Serunya Nur Anugerah Menjadi Penggagas Sedekah Buku Indonesia

Sudah ribuan buku disalurkannya ke pelosok negeri

Jakarta, IDN Times - Semua orang bisa menerima, tetapi tidak semua orang punya kerinduan untuk selalu berbagi kebaikan. Semangat perempuan bernama Nur Anugerah ini, layak menjadi inspirasi dalam berkontribusi pada masyarakat. Ia merupakan seorang penggagas Sedekah Buku Indonesia sekaligus Generasi Cakap (Human Capital & Management Consultant).

Melalui wawancara dengan IDN Times pada Kamis (14/12/2023), Nur Anugerah membagikan pengalamannya berbagi buku di Sedekah Buku Indonesia maupun ilmu melalui Generasi Cakap. Sebagai seorang psikolog, Ugha, panggilan akrab Nur Anugerah, juga turut membagikan pandangannya terhadap generasi muda sekarang. Apa katanya?

1. Hatinya tergerak melakukan suatu hal saat melihat buku-buku psikologi yang ada di rumahnya

Serunya Nur Anugerah Menjadi Penggagas Sedekah Buku IndonesiaSedekah Buku Indonesia (instagram.com/sedekahbukuid)

Ugha merupakan lulusan Magister Profesi Psikologi Industri dan Organisasi dari Universitas Padjadjaran tahun 2014. Ketertarikannya terhadap dunia psikologi sudah tampak sejak duduk di bangku SMP.

Dari hanya membaca majalah dengan rubrik psikologi, Ugha mulai merajut mimpinya sebagai psikolog. Namun, perasaan senang dan lega karena lulus S2, justru membuatnya merasa hampa.

“Aku merasa ada yang kosong aja gitu di hatiku. Oh, yang dulu aku kejar-kejar ternyata Alhamdullilah kan udah tercapai. Nah, di situ aku kayak kosong lagi. Aku tuh sebenernya nyari apa gitu, ya. Kayaknya aku pengen ngasih sesuatu dengan apa yang aku punya supaya aku merasa kayak fulfill lagi,” ucapnya.

Ia menemukan jawaban atas kegelisahan tersebut ketika melihat buku-buku yang ada di rumahnya. Sebagai mahasiswa psikologi, Ugha dikelilingi oleh berbagai buku seputar self development, teori-teori psikologi, psikoedukasi, dan buku-buku psikologi populer lainnya. Berkaca dari situ, ia merasa bisa melakukan langkah baik untuk berbagi buku walaupun belum tahu harus diberikan kepada siapa.

Bukan suatu kebetulan, temannya yang menjalankan program KKN di Sulawesi, bercerita bahwa anak-anak di kampungnya membutuhkan buku. Dalam waktu satu bulan sejak November hingga Desember 2014, Ugha melakukan pencarian buku-buku untuk disumbangkan.

“Awalnya itu hanya gerakan. Kalau bahasa ininya mah social activation satu kali, ya Sedekah Buku Indonesia gitu. Awalnya belum kepikiran bikin community. Gak ada ilmunya, cuma pengen bikin aja,” ungkapnya.

Baru pengiriman pertama, sudah terkumpul 200-an buku. Buku-buku itu dibawanya sendiri ke Sulawesi Selatan menuju Kabupaten Enrekang. Berawal dari 200 buku, Sedekah Buku Indonesia (SBI) bisa melakukan 25 kali pengiriman dalam tahun pertamanya.

“Aku tuh dulu gak berpikiran sebanyak itu orang yang butuhin buku di daerah-daerah. Mikirku cuma, ‘Oh, ya karena ada yang KKN,’” sambungnya.

2. Tanpa ia sadari, hidupnya selalu berkutat dengan beragam kegiatan-kegiatan sosial yang bermanfaat untuk sekitar

Serunya Nur Anugerah Menjadi Penggagas Sedekah Buku IndonesiaNur Anugerah, Psikolog Industri Organisasi, Founder Generasi Cakap (Human Capital & Management Consultant). (instagram.com/ughaz)

Mungkin, bisa dikatakan, pemantik semangatnya untuk berbagi buku adalah dirinya sendiri. Sejak kuliah, Ugha terbiasa mengikuti banyak kegiatan sosial.

“Waktu itu 2006, aku jadi relawan bencana Yogya. Gempa Yogyakarta, gempa Pangalengan, gempa Cianjur. Itu yang agak resmi, resmi tuh bener-bener dari diberangkatkan dari kampus,” katanya.

Meski hanya volunteer, ternyata kegiatan itu membentuk empati Ugha untuk terus berkontribusi bagi orang lain. Ketika ia merefleksikan hal tersebut, Ugha menyadari bahwa ia adalah orang yang sangat passionate untuk menyebarkan semangat kebaikan.

Ia pun tak menampik kenyataan bahwa dirinya sempat kesulitan mengelola SBI karena sifatnya sukarela. Buku-buku yang diberikan kepadanya juga sukarela sehingga perlu waktu dan cara untuk mencari buku-buku untuk disedekahkan.

“Kita gak ada dibayar atau kita membayar orang. Sangat minim, mostly semua resource pribadi. Jadi dibilang susah, ya pasti susah," pungkasnya.

Namun, kini Sedekah Buku Indonesia berada di bawah yayasan yang didirikan Ugha, yaitu Yayasan Generasi Cahaya Kebaikan. Ugha berharap makin banyak orang yang berdonasi buku-buku berkualitas. Tentunya, ia juga ingin bisa terus berbagi meski tidak selalu dalam bentuk buku.

“Walaupun mungkin nanti udah nggak bentuknya buku, tapi mungkin lebih banyak ke program-program pengembangan masyarakat yang lebih jangka panjang gitu,” katanya.

3. Bukan sekadar berbagi buku, Sedekah Buku Indonesia menetapkan beberapa penerima manfaat

Serunya Nur Anugerah Menjadi Penggagas Sedekah Buku IndonesiaSedekah Buku Indonesia (instagram.com/sedekahbukuid)

Sedekah Buku Indonesia gak sembarangan memberikan buku kepada penerima manfaat. Buku-buku akan disesuaikan dengan kebutuhan penerima manfaat.

Ugha mengatakan, “Dari Sedekah Buku Indonesia itu, punya tiga target utama yang jadi beneficiaries. Yang pertama adalah sekolah, sekolah itu bisa sekolah negeri, swasta, SDIT, sekolah islam yang punya perpus. Yang kedua adalah TMB, Taman Baca Masyarakat yang bisa baru mau dibentuk atau baru mau dibangun. Yang ketika adalah panti asuhan.”

Lanjutnya, “Paling banyak (mengirim buku) adalah ke TBM. Kedua adalah sekolah. Baru panti asuhan. Lapas di bawahnya lagi (secara ranking) karena ke lapas itu sesekali aja. Tapi, kita udah dua tahunan ini ngirim ke Kendari, ke Lampung, di Bandung juga ada gitu kan.”

Ternyata, lapas juga membutuhkan buku sehingga SBI mengirimkan buku ke lapas-lapas dalam dua tahun terakhir. Ugha mengatakan bahwa lapas anak memiliki perpustakaan. Selain itu, juga pojok-pojok baca mengajukan permohonan buku.

“Jadi kalau disortir yang pasti disortir berdasarkan kebutuhan dari si penerima manfaatnya. Si perpustakaan atau sekolah atau TBM-nya atau panti asuhan dan juga memang disesuaikan sama umurnya gitu ya. Kan ada juga yang ngirim donasi tanda petik buang buku. Buku kuliah gitu ya, buku sekolah. Nah, kalau untuk buku sekolah, kita gak nerima karena beda-beda ya kalau ngirim di kampung gitu ya, di daerah-daerah. Mereka itu bukunya kurikulum lama, masih 2013. Belum kurikulum yang kayak sekarang. Merdeka belajar misalnya,” paparnya.

Menurut Ugha, orang yang ingin berdonasi buku bisa mengajukan permohonan kepada Sedekah Buku Indonesia atau DM langsung ke laman instagram Sedekah Buku Indonesia. 

Baca Juga: Ence Adinda, Sebarkan Edukasi Pilah Sampah lewat iLitterless

4. Banyak community development yang dilakukan selain berbagi buku

Serunya Nur Anugerah Menjadi Penggagas Sedekah Buku IndonesiaSedekah Buku Indonesia (instagram.com/sedekahbukuid)

Kini, Sedekah Buku Indonesia sudah menjangkau sekitar 176 titik yang mencakup Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Di dalam Sedekah Buku Indonesia, juga terdapat beberapa program-program atau community development yang sedang dikembangkan Ugha bersama para volunteer, seperti membangun perpustakaan.

“Kalau kita datang itu benar-benar kita bisa sambil bermain sama anak-anak. Jadi, kita ngadain games-games. Nah, seperjalanan ternyata volunteer-volunteer tuh punya ide-ide banyak, kayak pemeriksaan kesehatan gratis. Jadi, kita kolaborasi sama Volunteer Doctors. Atau, kita bikin kegiatan sama komunitas drone gitu ya. Jadi si anak-anak di daerah itu diajarin pegang kamera, terus mengoperasikan drone,” ceritanya.

Tak disangka apa yang dilakukannya seorang diri, justru makin banyak menggaet orang. Dari hanya berbagi buku, makin banyak hal yang bisa dibagikan kepada sesama. Bukan sekadar memberi buku, tetapi berbagi jendela mimpi, yang menjadi slogan dari SBI.

Rasa capek melakukan perjalanan jauh, terbayarkan ketika melihat respons anak-anak saat mendapatkan buku. Nyatanya, tidak semua anak memiliki privilese untuk merasakan nikmatnya belajar dan menjelajahi dunia melalui buku.

Ugha sempat menceritakan, “Kita nginep di rumah kepala desanya. Besoknya kita ngasih bukunya ke sekolah. Malemnya tuh anak datang ke rumah kepala desa minta buku sama bapaknya. Datang sama bapaknya pengen minta bukunya. Maksudnya dia tuh gak puas dengan buku dikasih ke sekolah karena berarti cuma bisa dibaca di sekolah gitu. Jadi, dia pulang, datang sama bapaknya, minta buku ke rumah kepala desanya.”

Pengalaman sederhana seperti ini membuatnya merasa ternyata buku bisa memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Itu sebabnya, kebahagiaan dan kebaikan itu semakin besar dengan memberikan lebih, seperti mendongeng dan bermain musik bersama anak-anak.

“Aku pun jadinya bertumbuh juga gitu (selama hampir 10 tahun SBI berdiri) melihat sesuatu yang kayaknya ini kalau cuma bawa buku aja, sayang deh. Kebetulan juga background aku psikologi. Jadi, kayak kenapa kita gak bikin acara untuk masyarakatnya atau untuk anak-anaknya atau untuk pustakawannya? Jadi, udah mulai berkembangnya ke program-program gitu ya. Programnya. Ya, bisa bahasa sekarang mah community development gitu,” sambungnya.

5. Menurut Ugha, gadget dan buku merupakan dua hal yang harus saling dielaborasikan

Serunya Nur Anugerah Menjadi Penggagas Sedekah Buku IndonesiaNur Anugerah, Psikolog Industri Organisasi, Founder Generasi Cakap (Human Capital & Management Consultant). (instagram.com/ughaz)

Bicara soal literasi, kini anak-anak sejak kecil sudah banyak terpapar oleh gadget. Teknologi makin gencar mempermudah manusia untuk menemukan segala macam informasi melalui internet dan gadget. Ugha menilai semuanya pasti memiliki nilai positif.

“Nah, kalau ngomongin teknologi anak-anak baca atau baca informasi via gadget, juga tentu punya keuntungan gitu ya, benefit buat si anak-anak ini adalah dia paparan informasinya lebih banyak, lebih bervariasi. Tapi kalau ngomongin buku, itu dia akan lebih depth gitu, akan lebih dalam pemahaman, terus juga refleksi dia, terus juga emotional dia juga lebih terasa atau terurai ketika membaca buku yang emang gak cuma kalau di HP kan scroll-scroll aja gitu kan. Nah, dari salah satu buku psikolog yang saya baca, itu bukunya tuh cyber effect gitu ya,” jelasnya.

Buku fisik akan membuat anak merasakan langsung tekstur sekaligus melatih motorik. Bahkan, gadget dan buku sebenarnya bisa dielaborasikan. Ketika anak membaca, ada beberapa buku yang menggunakan footnote. Setelah itu, anak bisa menggunakan laptop untuk mencari tahu soal itu.

“Itu juga jadinya depth thinking gitu. Itu yang bisa dibilang membedakan keduanya. Jadi kalau dibilang lebih baik yang mana, tetap aja butuh kita baca yang via teknologi dan itu gak bisa disangkal sih menurut aku ya. Tetap kita butuh teknologi itu, tapi juga jangan ngelepasin si baca bukunya,” ungkapnya.

Sambungnya lagi, “Nah bisa juga, kalau misalnya jadi sebagai orang tua, misalnya buat para audiensnya IDN Times juga kan, mungkin ada orang tua, ya tetap harus ada waktu yang kita set untuk baca yang sifatnya buku fisik gitu, gak cuma informasi aja yang ada di internet. Pun anak muda juga sih kayak kita menurutku tetap harus, ada momen kita nyediain waktu baca buku.”

6. Selain Sedekah Buku Indonesia, Ugha aktif mengelola Generasi Cakap dan memberikan banyak informasi seputar karier

Serunya Nur Anugerah Menjadi Penggagas Sedekah Buku IndonesiaNur Anugerah, Psikolog Industri Organisasi, Founder Generasi Cakap (Human Capital & Management Consultant). (instagram.com/ughaz)

Jiwanya sebagai psikolog dihadirkan melalui Generasi Cakap yang memasuki usia 3 tahun pada Februari 2024. Baik Sedekah Buku Indonesia maupun Generasi Cakap merupakan dua entitas yang berada di bawah Yayasan Generasi Cahaya Kebaikan miliknya.

“Kalau SBI purely itu sosial, frankly speaking-nya dia gak ada uangnya. Tapi kalau di Generasi Cakap, ya aku menawarkan jasaku as a professional, as a psychologist gitu. Jadi memang dia di dalamnya adalah Biro Psikologi HR itu ya, Human Resource atau Human Capital karena itu background profesional aku,” katanya.

Berbeda dengan SBI, Generasi Cakap yang dibangunnya memberikan psikotest, pelatihan self development atau soft skill. Ada pula coaching, counseling, mentoring, dan CMC. Melalui Generasi Cakap, Ugha juga membagikan tips-tips atau hal-hal seputar rekrutmen kepada para pencari kerja.

"Nama itu tuh di hati aku gitu. Jadi, ini kayaknya long last gitu. Sama kayak Sedekah Buku Indonesia tuh, kayak itu tuh bakalan lama gitu. Kita sedekah tuh gak cuma sekali dua kali. Nah, si Generasi Cakap, filosofi orang mau jadi orang yang cakap itu bener-bener gak satu kali belajar atau satu kali baca atau satu kali interview misalnya. Jadi, untuk menjadi pribadi yang cakap tuh, kayak butuh proses pembelajaran,” tuturnya.

Menurut Ugha, cakap berarti kalau kita mau jadi orang yang mampu atau kompeten itu, gak sekali waktu dan perlu perjalanan panjang. Untuk bisa menjadi orang yang cakap, diperlukan tiga hal.

“Yang pertama adalah penguatan mental, jadi membangun mental yang kuat,” tegasnya.

"Kita pengen membangun generasi muda yang kuat. Terus, mindset yang bertumbuh, growth mindset. Yang terakhir adalah skill set-nya harus relevan sama tuntunan zaman. Jadi untuk menjadi generasi cakap itu dimulai dari mindset, skill set, dan mentalnya harus kuat,” ungkap Ugha.

7. Perempuan berhak memancarkan cahayanya sendiri

Serunya Nur Anugerah Menjadi Penggagas Sedekah Buku IndonesiaNur Anugerah, Psikolog Industri Organisasi, Founder Generasi Cakap (Human Capital & Management Consultant). (instagram.com/ughaz)

Bicara soal perempuan, Ugha menyadari bahwa semua perempuan dihadapkan dengan beragam tuntunan sosial. Alhasil, perempuan jadi kurang bisa menunjukkan kapabilitasnya atau kekuatannya. Padahal, Ugha percaya bahwa setiap orang memiliki cahayanya sendiri.

“Kamu punya kekuatan sendiri, kamu punya peran sendiri di hidup ini. Menurutku, ketika kamu tahu apa yang sebenarnya jadi titipan dari Tuhan, ya harusnya kamu light up. Kamu menemukan itu, terus memanfaatkannya atau memberdayakan si kekuatan itu,” Ugha memaknai sosok perempuan hebat.

Menurut perempuan berhijab ini, seorang perempuan yang hebat pasti bisa memberdayakan dirinya. Terkadang, banyak peran di lingkungan, misalnya istri dan ibu, tanpa sadar menenggelamkan kekuatan pribadi atau potensi seorang perempuan.

“Mungkin kita menjadi wanita yang hebat sesuai dengan fitrah masing-masing, ya di bidangnya masing-masing,” tutupnya.

Baca Juga: Fast Fashion, Tren Merusak Bumi demi Penampilan Trendi

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya