Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Hal Menurut Psikolog yang Sebaiknya Gak Dibagi ke Medsos

ilustrasi sekumpulan orang sedang bermain media sosial (unsplash.com/Vitaly Gariev)
Intinya sih...
  • Stop oversharing informasi pribadi di media sosial untuk menghindari penularan emosi dan stres yang berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis.
  • Jangan berbagi kata-kata negatif secara terus-menerus karena dapat menciptakan lingkungan toxic dan memperkuat perasaan negatif, serta memicu orang lain masuk ke dalam pusaran emosi tidak mengenakan.
  • Hindari menyebarkan misinformasi, memberitahukan detail finansial, atau lokasi asli kamu di media sosial agar tidak merusak kredibilitas, memicu rasa iri, atau membahayakan keselamatan diri sendiri.

Dunia media sosial memang menyenangkan, namun juga dapat melarutkan. Para ahli semakin sadar bahwa perilaku seseorang di media sosial dapat berpengaruh terhadap pola pikir dan kesejahteraan seseorang secara keseluruhan. Media sosial menawarkan pengalaman untuk lebih terhubung dengan banyak orang dari berbagai belahan dunia. Di sisi lain, media sosial juga dapat menjelma menjadi ranjau psikologis saat kamu menjadi oversharing.

Oleh karena itu, psikolog mengatakan jika tidak semua hal bisa begitu saja dibagikan ke media sosial. Namun, tidak semua orang menyadari jika hal-hal tersebut sebaiknya tidak dibagikan. Tak heran, saat ini detoksasi media sosial pun mulai dianjurkan dilakukan. Belum lagi munculnya kebiasaan doom scrolling yang bisa semakin berdampak pada kondisi mental seseorang. Jadi, agar kamu lebih bijak dalam menggunakan media sosial, berikut sejumlah hal yang tidak boleh dibagikan berdasarkan konsep psikologi.

1. Perdebatan sengit yang berkelanjutan

potret seorang wanita sedang menatap ponsel (unsplash.com/Tamara Bellis)

Tidak ada yang menyukai drama pribadi, terutama jika drama permasalahan antara kamu dan anggota keluarga yang belum terselesaikan itu dibagikan ke media sosial. Tak hanya soal ranah privasi yang tidak sebaiknya dikonsumsi banyak orang, tindakan ini dapat mengundang penilaian publik dan memperparah emosi negatif. Psikologi sering kali merujuk pada konsep “penularan emosi”, ketika kamu menyiarkan ketegangan, hal itu dapat menyebarkan stres serupa api yang membakar hutan.

Menurut Daniel Goleman, penulis Emotional Intelligence menjelaskan bahwa emosi manusia dapat “menular”, saat kamu membagikannya di forum publik dapat lebih mengobarkan situasinya alih-alih menyelesaikannya. Kamu tidak bisa mengharap akan mendapatkan saran yang membantu dari teman-teman di media sosial, saat mereka hanya mengetahui sebagian besar isi dari cerita yang kamu bagikan. Selain itu, pasti kamu juga tidak ingin semakin memperkeruh masalah tersebut.

2. Kata-kata negatif yang berlebihan

potret seorang wanita bermain ponsel di mobil (unsplash.com/Igor Starkov)
potret seorang wanita bermain ponsel di mobil (unsplash.com/Igor Starkov)

Berbagi kata-kata negatif secara terus-menerus dapat menciptakan lingkungan toxic, baik bagi diri kamu maupun para pengikutmu. Kebiasaan ini dapat membuat orang lain berhenti mengikuti kamu atau bahkan lebih buruk lagi mereka menurunkan persepsi mereka tentang kamu. Menurut konsep bias negatif yang disampaikan oleh psikolog Roy F. Baumeister, secara alami manusia lebih memperhatikan peristiwa negatif daripada positif.

Saat kamu sering kali menunjukkan sisi negatif, kamu memperkuat perasaan dan pikiran tersebut. Jadi, kamu bisa mencatat perasaan kamu terlebih dahulu. Memproses kenegatifan dari media sosial dapat memicu orang lain masuk ke dalam pusaran emosi tidak mengenakan juga. Jika kamu tidak ingin membuat suasana diri maupun para pengikut kamu ikut terbawa negatif, lebih baik jangan berlebihan saat membagikannya di media sosial.

3. Berita palsu dan tidak terverifikasi

ilustrasi seorang wanita menatap ke arah ponsel (unsplash.com/Pablo Toledo)
ilustrasi seorang wanita menatap ke arah ponsel (unsplash.com/Pablo Toledo)

Menyebarkan misinformasi bisa merusak kredibilitas kamu. Tak hanya itu, berita yang tidak benar dapat membuat kebingungan yang menyebar luas di dunia maya. Berdasarkan teori disonansi kognitif Leon Festinger, manusia biasanya mencoba mempertahankan konsistensi internal. Artinya, setelah mengekspos informasi yang menyesatkan, kamu mungkin mendapati diri kamu membelanya, tidak peduli seberapa goyah kemudian sumber tersebut.

Ini karena kamu ingin menghindari ketidaknyamanan akibat kesalahan yang disebabkan. Padahal, akibat dari kesalahan informasi yang kamu bagikan bisa sangat berdampak luas, terlebih jika informasi tersebut memiliki nilai signifikan bagi banyak orang banyak atau merupakan sesuatu yang sangat sensitif. Kamu tentu tidak ingin dianggap tidak kredibel, hanya karena membagikan informasi yang tidak seharusnya.

4. Informasi keuangan terperinci

potret wanita sedang memegang ponsel (unsplash.com/Laura Chouette)
potret wanita sedang memegang ponsel (unsplash.com/Laura Chouette)

Memberitahukan penghasilan asli, detail akun, atau raihan keuangan besar yang kamu peroleh dapat mengundang penipu atau memicu rasa iri. Dalam teori perbandingan sosial yang juga dikembangkan oleh Leon Festinger, menjelaskan bagaimana manusia sering kali mengukur harga diri sendiri dengan membandingkan diri kamu dengan orang lain. Memamerkan keuntungan finansial dapat membuat pengikut kamu merasa rendah diri.

Kamu dapat mengundang perbandingan negatif yang dapat memengaruhi hubungan kamu dengan orang lain. Kamu pasti percaya bahwa tidak semua orang menyukaimu, bahkan jika mereka mengikuti akunmu sekalipun. Sering kali memamerkan detail finansial bisa membuat kamu dicap sombong dan label negatif lainnya, terutama bagi mereka yang diam-diam iri padamu ini. Lebih berbahaya lagi, jika memamerkan detail finansial ini juga memicu tindak kejahatan yang tidak diinginkan.

5. Lokasi pribadi secara real-time

potret seorang wanita sendirian bermain ponsel (unsplash.com/Julio Lopez)
potret seorang wanita sendirian bermain ponsel (unsplash.com/Julio Lopez)

Sering kali tidak disadari, tetapi memberi tahu lokasi asli kamu sedang berada di mana dapat memicu tindak kejahatan. Misalnya, saat kamu berada di rumah atau suatu tempat tertentu. Tindakan ini dapat mengundang datangnya pencuri hingga penguntit. Saat kamu kecanduan bermedia sosial, kamu bisa jadi kurang berhati-hati saat menggunakannya. Apa yang seharusnya tidak dengan mudah disebar, dapat begitu saja dibagikan.

Jadi, ada baiknya membagikan late-post terkait di mana kamu berada, terlebih saat kamu benar-benar sedang sendirian bisa membahayakan. Terbiasa menggunakan media sosial, mungkin membuat kamu lupa bahwa platform ini bukan hanya seperti saat mengobrol di ruang tamu. Pada dasarnya, kamu sedang berkomunikasi di dalam ruang digital, di mana kamu bisa lebih mudah terhubung dengan banyak orang tak dikenal. Jangan sampai kamu bertindak gegabah yang seperti meneriakan data pribadi di tengah jalanan ramai.

Media sosial merupakan alat yang ampuh untuk dapat melemahkan atau menguatkan, tergantung bagaimana cara kamu menggunakannya. Ahli psikologi percaya, jika penggunaan media sosial yang kurang dipikirkan dengan matang dapat menyebabkan konsekuensi yang nyata. Baik. untuk kehidupan kamu secara online, maupun di dunia nyata. Jadi, mulai sekarang setiap kali ingin mengunggah sesuatu ke media sosial, pikirkan dahulu secara seksama. Kamu akan berterima kasih kepada diri sendiri saat menjadi lebih bijak.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nadhifa Salsabila Kurnia
EditorNadhifa Salsabila Kurnia
Follow Us