menolak semua jenis lauk atau sayur lainnya.
Kondisi ini menunjukkan ketidaknyamanan terhadap variasi rasa, tekstur, atau bahkan warna makanan. Kadang-kadang hal ini berkaitan dengan sensitivitas sensorik, terutama pada anak-anak usia dini yang belum sepenuhnya terbuka dengan pengalaman baru. Bila kebiasaan ini berlangsung dalam jangka panjang, ada risiko kekurangan gizi karena kurangnya asupan nutrisi dari beragam sumber makanan.
2. Sensitif terhadap tekstur atau bau makanan

Anak picky eater sering menunjukkan reaksi negatif terhadap makanan dengan tekstur atau bau tertentu. Biasanya mereka sangat sensitif terhadap sayur berserat, daging yang kenyal, atau makanan lengket seperti bubur. Reaksi ini berbeda dengan sekadar tidak suka biasa.
Sensitivitas ini bisa dipengaruhi oleh faktor biologis atau neurologis, seperti sensory processing disorder, namun pada banyak kasus terjadi secara alami pada tahap tumbuh kembang anak. Reaksi ini bukan sekadar karena anak "manja", tetapi karena ada ketidaknyamanan nyata yang dirasakan tubuhnya saat menerima rangsangan dari makanan tertentu. Maka dari itu, penting untuk membangun pendekatan dalam mengenalkan makanan baru, bukan dengan paksaan.
3. Menolak makan saat tidak sesuai suasana hati

Bukan hanya soal rasa atau tekstur, anak picky eater juga cenderung sangat terpengaruh suasana hati ketika makan. Jika sedang tidak nyaman, bosan, atau marah, anak bisa langsung menolak makan tanpa alasan jelas. Ini sering membuat waktu makan menjadi ajang negosiasi atau bahkan pertengkaran di meja makan.
Penolakan makan dalam kondisi seperti ini biasanya terjadi karena makan dipandang sebagai kewajiban, bukan aktivitas menyenangkan. Tanpa disadari, tekanan dari lingkungan bisa membuat anak semakin enggan membuka diri terhadap makanan baru. Oleh karena itu, penting menciptakan suasana makan yang tenang, tanpa tekanan atau gangguan berlebihan, agar anak bisa membangun hubungan positif dengan makanan.
4. Rewel setiap kali disajikan makanan baru

Jika anak langsung menunjukkan ekspresi jijik, mengalihkan pandangan, atau bahkan menjatuhkan sendok saat melihat makanan baru, ini bisa menjadi sinyal bahwa ia termasuk picky eater. Reaksi seperti ini bisa muncul bahkan sebelum makanan disentuh atau dicicipi. Bagi sebagian anak, melihat makanan yang tidak dikenali saja sudah cukup membuatnya menolak makan.
Ketakutan terhadap makanan baru disebut food neophobia, dan merupakan bagian umum dari perkembangan anak usia 2–6 tahun. Meski normal pada tahap awal, jika dibiarkan terus-menerus, kebiasaan ini bisa membatasi kemampuan anak untuk mengenal berbagai jenis makanan. Pendekatan yang sabar dan konsisten seperti mengenalkan makanan baru dalam porsi kecil secara berkala dapat membantu mengurangi ketakutan ini.
Picky eater bukanlah kondisi yang harus ditanggapi dengan panik, tapi juga tidak boleh diabaikan. Memahami ciri-cirinya sejak awal membantu orangtua mencari strategi yang tepat agar anak tetap mendapatkan gizi seimbang. Dengan kesabaran, kreativitas dalam menyajikan makanan, dan pendekatan yang positif, anak bisa perlahan-lahan membangun hubungan yang lebih baik dengan makanan.