8 Suka Duka Rayakan Lebaran di Rantau, Mudik Habis Arus Balik

Mudik merupakan tradisi pulang kampung menjelang hari raya. Lebaran dan mudik sudah menjadi fenomena tahunan. Apa pun akan dilakukan mayoritas orang demi bisa berkumpul bersama keluarga di kampung halaman.
Susah payah berburu tiket yang mahal, berdesak-desakan di hari keberangkatan, dan kemacetan panjang tidak menyurutkan tekad sebagian besar perantau. Sejauh apa pun perantauannya, pulang menjelang Lebaran amat diprioritaskan. Bagi mereka yang telah berkeluarga, mudik Idulfitri bahkan dapat dilakukan ke dua kota sesuai asal masing-masing.
Tapi bagaimana kalau kamu memutuskan buat gak mudik tahun ini atau memang ada tugas yang mengharuskanmu tetap masuk kerja? Atau, malah ini sudah tahun kesekian dirimu tidak pulang kampung ketika Lebaran? Delapan suka duka di bawah ini pasti mewarnai H-7 sampai H+7 kamu.
1. Dianggap aneh
Sebagai tradisi, mudik tak wajib dilakukan. Orang yang merantau sebenarnya bebas pulang kampung kapan saja, tak harus saat Lebaran. Akan tetapi, kuatnya tradisi mudik Idulfitri di Indonesia berakibat pada munculnya pandangan aneh apabila kamu gak pulang kampung.
Dirimu bisa sampai bosan dan sebal terus ditanya oleh orang-orang di sekitarmu. Ada yang sekadar ingin tahu alasanmu masih di kos-kosan, tetapi ada pula yang sampai menghakimi pilihanmu. Orang yang paling tak toleran dapat sampai menyebutmu anak durhaka cuma lantaran tidak mudik Lebaran.
2. Jika kamu terpaksa gak mudik pasti sangat kesepian
Rasa kesepian ini muncul karena sebenarnya kamu sangat ingin pulang kampung seperti perantau yang lain. Dirimu merasa sedih setiap kali satu per satu kawan kos pamit pulang dengan wajah semringah. Hingga akhirnya cuma tersisa kamu di kos-kosan.
Minggu terakhir di bulan Ramadan bakal terasa begitu menyiksamu. Kamu mulai berbuka puasa dan sahur sendirian. Malam Lebaran nanti, dirimu sangat sedih karena hanya mendekam di kamar kos sambil mendengarkan takbir.
Terbayang olehmu teman-teman yang sedang berkumpul bersama keluarga dan sibuk menyiapkan hidangan Lebaran. Keesokannya mereka pergi salat Id bersama-sama, sedangkan kamu berjalan sendirian dari kos-kosan sampai tempat penyelenggaraan. Rasa sepi masih terus berlanjut hingga teman-teman kembali atau aktivitas masyarakat di sekitar kos-kosan berangsur normal.
3. Terbatasnya tempat makan yang buka
Jika perantauanmu kota besar pasti tetap ada tempat makan yang buka di hari Lebaran. Namun, ketika 1 Syawal biasanya cuma restoran atau gerai makanan ternama yang tetap beroperasi. Artinya, kamu yang gak bisa masak di kos-kosan mesti menyesuaikan diri dengan menu yang tersedia.
Meski menu yang ditawarkan tidak sesuai dengan seleramu, kamu tetap membelinya daripada gak makan. Harganya pun berbeda dari tempat makan sederhana sehingga dirimu mesti menyiapkan kocek buat urusan konsumsi selama hari raya. Baik makan di tempat maupun pesan online bisa membutuhkan lebih banyak uang. Menabunglah dari sekarang biar saat Lebaran nanti dirimu dapat menikmati hidangan lezat sebagai pengobat kesedihan gak mudik.
4. Gak tahan melihat unggahan teman-teman di medsos
Bahkan sebelum arus mudik dimulai, kamu telah merasa kurang nyaman saban membuka media sosial. Banyak orang mengunggah segala tentang persiapan pulang kampung. Ada yang posting tiket, packing, sampai nanti ketika keberangkatan dan sepanjang perjalanan.
Siksaanmu memuncak di hari raya. Berandamu penuh oleh ucapan selamat Lebaran yang dilengkapi dengan foto dan video seru acara kumpul keluarga. Daripada kamu gelisah sekali, lebih baik gak usah buka-buka media sosial dulu sampai hari kerja tiba. Sebagai hiburan, nonton berbagai film saja.
5. Bisa mengoptimalkan ibadah di 10 hari terakhir
Setiap hari di bulan Ramadan tentu istimewa karena pahala kebaikan dilipatgandakan. Akan tetapi, 10 hari terakhir di bulan suci ini sangat penting bagi umat Islam. Di antaranya terdapat Lailatul Qadar, malam yang kemuliaannya melebihi seribu bulan.
Tidak ada yang tahu dengan pasti kapan malam Lailatul Qadar meski ada tanda-tandanya. Maka umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah pada 10 hari terakhir di bulan Ramadan. Kalau kamu mudik boleh jadi memperbanyak ibadah menjadi sulit.
Dirimu dan keluarga telah sangat disibukkan oleh persiapan mudik. Bahkan puasa pun dapat dibatalkan bila kamu gak kuat menahan lapar dan haus ketika terjebak kemacetan panjang. Dengan tidak mudik, dirimu bisa lebih fokus beribadah sampai tiba hari kemenangan.
6. Dapat pulang dengan harga tiket murah dan tidak macet
Pulang nanti-nanti saja selepas arus balik berakhir juga menguntungkanmu secara finansial. Kecuali kamu bisa ikut mudik gratis, biaya pulang kampung menjelang Idulfitri memang lebih tinggi dari hari biasa. Pengeluaran ekstra bakal lebih terasa bila dirimu mudik bersama keluarga.
Tanpa mudik, kamu bisa menghemat biaya tiket. Ketika dirimu pulang kampung seusai arus balik, harga tiket sudah normal. Dari segi perjalanan pun jauh lebih nyaman dan aman karena tak berdesak-desakan atau terjebak kemacetan panjang.
7. Bangga menjalankan tugas
Tidak dapat mudik karena mesti menjalankan tugas penting akan memberimu kebanggaan tersendiri. Sedikit banyak tugas tersebut mendatangkan manfaat bagi para pemudik. Seperti kamu merupakan tenaga medis yang selalu siap sedia menolong pasien dan korban kecelakaan.
Atau, wartawan yang terus mengabarkan informasi terkini seputar mudik agar pemudik bisa memilih rute yang lebih lancar. Begitu pula pedagang yang siap menyediakan makanan dan minuman sepanjang jalan, montir yang membantu pemudik yang kendaraannya mogok, dan sebagainya. Tanpa kehadiran orang-orang sepertimu, perjalanan mudik dan perayaan Lebaran masyarakat dapat terhambat.
8. Daripada stres di rumah karena keluarga amat toksik
Selain faktor pekerjaan, kamu juga bisa urung mudik karena keadaan keluargamu gak sama dengan kebanyakan teman. Keluargamu amat toksik, tak kenal waktu dalam bertengkar, dan apa saja menjadi bahan keributan. Sementara itu, dirimu menginginkan suasana yang tenang terutama selama menjalankan puasa dan merayakan Idulfitri.
Bila kamu nekat mudik, boleh jadi emosimu malah tersulut dan ikut bertengkar dengan keluarga di rumah. Maka dirimu memutuskan buat gak pulang kampung sebagai bagian dari mencegah stres dan berbagai emosi negatif yang merusak puasamu. Punya keluarga yang luar biasa toksik memang menyedihkan dan sepanjang waktu kamu mesti pandai-pandai menyiasatinya demi menjaga kesehatan mental.
Di tahun-tahun awal dirimu gak mudik, rasanya memang sangat tidak nyaman seolah-olah kamu gak normal karena hampir semua perantau pulang. Akan tetapi, seiring waktu dirimu bakal menyesuaikan diri dan yakin dengan pandangan pribadimu mengenai mudik. Ikut mudik atau tidak tetaplah beribadah dengan khusyuk, bahagia, produktif, serta sebisa mungkin bersilaturahmi dengan kerabat melalui chat atau telepon.