Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi mindset (pexels.com/Ariel Paredes)
ilustrasi mindset (pexels.com/Ariel Paredes)

Pernah merasa seperti jalan di tempat? Hari demi hari berlalu, tapi kamu tak benar-benar tahu sedang menuju ke mana. Seperti naik kendaraan tanpa tujuan, hanya melaju karena begitulah yang lain lakukan. Ini bukan sekadar masalah kurangnya motivasi atau malas berusaha. Bisa jadi, akar masalahnya ada di pola pikir yang tanpa sadar membelenggu kamu.

Mindset itu seperti kompas dalam hidup. Jika arahnya keliru, meskipun kamu berlari sekencang apa pun, tetap saja kamu akan tersesat. Sebelum kamu merasa hidupmu tak jelas arahnya, coba periksa kembali pola pikir yang selama ini kamu genggam erat. Mungkin sudah saatnya melepaskan tujuh di antaranya.

1. "Asal jalan, nanti juga ketemu jalannya"

ilustrasi berjalan kaki (pexels.com/Sharefaith)

Optimisme itu bagus. Tapi, menjalani hidup dengan keyakinan bahwa semua akan beres dengan sendirinya? Itu sikap yang terlalu santai. Bayangkan kamu berangkat ke suatu tempat tanpa tahu alamatnya, tanpa peta, dan tanpa bertanya kepada siapa pun. Bisa sampai? Mungkin. Tapi bisa juga kamu hanya berputar-putar, membuang waktu dan tenaga.

Banyak orang percaya bahwa tak perlu terlalu memikirkan tujuan hidup. “Jalan saja, nanti juga ketemu.” Masalahnya, kalau kamu hanya berjalan tanpa arah, bagaimana bisa yakin bahwa yang kamu temukan itu benar-benar yang kamu cari? Hidup bukan teka-teki silang yang bisa diselesaikan dengan menebak-nebak. Jika ingin sampai ke tujuan, setidaknya kamu harus tahu dulu tujuan itu apa.

2. "Hidup harus sempurna sebelum memulai"

ilustrasi perfeksionis (unsplash.com/Benyamin Bohlouli)

Banyak orang menunda langkah pertama karena merasa belum cukup siap. Belum cukup pintar, belum cukup kaya, belum cukup beruntung. Padahal, menunggu kesempurnaan hanya akan membuatmu diam di tempat. Kamu tak perlu menunggu semua kondisi ideal untuk memulai sesuatu.

Lihat sekelilingmu. Orang-orang yang berhasil dalam hidup bukan mereka yang menunggu waktu yang sempurna, melainkan mereka yang mulai meski dalam keadaan serba terbatas. Kesempurnaan itu bukan titik awal, melainkan sesuatu yang tercapai melalui proses panjang. Jika kamu terus menunggu semuanya ideal, satu-satunya hal yang pasti adalah waktu yang terus berlalu tanpa kamu bergerak.

3. "Aku harus seperti mereka"

ilustrasi membandingkan diri (pexels.com/lua.JPG)

Ada jebakan besar dalam hidup yang sering tak disadari, seperti membandingkan diri dengan orang lain. Media sosial memperburuk keadaan ini. Kamu melihat teman-temanmu sudah sukses, liburan ke luar negeri, membeli rumah, menikah, sementara kamu masih berjuang mencari arah.

Pola pikir ini membuatmu sibuk mengejar apa yang dimiliki orang lain, alih-alih menemukan apa yang sebenarnya kamu inginkan. Hidup bukan perlombaan dengan satu garis finis yang sama untuk semua orang. Setiap orang punya jalannya sendiri. Jika kamu terus membandingkan, kamu hanya akan merasa kurang, tanpa pernah benar-benar puas.

4. "Aku harus sukses cepat atau aku gagal"

ilustrasi pria yang sukses (pexels.com/Gustavo Fring)

Ada keyakinan yang sering muncul di kepala banyak orang, misalnya jika di usia tertentu kamu belum sukses, maka itu berarti kamu gagal. Seolah-olah ada garis waktu universal yang harus diikuti semua orang. Padahal, hidup tak bekerja seperti itu.

Lihat saja para tokoh besar. Banyak dari mereka justru mencapai kesuksesan setelah usia 30, 40, bahkan 50 tahun. Kesuksesan bukan sesuatu yang harus datang dalam waktu cepat, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan secara konsisten. Jangan takut berjalan pelan, asal tetap melangkah. Daripada sibuk memikirkan kapan sukses akan datang, lebih baik fokus pada apa yang bisa kamu lakukan hari ini untuk mendekatinya.

5. "Aku harus menyenangkan semua orang"

ilustrasi tertawa (pexels.com/Helena Lopes)

Jika hidupmu dihabiskan untuk membuat semua orang bahagia, maka satu-satunya yang pasti adalah kamu sendiri yang akan merasa kosong. Pola pikir ini sering muncul sejak kecil. Kita diajari bahwa menjadi orang baik berarti harus selalu menyenangkan orang lain.

Padahal, kamu tak bisa mengendalikan bagaimana orang lain melihatmu. Seberapa keras pun kamu mencoba, akan selalu ada yang tak puas, yang mengkritik, atau yang menganggapmu salah. Lebih baik fokus pada apa yang benar menurutmu. Orang-orang yang peduli padamu akan tetap ada, bahkan ketika kamu tak selalu memenuhi ekspektasi mereka.

6. "Aku tak pantas untuk itu"

ilustrasi laki-laki minder (pexels.com/Inzmam Khan)

Sering kali, sebelum mencoba sesuatu, kamu sudah kalah duluan dalam pikiran. Kamu melihat peluang besar, tapi langsung berpikir bahwa kamu tak cukup baik, tak cukup pintar, tak cukup beruntung. Pola pikir ini adalah musuh besar yang membuatmu tak berani mengambil kesempatan.

Padahal, kebanyakan orang yang sukses juga memulai dari ketidaktahuan. Mereka belajar, mencoba, gagal, dan bangkit lagi. Jangan biarkan pikiranmu sendiri menjadi penghalang. Jika ada sesuatu yang benar-benar kamu inginkan, setidaknya cobalah. Kamu mungkin akan terkejut melihat sejauh apa kamu bisa melangkah.

7. "Aku masih punya banyak waktu"

ilustrasi jam pasir (unsplash.com/Who’s Denilo ?)

Pikiran ini yang sering membuat orang menunda-nunda. “Ah, nanti saja.” “Aku masih muda.” “Masih ada hari esok.” Sampai akhirnya, waktu berlalu begitu cepat, dan kamu baru sadar bahwa kamu telah membuang banyak kesempatan.

Memang benar, tak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi justru karena itu, menunggu waktu yang tepat adalah sebuah ilusi. Jika ada sesuatu yang bisa kamu lakukan sekarang, mengapa harus menundanya? Hidup ini singkat dan tak ada yang bisa memastikan berapa banyak waktu yang tersisa. Gunakan waktumu dengan bijak.

Mengubah pola pikir memang tak mudah. Tapi, semakin lama kamu bertahan dalam pola pikir lama, semakin besar pula kemungkinan kamu merasa tersesat dalam hidup. Hidup ini milikmu dan kamu punya hak untuk menentukan arahnya. Jangan sampai pola pikir yang keliru mengendalikanmu. Kamu yang seharusnya mengendalikan hidupmu sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorKAZH s