TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Berkaca dari Tragedi Kanjuruhan, 7 Pentingnya Sportivitas dalam Hidup

Karena ini bukan tentang mereka, namun tentang diri sendiri

ilustrasi pemenang (pexels.com/Vlad Chețan)

Tak hanya dunia sepakbola, tragedi berdarah di Stadion Kanjuruhan, Malang yang memakan ratusan korban jiwa menjadi duka seluruh masyarakat Indonesia. Peristiwa ini juga menjadi titik kemerosotan nilai dan moralitas bangsa yang ditandai dengan minimnya sportivitas.

Sejatinya, sportivitas yang baik ada sebagai identitas sebuah kompetisi positif. Tidak hanya dalam ajang perlombaan, melainkan dalam segala aspek kehidupan. Bukan sekadar menerima kekalahan belaka, berikut pentingnya menjunjung tinggi sportivitas dalam hidup!

1. Menjadikan diri pembelajar aktif dan positif

ilustrasi orang belajar dan bekerja sama (pexels.com/Christina Morillo)

Jiwa kompetitif yang baik menjadikan manusia menjadi sosok pembelajar yang aktif dan positif. Hal itu disebabkan oleh motivasi melakukan hal terbaik untuk menjadi pemenang. Dengan landasan sportivitas, manusia tidak hanya belajar melalui pengalaman atau kemenangan. Namun juga mau belajar dari kesalahan sekaligus kekalahan yang dialami.

Kesalahan, kekalahan, dan kegagalan bukanlah sesuatu untuk diratapi apalagi dibenci. Kala disadari dan diterima dengan penuh kesadaran, hal-hal itu menjadi pembelajaran berharga untuk manusia agar selalu berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dari masa ke masa.

2. Mengajarkan resiliensi dan ketekunan inklusif

ilustrasi orang bekerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Secara tak langsung, kesiapan menerima serta belajar dari keberhasilan maupun kegagalan sama dengan sikap resiliensi atau pantang menyerah dan ketekunan. Alhasil, kita tidak mudah putus asa dalam berusaha sebelum mendapatkan impian yang diharapkan.

Diiringi sabar, ketekunan dan resiliensi yang dilakukan tanpa henti dan menyeluruh akan membuahkan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab menyelesaikan apa yang telah dimulai. Perlahan namun pasti, sifat dan sikap itu mengantarkan kita pada target yang ingin dicapai.

3. Mengembangkan kreativitas dan keterampilan

ilustrasi orang menggambar (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Pribadi pembelajar selalu berusaha mengembangkan kreativitas dan keterampilan demi menjadi versi terbaik dirinya. Bahkan saat berada di titik nadir sekali pun, pembelajar berjiwa sportif lebih fokus dengan apa yang dimiliki daripada menyalahkan orang lain dan keadaan.

Sering terjadi, angan manusia berusaha menentukan bahkan mengontrol hal-hal yang sebenarnya berada di luar kendali. Semestinya, yang harus dikendalikan adalah ekspektasi berlebihan atas apa yang akan dan telah ada sembari terus memaksimalkan potensi dalam diri.

Baca Juga: 5 Bentuk Persaingan Tidak Sportif yang Perlu Diwaspadai

4. Menjaga kewarasan lisan, mental, dan sikap

ilustrasi orang bahagia (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Sikap dan mental sportif membantu kita menerima kegagalan, kekalahan, dan ketidaksesuaian dengan ikhlas serta lapang dada. Dalam sebuah kompetisi, menang atau kalah merupakan fenomena biasa. Bukan perilaku rendah diri, mengakui keunggulan lawan tanpa kebencian berarti sama dengan memberi kedamaian dan kekuatan kepada diri sendiri.

Sportivitas membantu kita memiliki pengendalian diri terutama emosi yang baik serta positif. Self-control ini akhirnya dapat menjaga kewarasan lisan, mental, dan sikap kita dari hal-hal di luar nalar yang justru membahayakan serta mematikan keberhargaan diri.

5. Membentuk pribadi pemaaf di segala kondisi

ilustrasi orang bahagia (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Laiknya kemenangan, kekalahan pun harus 'dirayakan' dengan kesadaran, penerimaan, dan pemaafan. Rasa kecewa dan putus asa memang tidak mudah ditaklukan, tapi bukan berarti sulit dilakukan. Mengedepankan rasa sportivitas aktif-progresif dalam setiap perlombaan kehidupan bisa sekaligus membentuk pribadi pemaaf yang penuh empati dan simpati.

Kompetisi sebenarnya bukan tentang mereka atau hal apa yang menjadi lawan kita. Tapi, ia menjadi ajang kita mengalahkan ego dan segala hal negatif yang ada dalam diri sendiri. Begitu pula dengan memafkan, ia adalah cara manusia menerima dirinya apa adanya.

6. Membuat diri pandai bersyukur dan rendah hati

ilustrasi kompetisi lari (pexels.com/RUN 4 FFWPU)

Setelah melakukan doa dan usaha terbaik, sportivitas membuat kita lapang dada menerima apapun hasil yang didapat. Entah itu keberhasilan atau kegagalan, keikhlasan dalam sikap sportif melahirkan pribadi yang pandai bersyukur, rendah hati, dan tidak mudah terprovokasi.

Sportivitas bersama kebersyukuran dan kerendahan hati berjalan beriringan dalam setiap kompetisi. Tak perlu berlebihan, rayakanlah kemenangan dan kekalahan dengan sewajarnya. Lalu, melanjutkan estafet kebaikan dengan belajar dari setiap peristiwa kehidupan.

Baca Juga: 5 Pelajaran dari Setiap Kekalahan, Cuma Kemenangan yang Tertunda, kok!

Verified Writer

Aqeera Danish

edith

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya