Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Psikolog Ungkap 3 Alasan Utama di Balik Orang yang Takut Menikah

Ilustrasi pasangan menjalin hubungan serius. (Pexels / Jasmin Wedding Photography)

Menikah sering kali dianggap sebagai salah satu keputusan terbesar dalam hidup. Bagi sebagian orang, pernikahan adalah momen yang penuh kebahagiaan dan harapan. Namun, gak sedikit pula yang merasa takut, bahkan cemas, saat membayangkan pernikahan. Ketakutan ini, yang dikenal sebagai ‘gamophobia’, bisa membuat seseorang sulit membangun hubungan jangka panjang.

Menurut psikolog, ada beberapa alasan utama mengapa seseorang bisa mengalami ketakutan terhadap pernikahan. Mulai dari pengalaman masa kecil, pola asuh, hingga cara seseorang memandang hubungan. Artikel ini akan membahas tiga alasan utama yang telah diungkapkan oleh para ahli. Yuk, simak ulasannya!

1. Tumbuh sebagai anak dari keluarga bercerai

ilustrasi perceraian (pexels.com/cottonbro studio)

Jika kamu dibesarkan dalam keluarga yang orang tuanya bercerai, kamu mungkin memiliki pandangan yang kurang positif terhadap pernikahan. Menurut penelitian dalam Family Transitions, individu dengan orang tua yang bercerai cenderung melihat pernikahan sebagai sesuatu yang rentan terhadap kegagalan.

Sebagai anak dari keluarga bercerai, kamu mungkin sering berpikir, "Kalau orang tuaku saja gak berhasil, apakah aku bisa?" atau "Aku gak mau merasakan hal yang sama seperti mereka." Pola pikir ini bisa membuatmu kurang percaya diri untuk berkomitmen, bahkan menghindari pernikahan sama sekali.

Namun, penelitian juga menunjukkan bahwa gak semua orang yang berasal dari keluarga bercerai memiliki pandangan negatif tentang pernikahan. Sebagian justru termotivasi untuk membangun hubungan yang lebih sehat dan kokoh, belajar dari kesalahan orang tuanya.

2. Takut mengulangi dinamika keluarga

ilustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/Diva Plavalaguna)

Bukan hanya perceraian yang memengaruhi pandangan seseorang terhadap pernikahan, tetapi juga konflik dalam rumah tangga. Menurut penelitian yang diterbitkan di The Family Journal, mereka yang tumbuh dalam lingkungan keluarga dengan konflik tinggi sering kali mengasosiasikan pernikahan dengan ketidakbahagiaan dan ketegangan.

Kalau kamu pernah menyaksikan pertengkaran terus-menerus antara orang tua, wajar jika kamu merasa khawatir hubunganmu di masa depan akan sama. Pengalaman seperti ini dapat membuatmu menghindari komitmen, bahkan cenderung waspada terhadap pasangan.

Meski begitu, penelitian juga menemukan bahwa keluarga yang mendukung kemandirian anak cenderung menghasilkan individu dengan pandangan yang lebih positif tentang hubungan. Artinya, pola asuh yang baik dapat membantu seseorang memiliki pemahaman yang lebih sehat tentang pernikahan.

3. Memiliki gaya keterikatan avoidant (avoidant attachment style)

ilustrasi anak menangis (pexels.com/Yan Krukau)

Salah satu alasan utama lainnya adalah gaya keterikatan yang dikenal sebagai ‘avoidant attachment’. Gaya ini sering muncul akibat pola asuh yang kurang konsisten atau jarak emosional dengan pengasuh saat kecil. Akibatnya, kamu mungkin merasa gak nyaman dengan kedekatan emosional dan cenderung menghindari hubungan yang terlalu mendalam.

Menurut teori keterikatan, individu dengan gaya avoidant sering melihat pernikahan sebagai ancaman terhadap kemandirian. Pernikahan mungkin terasa seperti kehilangan kontrol atau terjebak dalam hubungan yang terlalu menuntut.

Namun, kabar baiknya adalah gaya keterikatan ini gak permanen. Dengan kesadaran diri dan usaha, kamu bisa mengembangkan keterikatan yang lebih aman. Dukungan dari pasangan yang sabar dan konsisten juga bisa membantu mengubah pandanganmu terhadap hubungan jangka panjang.

Ketakutan terhadap pernikahan bukanlah sesuatu yang harus membuatmu merasa gagal atau berbeda. Setiap orang memiliki pengalaman dan alasan unik di balik perasaan ini. Memahami asal-usul ketakutanmu adalah langkah pertama untuk mengatasinya.

Dengan terapi, komunikasi yang terbuka, dan usaha untuk mengenali pola pikir yang menghambat, kamu bisa mulai membangun hubungan yang lebih sehat. Ingat, menikah adalah pilihan pribadi, bukan kewajiban yang harus dipenuhi. Jadikan perjalanan ini sebagai momen untuk mengenal dirimu lebih baik dan menciptakan hubungan yang sesuai dengan harapanmu.

Ketakutan terhadap pernikahan gak selalu buruk, kok. Justru, ini bisa menjadi dorongan untuk mempersiapkan diri lebih matang, memutus pola generasi, dan menciptakan hubungan yang lebih bermakna. Dengan mindset yang tepat, kamu bisa melangkah ke jenjang pernikahan tanpa rasa takut, melainkan dengan harapan dan keyakinan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fajar Laksmita
EditorFajar Laksmita
Follow Us