Bayang Konflik Maluku Antarkan Eklin Amtor de Fretes Jadi Pendongeng

Pendeta ini berupaya menyebarkan benih toleransi di mana pun

Jakarta, IDN Times - Ketegangan nyata terjadi pada masyarakat Maluku sekitar tahun 1999-2002. Ratusan hingga ribuan nyawa jadi taruhannya ketika konflik demi konflik antar agama terjadi di Maluku.

Walau dua dekade berlalu, kisah traumatik ini justru menyentuh hati Eklin Amtor de Fretes untuk mewartakan pesan perdamaian di Maluku. Di balik tanggung jawabnya sebagai pendeta, pria kelahiran Masohi Maluku Tengah ini memilih berkeliling ke berbagai daerah untuk mendongeng.

Bukan sembarang cerita, ia memiliki misi mulia untuk menanamkan benih-benih nilai kehidupan pada anak-anak guna menembus sekat segregasi. Lantas, bagaimana perjalanannya sebagai pendongeng keliling menyebarkan pesan perdamaian, kasih sayang, dan toleransi pada setiap kalangan di Maluku?

1. Eklin sempat merasakan indahnya toleransi dalam ikatan persaudaraan umat beragama sebelum terjadi konflik Maluku

Bayang Konflik Maluku Antarkan Eklin Amtor de Fretes Jadi PendongengEklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Ia tampak rindu dengan masa kecilnya terasa indah berada di daerah mayoritas agama Muslim. Terlihat indahnya persaudaraan yang terjalin di antara umat beragama sebelum terjadi konflik Maluku. Namun sejak konflik terjadi hingga sekarang menjadi pendeta, Eklin tak lagi merasakan hangatnya ikatan persaudaraan yang sempat ia rasakan saat kecil.

Ceritanya, dulu ada seorang janda beragama Muslim yang berada di depan rumahnya saat keluarganya hendak berangkat ke gereja. Menurut penuturan Eklin, ini adalah hal yang manis. Janda itu memberikan uang kepada Eklin dan orangtuanya untuk dipersembahkan pada gereja.

“Kami memberi dan diberi makanan tanpa ada rasa takut maupun rasa jijik. Kami hidup begitu nyaman tanpa ada prasangka buruk. Itu yang saya inginkan, terjadi seperti dulu. Saat ini, sudah susah untuk hal itu terjadi kembali. Semoga banyak kita yang bergerak bersama untuk kembali menceritakan cerita damai sehingga cerita buruk bisa dilawan,” katanya saat dihubungi secara online oleh tim IDN Times pada Sabtu (16/9/2023).

2. Namun, konflik Maluku menyisakan ‘luka’ besar yang membekas pada sebagian besar masyarakat hingga terjadi segregasi wilayah

Bayang Konflik Maluku Antarkan Eklin Amtor de Fretes Jadi PendongengEklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Akibat konflik sosial Maluku, terjadilah segregasi wilayah. Segregasi dimaknai sebagai fenomena terkotak-kotaknya masyarakat berdasarkan identitas, entitas, agama, demografis, dan hal-hal lainnya. Dalam KKBI, segregasi didefinisikan sebagai pemisahan (suatu golongan dari golongan lainnya); pengasingan; pengucilan.

Eklin menuturkan, “Saya melihat akibat konflik itu terjadi segregrasi wilayah. Saudara-saudara Muslim terpisah dari saudara-saudara Kristen. Kita tinggal terpisah-pisah dengan jarak yang disekat jauh. Ada pilar ini daerah Kristen, ini daerah Muslim. Kita tinggal jauh terpisah sekali. Nah segregrasi wilayah itu bisa berdampak pada segregrasi pemikiran.”

Sebagai orang yang tumbuh dan besar di Maluku, Eklin menyadari bahwa konflik yang terjadi di daerahnya menyisakan ‘luka’ yang membekas. Orang-orang dewasa kerap menceritakan kisah-kisah konflik kepada anak-anak yang tidak mengalami kejadian pada tahun 1999 tersebut. Meski tak langsung merasakan, Eklin meyakini cerita-cerita itu bisa dirasakan oleh anak-anak.

“Masalahnya, kita tinggal di lingkungan yang homogen, cerita itu diceritakan berdasarkan satu sisi saja, tidak dari sisi yang berbeda. Saudara Muslim cerita dari versi saudara Muslim. Padahal, bisa saja berbeda ceritanya dari saudara Kristen. Nah, segregasi wilayah bisa berdampak pada segregasi pemikiran akibat cerita itu,” sambungnya.

Bagi Eklin, aktivitas perdamaian gak hanya tertuju pada anak muda saja, anak-anak kecil juga terdampak. Sejatinya, merekalah para generasi penerus yang harusnya bebas dari fenomena segregasi ini. Oleh karena itu, ia menginisiasi berbagai kegiatan termasuk menjadi pendongeng untuk merawat perdamaian dengan cara yang tidak biasa.

“Yang saya lihat bukan perubahan sikap tetapi saat itu bagaimana anak-anak bisa bahagia, bisa melepaskan trauma yang mereka alami dari cerita-cerita orangtua itu. Ketika 5 menit atau 2 menit mereka bisa tertawa lepas dan menghilangkan cerita-cerita buruk di pikiran mereka, itu saja bagi saya sudah cukup,” terangnya.

3. Agar terlepas dari permasalahan segregasi ini, Eklin mulai menyebarkan nilai-nilai kehidupan dan pesan perdamaian melalui banyak aktivitas lintas iman

Bayang Konflik Maluku Antarkan Eklin Amtor de Fretes Jadi PendongengEklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Eklin mendapatkan sertifikasi sebagai trainer dari asosiasi Living Values Education pada tahun 2016. Living Values Education merupakan pelatihan dengan pendekatan yang mengajarkan seseorang untuk menggali dan menghidupi nilai-nilai kehidupan. 

“Saya lalu membuat aktivitas-aktivitas nilai atau aktivitas perdamaian khusus untuk teman-teman muda. Pada waktu 2017, saya melakukan aktivitas-aktivitas perdamaian itu dengan nama Youth Interfaith Peace Camp atau Kemah Damai Pemuda Lintas Iman. Saya kumpulkan teman-teman muda lintas iman dari berbagai agama. Agama Kristen, Katolik, Hindu, Islam, sampai agama suka atau di daerah Maluku disebut agama Noaulu. Itu kami bersatu lalu kami 30-40 orang berkumpul lalu berkemah selama kurang lebih tiga hari dan belajar perdamaian menggunakan pendidikan nilai itu,” ujar Eklin.

Eklin juga membuat komunitas ‘Jalan Merawat Perdamaian’ (JMP). Di samping itu, laki-laki yang saat itu mengenyam sekolah Teologi ini juga melakukan berbagai cara demi mengumpulkan dana. Jualan cokelat, bunga, dan banyak hal lain sudah dilakoninya untuk mempertahankan aktivitas-aktivitas perdamaian tersebut agar tetap berjalan.

Sementara di tahun 2019, pendeta muda ini membuat program baru yakni belajar di Rumah Dongeng Damai. Melalui program ini, ia bisa berdonasi buku dongeng atau cenderamata tertentu kepada anak-anak dan orangtua.

Ada fakta unik, kata Eklin, “Di rumah kami itu ada kuburan kakek saya. Itu disulap dari kuburan lalu dibangun menjadi rumah kecil untuk taruh buku-buku, boneka-boneka, dan semua alat mendongeng saya taruh di situ. Saya namakan itu Rumah Dongeng Damai. Nah di Rumah Dongeng Damai itu tidak hanya menampung buku-buku saja tapi juga menjadi perjumpaan untuk guru-guru PAUD atau guru-guru sekolah minggu atau siapa pun yang datang mau belajar mendongeng, kita belajar sama-sama. Tidak hanya anak-anak tapi juga orang dewasa kalau mau belajar mendongeng, kita belajar sama-sama di situ. Nah ada kelas rutin yang biasa dilakukan di situ. Itu belajar bahasa Inggris, bahasa Jerman, dan juga belajar mendongeng pastinya.”

Sejalan dengan misinya untuk menyebarkan pesan perdamaian, Rumah Dongeng Damai hadir karena kegiatan rutin Eklin untuk mendongeng pada anak-anak di Maluku. Menurutnya, metode dongeng adalah cara efektif untuk membangun kepribadian anak menjadi lebih baik lagi.

Baca Juga: Farhanah Fitria, Perempuan yang Gigih Berdayakan Remaja Panti Asuhan

4. Memukau banyak pasang mata dengan metode mendongeng tanpa menggerakkan bibir (ventriloquist)

Bayang Konflik Maluku Antarkan Eklin Amtor de Fretes Jadi PendongengEklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Eklin percaya, “Bagi saya, dongeng itu memiliki nilai-nilai yang baik dan dapat membuat perilaku atau budi pekerti anak-anak itu tumbuh lebih luhur. Di dalam dongeng itu kita bisa mendidik anak-anak, mengajarkan anak-anak tanpa harus menggurui. Anak-anak bisa belajar tentang damai, cinta kasih, menghargai tanpa kita harus menggurui mereka dari nilai-nilai yang ada di dalam dongeng itu.”

Untuk itu, ia tak gentar mendongeng ke berbagai daerah. Uniknya, berbeda dengan pendongeng lain, Eklin menggunakan metode ventriloquist atau seni berbicara dengan suara perut.

Eklin sadar bahwa ia sama sekali tidak tahu cara mendongeng. Bermodalkan niat saja, ia mulai mengumpulkan uang untuk membeli boneka puppet yang diberi nama Dodi (Dongeng Damai_red).

Pemikiran awamnya kala itu beranggapan bahwa pendongeng sudah pasti identik dengan boneka. Semua dipelajarinya secara otodidak dan butuh proses yang cukup panjang. Namun, hal ini gak menyurutkan semangat Eklin untuk mendongeng. 

dm-player

Tipe dongeng yang disampaikannya pada anak-anak di Maluku adalah fabel. Menurut Eklin, cerita fabel punya nilai yang beragam dan bisa dikembangkan.

“Misalnya kalau ada katak yang menolong hewan lain itu tuh bisa dikembangkan dengan cerita-cerita itu. Lebih banyak saya punya dongeng sendiri. Buku dongeng juga saya terbitkan pada tahun 2021. Ketika saya perjalanan mendongeng beberapa tahu itu, saya bikin dongeng sendiri selain ambil dongeng juga dari fabel buku-buku tertentu. Tetapi saya juga bikin dongeng sendiri sesuai dengan daerah yang saya singgahi, nilai-nilai apa yang mau dihidupkan di situ,” paparnya.

Kini, bukan sekadar mulut ke mulut, tetapi hasil ceritanya karyanya bisa dinikmati oleh semua orang. Ia menerbitkan sebuah buku berjudul Belajar Mendongeng Kisah-Kisah Damai (2021).

“Di dalam buku itu saya tuliskan apa itu mendongeng, bagaimana mendongeng, bagaimana kita bisa mengubah suara. Jadi dari trik-trik mendongeng sampai bagaimana menulis dongeng dan juga bagaimana sampai kita bisa menghasilkan dongeng itu saya sampaikan di buku itu,” cetusnya.

5. Petualangannya mendongeng tak lepas dari penolakan

Bayang Konflik Maluku Antarkan Eklin Amtor de Fretes Jadi PendongengEklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Petualangannya mendongeng dimulai pada 1 Januari 2018 di Desa Sepa, Pulau Seram, Maluku Tengah. Bukan tanpa alasan, profesinya sebagai pendeta membuat Eklin dianggap melakukan proses Kristenisasi melalui media dongeng.

“Saya diusir pada tanggal 1 Januari, tapi itu gak mematahkan niat saya untuk terus melakukan aktivitas perdamaian bagi anak-anak. Lalu saya pindah di daerah agama suku yang lain. Saya pindah di daerah agama suku lain pada tanggal 2 Januari dan saya mendongeng bagi anak-anak di situ. Puji Tuhan, saya diterima di situ,” katanya.

Meski sempat ditolak, Eklin tetap gigih memberitakan kabar baik untuk anak-anak di tempat lain. Bahkan, ia bisa mendongeng di tempat-tempat sakral seperti tempat dilakukannya upacara keagamaan atau upacara adat. 

Namun, perjalanannya ini menorehkan haru yang mendalam ketika mengunjungi daerah rawan konflik. Bagi Eklin, hidupnya jadi lebih bermakna ketika ia bisa menyatukan anak-anak Muslim dan Kriten untuk bersatu mendengarkan dongeng.

“Selama puluhan atau belasan tahun itu mereka tidak pernah bertemu, (saat itu_red) mereka bersatu dengan dongeng. Mereka bisa ‘berpelukan’ dengan dongeng. Mereka bisa tertawa dengan dongeng. Itu satu kepuasan tersendiri bagi saya. Saya tidak pernah dapat uang atau sesuatu yang berharga dari situ tetapi ketika melihat anak-anak bisa bersatu seperti itu. Saya merasakan kepuasaan tersendiri dan bahagia dengan hal itu. Dengan demikian, itu menjadi batu loncatan untuk saya tetap bergerak bagi anak-anak dengan media atau metode tersebut,” serunya.

Walau ‘penolakan’ sempat menjadi makanan sehari-hari, Eklin percaya apa yang dilakukannya ini tidak akan sia-sia. Kini, ia tak lagi kesulitan dan diusir karena banyak orang menyediakan tempat mendongeng di berbagai rumah ibadah hingga bertandang ke rumah sakit.

Ceritanya, “Saya tidak hanya mendongeng bagi anak-anak di rumah ibadah tapi juga di rumah sakit. Anak-anak yang butuh berobat karena dari daerah tertentu dan tidak punya uang membiayai kebutuhan pemulihan, saya mendongeng menghibur anak-anak di situ. Saya mendongeng dari sekolah ke sekolah, kampus ke kampus, untuk mencari biaya membantu adik-adik yang sakit itu. Jadi, biaya dari kampus atau sekolah-sekolah saat saya mendongeng itu, saya bagikan untuk adik-adik yang ada di rumah sakit.”

6. Metode dongeng juga diaplikasikannya untuk menyampaikan firman Tuhan di gereja

Bayang Konflik Maluku Antarkan Eklin Amtor de Fretes Jadi PendongengEklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Selain mendongeng untuk anak pedalaman atau anak-anak di rumah sakit, Eklin menerapkannya juga saat khotbah di gereja. Ia melihat bahwa banyak anak-anak yang juga hadir di gereja, sebabnya ia turut menyampaikan firman Tuhan menggunakan bonekanya.

“Metode itu sangat sederhana sehingga firman Tuhan atau teks Alkitab sesulit apa pun kalau dibawakan dengan mendongeng akan terasa sederhana. Anak-anak tetap pulang membawa pesan. Mereka akan pulang dengan ‘oh iya bapak pendeta itu ajar kami seperti ini’. Kami gak hanya menggunakan bahasa tinggi yang orang dewasa mengerti, lebih baik menggunakan bahasa anak-anak tapi siapa pun di dalam ruangan itu bisa mengerti,” ungkapnya.

Terkadang, apa yang dilakukannya dianggap berkaitan dengan praktik magis. Orang melihat bahwa membawa boneka ke mimbar pasti ada roh-roh halus. Namun, Eklin mampu menunjukkan khotbah yang dibawakan dengan cara mendongeng dan menggunakan ventriloquist, nyata terasa sukacitanya.

“Orang sukacita, bahagia, dan menerima firman Tuhan dengan ringan dan mudah. Itu asyik begitu. Sebagian besar menerima dengan baik. Cuma ada satu dua orang yang punya stigmatisasi pemikiran karena ada roh-roh halus jadi ada yang punya anggapan seperti itu baik di kota maupun tidak,” sambungnya lagi.

Untuk mengantisipasi adanya gesekan dan konflik, inilah cara yang dilakukan Eklin. Pendeta Gereja Protestan Maluku ini merasa bahwa toleransi bisa bertumbuh ketika kita mau meluangkan hati dan diri untuk membuka ruang perjumpaan dengan cara yang sederhana

“Dengan rajin berjumpa dan bercerita, akan tumbuh rasa saling memahami dan menghargai karena sudah ada toleransi di situ,” ucapnya.

7. Dongeng merupakan bukti bahwa kasih sayang, perdamaian, toleransi bisa diwujudnyatakan dalam bentuk apa pun

Bayang Konflik Maluku Antarkan Eklin Amtor de Fretes Jadi PendongengEklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Setiap orang mampu bercerita secara verbal maupun non verbal, asal ada niat dan keinginan untuk mencoba. Semua orang sejatinya mampu mendongeng karena kekuatan dongeng terletak pada kemampuan bercerita. 

Eklin mengatakan, “Dongeng itu memiliki nilai-nilai baik yang membuat anak-anak bisa berperilaku atau bisa menumbuhkan budi pekerti lebih baik. Tetapi, dengan mendongeng itu kita bisa membangun bonding yang kuat. Kedekatan kita dengan anak-anak, orangtua dengan anak, atau pun juga pengajar dengan anak.”

Sebagai pendongeng, Eklin memandang bahwa orangtua yang rajin bercerita atau mendongeng untuk anaknya akan membawa perubahan yang besar. Terlebih disertai sentuhan seperti memeluk atau menggendong akan membuat orangtua dan anak memiliki bonding yang kuat. 

Dongeng juga banyak manfaatnya, lho. Melalui dongeng, anak akan belajar mengembangkan literasi dan memperbanyak kosakata baru. Dengan acara yang unik pula, anak tidak mudah berasa bosan karena ada perasaan senang dan damai.

Berkat komitmennya mendongeng pada ribuan anak dan ratusan desa maupun daerah rawan konflik, Eklin mendapatkan penghargaan sebagai salah satu sosok inspiratif di bidang pendidikan pada tahun 2020 dari Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards.

Penghargaan tersebut diberikan kepada anak bangsa yang berkontribusi lebih dalam memajukan generasi penerus dengan beragam inovasi dan karya. Melalui dongeng, Eklin menyampaikan bahwa perubahan tidak bisa dibuat oleh satu orang saja.

Sampai sekarang, cerita konflik masih tetap diceritakan orangtua pada anaknya. Praduga atau prasangka buruk akibat cerita tersebut merupakan suatu hal yang ingin ia hilangkan. Tentu bukanlah hal yang mudah, maka dari itu ia berharap semua orang bisa saling memahami dan menghargai satu sama lain agar tumbuh kepercayaan dan menghasilkan perdamaian, kasih sayang, hingga toleransi.

“Mulailah berdamai dengan diri sendiri. Ciptakan damai dengan orang lain, supaya tetap terpancar kedamaian untuk sekitar kita. Damai itu bisa dirasakan oleh orang lain dan tersebar lebih luas. Maka, buatlah hal-hal baik dimulai dari diri sendiri,” tutupnya.

Baca Juga: Kisah Waitatiri Peduli Pendidikan Anak hingga Bertandang ke Harvard

Topik:

  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya