5 Masalah yang Dihadapi People Pleaser, Sering Cari Validasi

Dalam dinamika kehidupan sosial, people pleaser sering dihadapkan oleh berbagai tantangan. Keinginan kuat untuk memuaskan dan menyenangkan orang lain adalah hal baik. Akan tetapi, ini justru menyebabkan masalah-masalah seperti tekanan mental, masalah keuangan, rusaknya hubungan interpersonal, ketergantungan pada validasi eksternal, dan kekhawatiran akan masa depan.
Sebagai individu yang cenderung menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan sendiri, people pleaser terjebak dalam perilaku yang dapat merugikan diri sendiri. Oleh karena itu, memahami masalah yang dihadapi people pleaser membantu mereka lepas dari dilema moral yang menjerat diri.
1. Tekanan mental

People pleaser sering merasakan tekanan mental akibat upaya mereka memuaskan orang lain. Dorongan untuk selalu bersikap ramah dan mendukung orang lain dapat menjadi beban yang berat. Akibatnya, mereka mengalami kelelahan mental, stres, dan kecemasan.
Selain itu, tekanan mental yang dialami oleh people pleaser dapat muncul karena mereka selalu menerima permintaan orang lain. Rasa takut akan konflik mendorong mereka bertindak sesuai kemauan orang lain. Bahkan, jika harus mengorbankan kepentingan sendiri, mereka akan siap sedia membantu. Hal ini menciptakan tekanan mental, di mana upaya untuk menjaga hubungan harmonis dengan orang lain malah merugikan kesejahteraan sendiri.
2. Masalah keuangan

Sikap people pleaser yang tidak ragu dalam mengambil tanggung jawab demi memenuhi harapan orang lain, dapat menyebabkan dampak serius terhadap kondisi finansial mereka. Meskipun niat mereka murni, tindakan ini sering berujung pada kesulitan keuangan. Mereka cenderung memberikan dukungan finansial tanpa memikirkan konsekuensinya. Masalah seperti utang yang menumpuk atau sulit memenuhi kebutuhan dasar pribadi dan keluarga adalah contohnya.
People pleaser cenderung memberi tanpa memperoleh imbalan yang sepadan. Kurangnya timbal balik atas usaha yang mereka lakukan, membuat people pleaser mengalami masalah keuangan. Oleh karena itu, penting bagi people pleaser untuk menetapkan batasan finansial yang jelas.
3. Rusaknya hubungan interpersonal

Terlalu sering menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi, membuat people pleaser menyimpan segala perasaan seorang diri. Hal ini dapat merusak hubungan interpersonal sebab people pleaser merasa sering diminta bantuan, sementara kebutuhan mereka sendiri terabaikan. Kesulitan dalam mengungkapkan opini, keinginan, dan batasan pribadi dapat menciptakan jarak emosional antara mereka dan orang-orang di sekitarnya.
Rusaknya hubungan interpersonal juga timbul karena people pleaser menarik diri dari orang-orang yang tidak membutuhkan bantuan mereka. Teman atau keluarga merasa kesulitan untuk memahami dan membangun kedekatan dengan mereka. Maka dari itu, penting bagi people pleaser untuk mengutarakan kebutuhan dan perasaan mereka.
4. Selalu mencari validasi orang lain

Akibat terlalu sering diminta bantuan oleh orang lain, seorang people pleaser menjadi ketergantungan pada validasi. Mereka sering mencari pengakuan sebagai sumber kebahagiaan. Sebagai akibatnya, kepuasan pribadi sangat tergantung pada bagaimana orang lain merespons atau menilai mereka. Kebutuhan akan validasi eksternal ini dapat menciptakan lingkungan yang tidak sehat, di mana people pleaser mengabaikan diri sendiri demi mendapatkan penerimaan dari orang lain.
Ketergantungan pada validasi orang lain juga memengaruhi kemampuan people pleaser untuk membuat keputusan atas hidup mereka sendiri. Mereka menjadi terlalu terpaku pada norma yang ditetapkan oleh orang lain, sehingga mengorbankan kebebasan sendiri. Ini menjadikan mereka pribadi rendah diri dan merasa ingin diterima oleh lingkungan sosial.
5. Khawatir akan masa depan

Kecenderungan untuk selalu memprioritaskan kebutuhan orang lain dapat menghasilkan kegelisahan tentang arah hidup. Mereka sulit menetapkan batasan yang sehat sehingga mengorbankan rencana dan tujuan jangka panjang yang seharusnya mereka kejar. Akibatnya, pertumbuhan pribadi menjadi terhambat.
Seiring berjalannya waktu, rasa khawatir tentang masa depan menjadi beban emosional. People pleaser menjadi hilang arah tentang apa yang mereka ingin kejar. Jika tidak segera sadar, hidup mereka akan terpuruk karena potensi untuk berkembang menjadi sulit tercapai.
Sebagai individu yang selalu mengutamakan orang lain, people pleaser akan menemui banyak masalah yang merugikan diri sendiri. Mereka akan tertekan secara mental, mengalami masalah keuangan, merusak hubungan interpersonal, selalu mencari validasi orang lain, dan hilang arah tentang masa depan. Oleh karena itu, people pleaser perlu memahami bahwa memikirkan diri sendiri bukanlah tindakan egois, melainkan investasi untuk kesejahteraan