5 Tips Logis Saat Hati dan Pikiran Tak Sejalan, Buat Keputusan Bijak!

Gejolak antara hati dan perasaan memang terasa tak ada ujungnya. Keduanya kerap terasa memberikan manfaatnya masing-masing dalam kehidupan pelakunya. Sayangnya, hati dan perasaan punya aturan main yang berbeda, bahkan terbilang cenderung berlawanan.
Sehingga, kamu tak bisa memilih keduanya, harus mengambil keputusan berdasarkan hati atau pikiran. Dengan logika permainan yang seperti itu, tentu kamu dibuat dilema untuk memilih hati atau pikiran, bukan? Untuk membantu kamu menemukan keputusan yang bijak, langsung simak ulasan di bawah ini, ya.
1. Renungkan hati dan pikiran punya prioritas masing-masing yang sedang diperjuangkan

Sebagai pemilik kendali atas hati dan pikiranmu, tentu kamu paham betul bahwa keduanya punya kepentingan masing-masing yang cukup berbeda. Baik hati maupun pikiran punya prioritasnya masing-masing untuk diperjuangkan agar kamu pilih sebagai keputusan final.
Selayaknya di saat hati menggunakan perasaan untuk merasakan apa yang terbaik untuk dirimu. Pun pikiran dengan rasionalitasnya demi hitungan untung rugi bagi kehidupanmu. Lantas, mana yang lebih baik untuk dipilih? Jawabannya, relatif, bisa dua-duanya, terlebih tergantung dengan situasi dan kondisinya.
Sekarang, mulai renungkan apa yang menjadi kebutuhanmu? Apakah kepentingan yang sedang diperjuangkan oleh si hati? Atau justru logika berpikir yang jadi prioritas si pikiran? Coba jawab dengan jujur.
2. Tak boleh langsung condong pada salah satunya, harus adil

Tak bisa dimungkiri, terkadang kebahagiaan yang semu itu bisa muncul dengan condong pada salah satu dari hati atau pikiran. Padahal, selayaknya hal tersebut hanya pantulan yang bisa jadi akan lebih baik jika memilih yang satunya, setidaknya dipertimbangkan matang-matang terlebih dahulu.
Selayaknya hati dengan rasa lelahnya sudah memberikan simbol untuk beristirahat sejenak. Namun, dengan penghitungan untung rugi akan gaji bekerja, pikiran logismu yang ingin banyak penghasilan menyuruh tetap kerja, dan kamu memilihnya. Bukankah dalam situasi dan kondisi tersebut lebih baik memilih kepentingan yang diutarakan si hati? Meski si pikiran tak kalah bijak logikanya.
Pun saat kamu memilih kepentingan yang dibawa oleh hatimu, yakni merasa nyaman hingga penuh cinta berbunga-bunga saat bersama sang pasangan. Padahal, rasionalitas pikiranmu sudah memberikan simbol akan aneka kerugian saat terus bersama dengan orang yang salah. Mulai dari rugi waktu, tenaga, mental, bahkan finansial sekalipun.
Nah, semua hal itu tak akan terjadi jika dari awal kamu tak condong akan salah satu dari hati atau pikiran tanpa pertimbangan matang terlebih dahulu. Kamu yang condong pun auto bikin keputusan memilih pilihan yang terasa indah, padahal bisa jadi hanya kebahagiaan yang semu.
3. Libatkan orang ketiga sebagai sosok yang objektif

Sadar atau tidak, saat kamu sedang diliputi emosional akan dilematis memilih kepentingan dari hati atau pikiran, tak jarang kamu tak bisa berpikir jernih. Maka dari itu, kamu membutuhkan sosok orang ketiga yang bisa jadi jembatan permasalahan yang sedang kamu hadapi.
Orang ketiga ini haruslah punya kriteria netral, objektif, serta mengenal dirimu dengan cukup baik. Mengapa demikian? Hal tersebut supaya dia bisa mengontrol dan mengendalikan kamu bukan hanya sekadar teori, tetapi juga paham bagaimana luka-luka kehidupanmu atas kebimbanganmu saat ini.
Jadi, berbagi ceritalah kepada orang yang kamu percaya dan mampu bisa menjadi mediator terbaikmu, ya. Jikalau memang tak punya, jangan ragu untuk menghubungi tim layanan profesional, seperti psikolog maupun konsultan di bidang tertentu. Yang mana meski mereka tak mengenal baik dirimu, tetapi ia punya ilmu yang mumpuni untuk bisa membantu membimbing kamu menemukan hingga mengambil keputusan yang tepat.
4. Berdiskusi dengan diri sendiri, perdebatan hati dan pikiran

Setelah melalui aneka tahapan yang cukup kompleks, langkah selanjutnya yang bisa kamu tempuh ialah deep talk dengan dirimu sendiri. Ajaklah dirimu berdiskusi, mulai dari memikirkan aneka kemungkinan yang terjadi, lalu perdebatkan kepetingan dari hati dan pikiranmu, hingga lakukan evaluasi dan introspeksi diri.
Hal tersebut menjadi penting lantaran kamu ialah pengambilan keputusan akhir. Pun sekaligus pelaku yang menjalankan hasil keputusan dari awal hingga akhir, lengkap dengan aneka tanggung jawab dah risiko yang ada di dalamnya. Jadi, jangan ragu untuk berkonflik dengan diri sendiri jika dirasa masih bersikeras memilih keputusan yang salah, ya
5. Ambil keputusan yang paling minim risiko, setidaknya sebagai jalan tengahnya

Puncaknya, untuk membantu kamu dalam mengambil keputusan bijak ialah dengan adanya aturan main dan batasan yang jelas. Tanpa melihat secara subjektif apa prioritas lebih yang dibawa oleh hati maupun pikiran. Kamu tetapkan terlebih dahulu bagaimana peraturan dalam pengambilan keputusan.
Misalnya saja, mengambil keputusan yang minim risiko, dengan maksimal hanya menerima 2 risiko kecil. Maka artinya, saat kamu merasa ada banyak hal baik dari mengambil keputusan berdasarkan kepentingan hati, tapi ternyata ada 3 risiko di dalamnya, ya mau tak mau harus tegas jangan dipilih.
Ingat, keuntungan yang paling baik itu bukan hanya yang paling tinggi skor atau level akan kebahagiaan yang didapatkan. Tetapi juga berbahagia dengan minim risiko ialah hal yang jauh lebih baik, nyaman, serta aman secara jangka panjang. Sepakat? Maka, bijaklah dalam memilih keputusan yang baik untuk dan atas dirimu sendiri, ya!