Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Kenapa Kamu Harus Berhenti Meremehkan Emosi Sendiri

Ilustrasi seorang wanita melamun (pexel.com/cottonbro studio)
Ilustrasi seorang wanita melamun (pexel.com/cottonbro studio)
Intinya sih...
  • Emosi adalah sinyal, bukan kelemahanSetiap emosi yang kamu rasakan adalah notifikasi penting dari dalam dirimu yang butuh perhatian.
  • Meremehkan emosi bikin kamu kehilangan akses ke diri sendiriMenyangkal perasaan membuatmu bingung dan terjebak dalam siklus hidup tidak otentik.
  • Emosi yang ditekan bisa berubah jadi ledakan tak terkendaliEmosi yang tidak diproses hanya mengendap dan bisa muncul sebagai ledakan di kemudian hari.

Pernah merasa “lebay” hanya karena kamu menangis? Atau buru-buru bilang ke diri sendiri, “Biasa aja ah gak penting” Padahal yang kamu rasakan itu nyata, dan menolaknya justru bisa menjadi awal dari berbagai luka emosional yang terpendam. Meremehkan emosi sendiri bukanlah bentuk ketegaran, melainkan jebakan yang sering kali tidak kita sadari. Pelan-pelan, sikap itu bisa merusak hubunganmu dengan diri sendiri dan orang lain.

Berikut ini lima alasan kenapa kamu perlu berhenti meremehkan emosi sendiri, sebelum dampaknya membuatmu kehilangan arah dan koneksi emosional yang sehat dengan hidupmu.

1. Emosi adalah sinyal, bukan kelemahan

Ilustrasi seorang pria (Pexels.com/Timur Weber)
Ilustrasi seorang pria (Pexels.com/Timur Weber)

Setiap emosi yang kamu rasakan... entah sedih, marah, kecewa, atau cemas, adalah sinyal penting dari dalam dirimu. Mereka seperti notifikasi dari sistem internal yang memberi tahu bahwa ada sesuatu yang butuh perhatian. Ketika kamu terus-menerus menekan atau mengabaikannya, kamu justru memutus koneksi penting antara pikiran dan tubuhmu sendiri.

Mengabaikan sinyal ini sama saja seperti menutup telinga saat alarm kebakaran berbunyi. Mungkin terasa lebih tenang sesaat, tapi potensi kerusakan yang terjadi jauh lebih besar. Kamu tidak sedang berlebihan, kamu sedang merespons sesuatu yang berarti.

2. Meremehkan emosi bikin kamu kehilangan akses ke diri sendiri

Ilustrasi seorang pria (Pexels.com/cottonbro studio)
Ilustrasi seorang pria (Pexels.com/cottonbro studio)

Ketika kamu terbiasa menyangkal perasaan, kamu juga perlahan kehilangan kemampuan untuk mengenal dirimu secara utuh. Kamu jadi bingung membedakan mana yang benar-benar kamu inginkan dan mana yang hanya kamu lakukan karena "harus" atau "biasa aja." Ini bisa membuatmu terjebak dalam siklus hidup yang tidak otentik.

Padahal mengenali dan memvalidasi emosi adalah kunci untuk memahami nilai, batasan, dan kebutuhanmu. Semakin kamu menghargai perasaanmu sendiri, semakin kamu bisa mengambil keputusan yang selaras dengan siapa kamu sebenarnya.

3. Emosi yang ditekan bisa berubah jadi ledakan tak terkendali

Ilustrasi seorang wanita marah (Pexels.com/Roberto Hund)
Ilustrasi seorang wanita marah (Pexels.com/Roberto Hund)

Kalau kamu merasa bisa “kuat” dengan menahan semua emosi, hati-hati. Emosi yang tidak diproses tidak hilang, mereka hanya mengendap. Dan suatu hari, mereka bisa muncul dalam bentuk ledakan... baik itu amarah, burnout, atau bahkan gangguan kecemasan yang tak kamu mengerti asal-usulnya.

Daripada menunggu waktu ledakan itu datang, lebih bijak untuk mulai belajar mengenali dan merespons emosi secara sehat sejak sekarang. Menangis, curhat, atau menulis jurnal bukan kelemahan, tapi mekanisme cerdas untuk menjaga kewarasan.

4. Meremehkan emosi menghambat koneksi yang sehat dengan orang lain

Ilustrasi dua orang wanita (Pexels.com/cottonbro studio)
Ilustrasi dua orang wanita (Pexels.com/cottonbro studio)

Saat kamu terbiasa meremehkan emosimu sendiri, kamu juga cenderung tidak peka terhadap emosi orang lain. Akhirnya, hubunganmu dengan teman, pasangan, atau keluarga jadi datar dan kaku, karena kamu tidak tahu cara memberi ruang untuk perasaan, baik milikmu maupun milik mereka.

Kemampuan untuk terkoneksi secara emosional adalah fondasi penting dalam membangun relasi yang suportif dan bermakna. Kalau kamu ingin dimengerti, kamu juga perlu belajar mengerti, dan semuanya berawal dari keberanian untuk mengakui emosimu sendiri.

5. Menyayangi diri sendiri dimulai dari mengakui perasaanmu

Ilustrasi seorang wanita sedang berdiri (pexel.com/Andrea Piacquadio)
Ilustrasi seorang wanita sedang berdiri (pexel.com/Andrea Piacquadio)

Bentuk self-love yang paling mendasar bukan skincare atau healing trip ke Bali, tapi memberi ruang aman untuk perasaanmu sendiri. Saat kamu berkata pada diri sendiri, “Gak apa-apa kok aku ngerasa gini,” itu artinya kamu sedang menumbuhkan kasih sayang dan penerimaan yang jujur dari dalam.

Kamu gak perlu punya jawaban untuk setiap rasa. Cukup hadir, sadar, dan jujur pada apa yang sedang kamu alami. Itu sudah lebih dari cukup untuk membangun hubungan yang sehat dengan dirimu sendiri.

Kita sering diajari untuk cepat-cepat pulih, kuat, dan tetap terlihat baik-baik saja. Tapi dalam kejaran untuk “baik-baik saja,” kita lupa bahwa menjadi manusia bukan soal tampak sempurna, melainkan soal keberanian untuk hadir utuh, dengan segala rasa yang datang. Berhenti meremehkan emosi bukan berarti jadi lemah, tapi justru menjadi lebih bijak, lebih sadar, dan lebih hidup. Jadi mulai hari ini, beranilah untuk merasa. Karena kamu layak didengar, terutama oleh dirimu sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us