Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Ciri Kamu Nggak Mudah Meledak Lagi, Emosi Makin Stabil! 

ilustrasi orang marah (pexels.com/Engin Akyurt)
Intinya sih...
  • Perubahan emosi: lebih tenang, bisa berpikir sebelum bereaksi, tanda kemajuan besar dalam pengelolaan emosi.
  • Mampu membiarkan orang lain punya pendapatnya sendiri tanpa merasa terancam, tidak butuh validasi terus-menerus untuk merasa cukup.
  • Memilih damai daripada menang, lebih ringan dan memaafkan, memiliki saringan yang kuat dalam memilah mana yang penting.

Pernah nggak sih kamu merasa dulu gampang banget meledak? Sedikit-sedikit kesal, langsung marah. Ada orang yang ngomong nyebelin dikit, langsung diserang balik. Tapi sekarang, kamu merasa berbeda. Lebih tenang, nggak buru-buru emosi, dan bisa berpikir sebelum bereaksi. Kalau kamu ngerasain perubahan ini, bisa jadi kamu sedang mengalami kemajuan besar dalam pengelolaan emosi.

Stabil secara emosional bukan berarti kamu nggak pernah marah atau sedih lagi, tapi kamu tahu kapan harus merespons, kapan harus diam, dan bagaimana menjaga batas supaya nggak menyakiti diri sendiri atau orang lain. Nah, berikut ini empat ciri kamu nggak mudah meledak lagi dan bukti nyata kalau kamu makin dewasa secara emosional!

1. Tidak merasa perlu menang dalam segala situasi

ilustrasi seorang pria dewasa (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Dulu mungkin kamu ngerasa harus selalu jadi yang paling benar. Kalau ada orang yang berbeda pendapat, kamu bawa sampai debat panjang. Tapi sekarang, kamu bisa membiarkan orang lain punya pendapatnya sendiri tanpa merasa itu mengancam eksistensimu. Kamu mulai menyadari: menang argumen bukan berarti menang kehidupan.

Kamu bisa bilang, “Oke, kamu punya sudut pandang sendiri, dan itu nggak masalah.” Ini bukan tanda menyerah, tapi tanda bahwa kamu nggak butuh validasi terus-menerus untuk merasa cukup. Kamu bisa memilih damai daripada menang dan itu kekuatan besar.

2. Kamu tidak menyimpan dendam

ilustrasi marah (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Salah satu tanda emosi belum stabil adalah kecenderungan menyimpan dendam, bahkan untuk hal-hal sepele. Dulu, mungkin kamu ingat setiap ucapan menyakitkan orang lain, lalu mengulang-ulangnya di kepala sambil menyusun balasan yang pedas.

Sekarang? Kamu lebih ringan. Kamu paham bahwa menyimpan dendam itu capek, dan akhirnya cuma menyiksa diri sendiri. Kamu memilih untuk memaafkan dan bukan karena orang lain pantas dimaafkan, tapi karena kamu pantas untuk damai.

Ini bukan tentang jadi pasrah atau “ngelus dada” terus-terusan, tapi kamu tahu kapan sesuatu sudah nggak layak untuk menghabiskan energimu. Kamu punya saringan yang lebih kuat dalam memilah mana yang penting dan mana yang cuma gangguan emosional sesaat.

3. Tidak reaktif

ilustrasi mengobrol dengan teman (pexels.com/Christina Morillo)

Seseorang nyolot di depanmu? Kamu bisa tahan diri untuk nggak langsung membalas. Kamu mulai bertanya ke diri sendiri: “Apa ini perlu ditanggapi?” atau “Apa aku lagi capek, makanya lebih sensitif?”

Kamu mulai bisa memisahkan emosi dari tindakan. Ini artinya kamu semakin mengenal dirimu sendiri, kapan kamu butuh waktu untuk menenangkan diri, kapan kamu bisa menghadapi sesuatu dengan kepala dingin. Nggak semua stimulus harus direspons, dan kamu makin paham itu.

Kamu belajar jeda. Dan di jeda itulah kamu menemukan ruang untuk berpikir, bukan bereaksi. Ini adalah skill emosional yang sangat langka dan sangat berharga.

4. Tidak takut ditinggal

ilustrasi cemas (pexels.com/ Nathan Cowley)

Seringkali, ledakan emosi datang dari ketakutan terdalam kita: ditinggal, nggak dianggap, ditolak, atau nggak cukup. Tapi kalau kamu merasa makin stabil, kamu mulai sadar bahwa keberadaanmu nggak tergantung dari pengakuan orang lain.

Kalau seseorang pergi, kamu nggak langsung menyalahkan diri sendiri atau meledak karena rasa takut. Kamu lebih tenang karena tahu kamu akan baik-baik saja, dengan atau tanpa mereka. Rasa cukup dalam dirimu mulai tumbuh, dan itu yang bikin kamu bisa melihat hubungan atau interaksi sosial dengan perspektif yang lebih dewasa.

Kamu mulai bisa berkata dalam hati, “Kalau dia memang untukku, dia akan bertahan. Kalau tidak, aku tetap bisa melanjutkan hidupku.”

Ingat, jadi tenang itu bukan kelemahan. Justru itulah bentuk kekuatan tertinggi, karena kamu bisa tetap berdiri tegak meski dunia sekitarmu lagi ribut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us