Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa Itu Soft Girl Era? Simak Trennya yang Ramai di Media Sosial!

potret cewek aesthetic (pexels.com/Vlada Karpovich)
potret cewek aesthetic (pexels.com/Vlada Karpovich)
Intinya sih...
  • Istilah "soft girl" mencuri perhatian di media sosial dengan konten yang muncul di TikTok dan Instagram serta menonjolkan sisi empati.
  • Tren ini awalnya lahir dari para influencer media sosial Nigeria, yang mengenalkan konsep "soft life" sebagai gaya hidup lembut dan sederhana.
  • Fenomena "soft girl era" kian digandrungi gen z untuk memiliki gaya hidup care-free dan feminin, namun dinilai dapat menimbulkan konsekuensi bagi kesehatan mental dan peran perempuan di masyarakat.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pelan tapi pasti, istilah soft girl mulai mencuri perhatian di dunia media sosial. Tren ini ditandai dengan konten-konten yang sering muncul di FYP TikTok atau feed Instagram, dihiasi filter dreamy, musik mellow, serta kepribadian yang menonjolkan sisi empati.

Bukan ditonjolkan dari gaya berpakaian saja, tren ini juga mencerminkan cara baru untuk mengekspresikan sisi feminin yang lembut dan ceria. Popularitasnya pun semakin meroket berkat peran influencer, TikTok, dan media sosial lainnya yang terus mempopulerkannya.

Akan tetapi, dari mana munculnya tren Soft Girl Era pertama kali? Yuk, simak lebih lengkap informasinya di bawah ini!

1. Asal-usul definisi soft girl dan gaya hidup soft life di belakangnya

Ilustrasi cewek (pexels.com/Tuấn Kiệt Jr.)
Ilustrasi cewek (pexels.com/Tuấn Kiệt Jr.)

Dilansir BBC, tren "Soft Girl" awalnya lahir dari para influencer media sosial Nigeria, sebelum akhirnya menjadi tren mainstream. Para influencer ini pun mengenalkan "soft girl era" dari konsep "soft life" yang standout di tengah gaya hidup mewah, di kala tantangan hidup dan krisis biaya melanda Nigeria. Sebaliknya, konsep "Soft Life" mengajak orang-orang untuk mengenakan pakaian paling nyaman dan berpikir cara untuk menikmati hidup yang tenang dan sederhana. 

"Melakukan gaya hidup ini juga berarti menjadi berani tampil rentan dan memilih ketidaknyamanan dalam mencari kenyamanan. Menerapkan gaya hidup ini pun memiliki proses yang sulit karena berarti memilih gaya hidup yang lembut dan membuka diri untuk merasakan emosi," tutur Kaya Nova, pendiri situs gaya hidup Grown Mag, saat membagikan perjalanannya menjadi Soft Girl di TikTok, dikutip BBC. 

Untuk itu, bukan cuma soal warna pastel dan aksesori yang imut, "Soft Girl" memiliki makna mendalam untuk mengajarkan gaya hidup yang lebih mindful. Bukan hanya tentang memperhatikan penampilan luar, gaya hidup dan tren ini pun menunjukkan bagaimana cara menjalani hidup yang lebih autentik di tengah tekanan sehari-hari. 

2. Kontroversi di balik estetika soft girl

ilustrasi anak remaja (pexels.com/@karolina grabowska)
ilustrasi anak remaja (pexels.com/@karolina grabowska)

Dilansir Times, istilah "soft girl era" kian digandrungi para gen z untuk memiliki gaya hidup care-free dan feminin. Dengan transisi dari generasi sebelumnya, gaya hidup ini memiliki kenyamanan sebagai daya tarik, menjadi ciri khas yang membedakan gen z. Namun ternyata, tahukah kamu bahwa gaya hidup ini dinilai dapat menimbulkan konsekuensi bagi kesehatan mental dan peran perempuan di masyarakat?

Pasalnya, berakhirnya era girlboss dan munculnya estetika soft girl mencerminkan perempuan. Elemen-elemen soft girl yang terlihat sederhana ini ternyata dengan mudah terhubung pada pandangan kuno tentang gender.

Dalam bentuk yang ekstrem, tren ini bahkan mendorong munculnya lebih banyak pasangan atau istri yang memilih tinggal di rumah, sering disebut sebagai tradwife di dunia maya. Kedua konsep ini mengingatkan kita pada peran tradisional yang selama ini diperjuangkan untuk diubah oleh para perempuan.

"Di media sosial, para pacar yang tinggal di rumah dan tradwives sering membagikan cara mereka merawat rumah, pasangan, dan keluarga. Mereka menggambarkan hidup yang sederhana dan nyaman. Perubahan ini, yang lebih mengarah pada ketergantungan, bisa menjadi masalah di banyak aspek. Tren yang didorong oleh influencer tentang soft girls dan tradwives ini menyebarkan pesan-pesan yang lebih mengutamakan ketergantungan dan peran perempuan yang tidak sepenuhnya mencerminkan kenyataan," tutur spesialis trauma, Dr. Paul Conti, dikutip Times

3. Dampak soft girl di dalam hubungan

ilustrasi hubungan yang sehat dengan pasangan (pexels.com/Hussein Altameemi)
ilustrasi hubungan yang sehat dengan pasangan (pexels.com/Hussein Altameemi)

Kini, terdapat banyak istilah di dalam hubungan yang beredar di media sosial. Istilah seperti feminine energy salah satunya, merujuk pada arti bahwa seorang perempuan memiliki sisi intuisi di dalam hubungan. Namun, meskipun sama-sama memiliki nilai feminin, konsep soft girl memiliki perbedaan dengan feminine energy.

Dalam situs Glamour, perubahan era girlboss menuju soft girl pun memengaruhi cara gen z berkencan. Seeking, situs kencan mewah yang sebelumnya dikenal dengan nama Seeking Arrangement, baru-baru ini melakukan sebuah studi. Hasilnya, mereka menemukan bahwa 68 persen perempuan gen z di situsnya mencari hubungan dengan pria yang lebih tua 10 hingga 14 tahun yang bisa "memenuhi kebutuhan finansial" mereka. 

Riset yang dilakukan ini menyebutkan bahwa tren ini dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi yang dihadapi gen z sepanjang masa dewasa mereka, mulai dari pandemik hingga sekarang. Oleh karena itu, gak jarang konsep soft girl dikritik karena dianggap mempromosikan citra yang pasif atau terlalu tunduk.

4. Soft girl era yang ditunjukkan di dunia fashion

potret ide cardigan feminin dan menggemaskan ala prettiest girl (instagram.com/dearlove.fashion)
potret ide cardigan feminin dan menggemaskan ala prettiest girl (instagram.com/dearlove.fashion)

Menurut The Trendspotter, fenomena soft girl juga dapat ditunjukkan melalui gaya berpakaian dan statement dalam fashion yang khas. Beberapa gaya yang menonjol di fenomena ini adalah Y2k dan 90-an, seperti tennis skirt, jepit rambut, dan shoulder bag.  

Warna-warna yang ditunjukkan dari gaya berpakaian soft girl juga menyangkut warna-warna lembut dan pastel, seperti biru langit, ungu muda, dan celana jeans yang memiliki unsur kupu-kupu.  

"Gaya soft girl juga bisa ditunjukkan melalui sweater panjang sepinggul dan ikat pinggang dengan warna yang sama dengan sweater oversized ," tutur Tiktoter Jess Carpenter dalam keterangannya.

Selain itu, sneakers putih dan sandal pastel juga jadi pilihan favorit sebagai pelengkap outfit. Gak jarang, kaus kaki tinggi berwarna putih jadi pemanis tampilan yang juga bisa disandingkan dengan sepatu mary jane untuk gaya yang lebih formal.  

5. Dampak serius soft girl terhadap kesehatan mental

ilustrasi gaya hidup konsumtif (pexels.com/Borko Manigoda)
ilustrasi gaya hidup konsumtif (pexels.com/Borko Manigoda)

Gaya hidup soft girl sering kali menjadi pilihan perempuan yang ingin menjauh dari rutinitas dunia kerja yang sibuk. Menurut Times, fenomena burnout yang semakin sering dibahas akhir-akhir ini menunjukkan, bahwa keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi sudah semakin terganggu. Dampaknya, banyak orang mulai mempertimbangkan untuk quiet quitting atau perlahan meninggalkan budaya kerja yang terlalu menuntut.

Bagi perempuan yang memilih gaya hidup soft girl, mereka melihat bagaimana generasi sebelumnya bekerja keras hingga mengorbankan kesehatan mental, tetapi tetap sulit mencapai kestabilan finansial, seperti memiliki rumah sendiri. Oleh karena itu, mereka mulai mencari alternatif untuk mendapatkan rasa aman finansial, termasuk kembali ke peran gender tradisional, di mana mereka dirawat dan tidak perlu terus-menerus berjuang sendirian.

"Ketertarikan pada gaya hidup ini juga mencerminkan cara mereka menghadapi tekanan, mirip dengan budaya treat yourself, yaitu membeli hal-hal kecil untuk memberikan sedikit kebahagiaan. Sesekali membelanjakan uang untuk hal yang menyenangkan memang tidaklah salah, tetapi jika kebiasaan ini menjadi pelarian dari masalah finansial tanpa solusi yang nyata, hal tersebut bisa menciptakan siklus ketergantungan dan utang yang justru memperburuk kondisi," pungkas Dr. Paul Conti.

Demikian penjelasan singkat soal soft girl era yang menjadi tren di media sosial. Kamu termasuk salah satu soft girl, bukan?

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Tarmizi Murdianto
Hani Safanja
Muhammad Tarmizi Murdianto
EditorMuhammad Tarmizi Murdianto
Follow Us