Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Tips Menghadapi Perbedaan Pilihan Jurusan Kuliah dengan Orangtua

ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/freepik)
ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Mengenali alasan di balik pandangan orangtua
  • Menguatkan alasan pribadi memilih jurusan
  • Melibatkan orangtua dalam proses pencarian informasi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Memasuki dunia perkuliahan merupakan salah satu fase penting dalam kehidupan remaja menuju dewasa. Masa transisi ini bukan hanya tentang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, tetapi juga tentang menentukan arah hidup dan karier jangka panjang. Dalam proses tersebut, sering kali muncul perbedaan pendapat antara calon mahasiswa dan orangtua, terutama dalam hal memilih jurusan kuliah.

Perbedaan ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari harapan orangtua terhadap masa depan anak, hingga ketidaksamaan pandangan mengenai prospek jurusan tertentu. Ketika perbedaan itu tidak disikapi dengan bijaksana, hubungan antara anak dan orangtua bisa merenggang, bahkan menimbulkan tekanan emosional bagi kedua belah pihak.

Untuk mengatasi konflik yang berkepanjangan, yuk simak ketujuh tips menghadapi perbedaan pilihan jurusan kuliah dengan orangtua berikut ini. Keep scrolling!

1. Mengenali alasan di balik pandangan orangtua

ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/freepik)
ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/freepik)

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memahami terlebih dahulu alasan orangtua menginginkan jurusan tertentu. Dalam banyak kasus, orangtua memiliki pengalaman hidup yang membentuk sudut pandang mereka terhadap masa depan anak. Mereka mungkin mempertimbangkan stabilitas keuangan, reputasi bidang pekerjaan, atau peluang karier yang dianggap lebih menjanjikan.

Rasa hormat terhadap pendapat orangtua tetap perlu dijaga, meskipun ada ketidaksepakatan. Menyadari bahwa pandangan mereka didasari niat baik akan mencegah timbulnya konflik yang berlarut. Pendekatan empatik semacam ini mampu membangun dialog yang sehat dan membuka ruang kompromi. Daripada langsung menolak dengan sikap defensif, lebih bijaksana untuk terlebih dahulu menunjukkan bahwa pendapat mereka dihargai, meskipun belum tentu diikuti.

2. Menguatkan alasan pribadi memilih jurusan

ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/freepik)
ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/freepik)

Setelah memahami latar belakang pemikiran orangtua, saatnya menguatkan alasan pribadi dalam memilih jurusan kuliah. Pemilihan jurusan sebaiknya tidak hanya berdasarkan minat sesaat, tetapi juga didukung oleh pengetahuan tentang kurikulum, prospek karier, serta peluang pengembangan diri yang bisa diambil dari jurusan tersebut. Semakin lengkap dan logis argumentasi yang dimiliki, semakin mudah menjelaskan kepada orangtua bahwa keputusan ini telah dipertimbangkan secara matang.

Membangun narasi yang menunjukkan keseriusan terhadap pilihan jurusan dapat meningkatkan kepercayaan orangtua. Misalnya, jika ingin memilih jurusan seni rupa, maka perlu dipaparkan bagaimana industri kreatif berkembang pesat, peluang wirausaha di bidang desain yang luas, serta contoh tokoh sukses yang berlatar belakang jurusan tersebut. Data dan referensi nyata dapat menepis kekhawatiran orangtua bahwa jurusan yang dipilih tidak memiliki masa depan yang jelas.

3. Melibatkan orangtua dalam proses pencarian informasi

ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/freepik)
ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/freepik)

Daripada mengedepankan perdebatan, lebih efektif jika orangtua dilibatkan langsung dalam proses pencarian informasi tentang jurusan pilihan. Ajak mereka membaca brosur kampus, menghadiri seminar pendidikan, atau menyimak webinar yang membahas prospek jurusan tertentu. Saat informasi disampaikan oleh pihak ketiga yang lebih netral dan kompeten, biasanya orangtua akan lebih terbuka terhadap kemungkinan yang sebelumnya mereka tolak.

Keterlibatan ini juga menciptakan rasa kebersamaan dalam proses pengambilan keputusan. Orangtua tidak merasa dipinggirkan atau diabaikan, melainkan menjadi bagian dari proses penentuan masa depan anak. Jika mereka melihat bahwa jurusan pilihan memiliki kurikulum yang relevan, peluang kerja yang terbuka, dan dukungan fasilitas dari kampus, pandangan mereka bisa berubah lebih positif dan mendukung.

4. Menunjukkan komitmen terhadap pilihan yang dipilih

ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/shurkin_son)
ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/shurkin_son)

Sering kali kekhawatiran orangtua muncul karena mereka ragu terhadap konsistensi anak dalam menjalani pilihan yang telah dibuat. Untuk meredam keraguan tersebut, penting untuk menunjukkan komitmen jangka panjang terhadap jurusan yang diinginkan. Komitmen ini bisa ditunjukkan dengan mengikuti kursus pra-kuliah, aktif dalam komunitas yang relevan, atau memiliki rencana karier yang terstruktur sejak awal.

Ketika orangtua melihat bahwa pilihan jurusan tidak hanya sekadar keinginan emosional sesaat, tetapi merupakan keputusan strategis berdasarkan kesiapan mental dan keterampilan, mereka akan lebih mudah percaya. Menunjukkan dedikasi terhadap bidang yang diminati akan membuktikan bahwa keputusan ini bukanlah bentuk pembangkangan, melainkan ekspresi dari kesadaran dan tanggung jawab terhadap masa depan sendiri.

5. Membuka ruang diskusi secara berkala

ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/freepik)
ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/freepik)

Perbedaan pendapat tidak harus diselesaikan dalam satu kali pembicaraan. Justru, membuka ruang diskusi secara berkala bisa menjadi strategi yang lebih efektif. Dengan memberi jeda waktu antar diskusi, masing-masing pihak memiliki kesempatan untuk merenung, mencari informasi baru, serta menyesuaikan sudut pandang. Diskusi yang dilakukan berulang kali dalam suasana tenang cenderung menghasilkan keputusan yang lebih bijak dan tidak terburu-buru.

Menciptakan suasana diskusi yang kondusif penting untuk menjaga relasi tetap sehat. Hindari nada suara tinggi, kalimat sarkastik, atau tekanan emosional yang hanya akan memperkeruh keadaan. Gunakan bahasa yang sopan dan lugas, serta fokus pada tujuan utama, yaitu membangun kesepakatan yang adil dan realistis bagi semua pihak yang terlibat.

6. Mempersiapkan alternatif atau rencana cadangan

ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/teksomolika)
ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/teksomolika)

Sebagai bentuk kompromi, perlu juga disiapkan alternatif atau rencana cadangan yang tidak sepenuhnya bertentangan dengan keinginan orangtua. Misalnya, jika orangtua ingin anaknya kuliah di jurusan kedokteran, sementara anak berminat pada psikologi, maka bisa disepakati untuk mengambil jurusan psikologi klinis yang masih berada dalam rumpun kesehatan. Dengan pendekatan semacam ini, ada titik temu yang memungkinkan kedua pihak merasa dihargai dan didengarkan.

Rencana cadangan juga menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki kemampuan adaptif dan tidak bersikukuh secara kaku. Ini bisa menjadi sinyal positif bagi orangtua bahwa anak mereka mampu bersikap fleksibel tanpa mengabaikan minat pribadinya. Alternatif yang realistis dan masih sesuai dengan bidang minat utama dapat menjadi jembatan komunikasi yang efektif antara dua generasi.

7. Menjaga hubungan baik terlepas dari hasil akhir

ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/shurkin_son)
ilustrasi orangtua membicarakan jurusan kuliah dengan anak (freepik.com/shurkin_son)

Sebesar apa pun perbedaan yang muncul, penting untuk menjaga hubungan emosional yang sehat dengan orangtua. Keputusan apapun yang diambil, jangan sampai menjadi penyebab rusaknya komunikasi dan rasa saling percaya. Menghormati orangtua tidak harus identik dengan selalu mengikuti keinginan mereka, tetapi bisa diwujudkan dengan tetap bersikap sopan, menghargai pendapat, dan menunjukkan rasa tanggung jawab.

Menjaga hubungan baik juga akan membantu proses perkuliahan berjalan lebih ringan. Dukungan keluarga, baik secara moral maupun logistik, merupakan aspek penting dalam keberhasilan studi. Ketika orangtua merasa dihargai dan tetap diberi ruang untuk berperan, mereka cenderung lebih menerima pilihan anak, meskipun tidak sesuai dengan harapan awal. Dengan demikian, harmoni dalam keluarga tetap terjaga sembari memberi ruang bagi anak untuk bertumbuh sesuai jati dirinya.

Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam proses pendewasaan, dan cara menyikapinya akan mencerminkan kedewasaan seseorang dalam mengambil keputusan besar dalam hidup. Dengan komunikasi yang sehat dan rasa saling menghormati, perbedaan ini bukan menjadi penghalang, melainkan peluang untuk saling memahami lebih dalam sebagai keluarga.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Jobdesk Virtual Assistant yang Harus Kamu Tahu, Selalu Upgrade Skill

10 Okt 2025, 21:12 WIBLife